Ayah maaf.... mandiriku hanyalah kebohongan

30 2 0
                                    

"dewasa adalah hal yang paling menyeramkan" entahlah bagiku ungkapan ini benar adanya dan sedang aku rasakan, kehidupan yang terus berputar serta jaman yang terus berganti membuat kita mau tak mau harus melewati satu fase ke fase yang lain, dipaksa untuk mengerti sebuah situasi dan didewasakan oleh keadaan.

"ayah jika besar nanti aku ingin menjadi dokter" atau kalimat lain seperti "ayah jika sudah besar nanti aku akan punya uang yang banyak" dan ada lagi "ayah jika nanti aku sudah bekerja ayah tidak perlu lagi bekerja, biar aku yang kasih uang ke ayah" .liat betapa lucunya kita sejak kecil, yang bahkan sangat senang berandai andai akan masa depan yang mudah dan cemerlang. kalo boleh memilih lebih baik menjadi kecil selamanya, bagai kertas putih yang tanpa coretan bagai aliran sungai yang jernih dan bagai embun pagi yang bening, tanpa harus cemas untuk hari esok tanpa harus cemas akan apa yang terjadi esok...hah indahnya masa kecil.

Belakangan ini aku sedang rajin mendengarkan lagu idgitaf yang berjudul takut atau lagu hindia yang berjudul secukupnya kalo tidak salah lagu ini juga menjadi soundtrack film NKCKTI kalo kalian nonton mungkin kalian setuju bahwa soundtrack dan film nya sangat selaras dan aku suka. Beberapa lirik seperti "takut tambah dewasa, takut aku yang salah" dan juga "kapan terakhir kali kamu dapat tertidur tenang?, tak perlu memikirkan tentang apa yang akan datang di esok hari" lirik lirik itu seakan masuk dan mengusik gendang telingaku, menjadi sebuah kata-kata hipnotis yang tanpa sadar aku masuk kedalamnya serta merasakan bahwa kehidupan semenakutkan itu. Fase menuju umur 20an adalah fase yang sangat kritis dan mulai berfikir, serta mulai tahu diri akan tujuan mengapa kita hidup, atau mengapa kita ada di kehidupan ini, usia yang tidak lagi untuk haha hihi hehe atau usia yang tidak lagi untuk main-main, yang paling menyakitkan di usia ini adalah Ketika mereka yang seusia dengan kita mampu memegang keadaan dan mampu mengendalikan situasi, sedangkan kita hanya gigit jari "oh ayolah itu adalah sebuah tamparan sosial yang sangat nyata" terkadang Ketika sampai pada puncaknya seakan kepalaku mau pecah, seperti ingin berteriak "tuhan mengapa ini semua harus terjadi" atau "tuhann aku sudah capeeee" dan yang paling menyebalkan dalam situasi ini adalah ketika tetesan air mata yang selalu hadir tanpa diundang.

---

"ayah kaka gakuat ayah, kaka mau pulang kaka udah gak sanggup" tangisan itu pecah di sebuah kamar kos kecil ukuran 3x3 dimana seorang anak bergumul dengan selimut tebal yang berusaha meredam air mata yang terus terusan mengalir "ayah kaka mau pulang, kaka capee" racaunya pada malam itu, kemudian tak berselang lama sebuah deringan telpon memekakan telingan, terlihat anak itu terkejut ketika membaca siapa yang menelponnya "hallo ayah" ucapnya setelah menggeser tombol hijau pada hp itu

"ka ko suara kamu bindeng lagi sakit?"tersirat suara ayahnya sangat khawatir, sambil meremat bantal ia membalas ayahnya "Cuma flu biasa ko yah , tadi pulang kerja kehujanan"

"kan ayah udah bilang selalu bawa payung ka, udah minum obat? Ayah sama bunda kesana yah nengokin?" tersirat nada cemas dari sang ayah.

"engga usah yah aku gpp ko, udah minum obat besok juga sembuh, lagian flu ringan doang, ayah kan masih banyak pekerjaan disana, kaka udah besar ko bisa ngerawat diri sendiri". Terdapat dengusan dari sang ayah "mau kaka udah besar ke atau nanti udah nikah juga kaka tuh masih anak kecilnya ayah, yang harus ayah khawatirin"

"yaudah kalo kaka maunya kaya gitu, kaka sekarang istirahat ajah yah, jangan terlalu dipaksain ka, tubuh kamu juga perlu istirahat kesehatan paling penting ka" anak itu hanya berdehem sebagai balasan "uang masih cukup gak? Udah belanja bulanan, oh iya senior kamu di tempat kerja udah gak terlalu seenaknya ? kerjaan nya gak terlalu cape kan?".

"semuanya baik – baik ajah ko yah, uangku juga masih cukup pokoknya ayah gak perlu khawatir, ayah sama bunda tenang ajah anakmu baik-baik aja" timpal anak itu sebelum tangis yang iya tahan sedari tadi pecah di depan sang ayah.

Cukup lama ayahnya terdiam "bagus kalo gtu ayah lega dengernya, kamu disana baik-baik yah, cerita kalo misalnya ada apa-apa, apapun ceritanya ayah sama bunda pasti dengerin ko" setelah berkata demikian anak itu menutup panggilan telpon ayahnya.

Tertunduklah kepala anak itu dan jika dilihat dari keadaan sekitar kamarnya sangat terlihat berantakan, dimana kertas berserakan, pakaian bergantung disana sini, kontainer makanan yang harusnya ada makanan pun terlihat kosong, tempat beras pun kosong dan setelah ia cek dompetnya, dompetnya pun hanya berisi uang hijau dua lembar sangat selaras dengan keadaan hatinya sekarang. "ayah maaf...,mandiriku hanyalah kebohongan, bahagiaku adalah sandiwara, nyatanya anakmu ini seseorang yang lemah, pundaknya sudah lelah, kakinya sudah letih, batinnya sudah teriris. Kalo saja boleh memilih anakmu ini lebih senang menjadi putri kecilmu selamanya, ayah aku rindu...tapi keadaan memaksaku untuk tetap tegap dan berpura-pura baik -baik saja" pikirannya melayang jauh hingga rasa kantuk menyerang dan secara naluriah pergi ke alam mimpi.

Teruntuk hati yang cemas yang sedang jauh dalam perantauan atau kalian yang sedang dalam ajang pembuktian, menangislah sekarang dan secukupnya, karena menjadi dewasa tidak cukup hanya dengan satu tekad tetapi harus berlapis tekad. Dan untuk kalian yang menganggap dewasa menyenangkan, tidak masalah itu pendapatmu aku tidak memaksa silahkan jalani. Tapi yang jelas untukmu ayah... tenang saja cerita sedihku suatu saat nanti akan jadi cerita bahagiamu.

Teruntuk hati yang cemasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang