Lira yang baru saja masuk ke dalam rumah, kembali keluar dengan cepat. Air hujan membuat tubuh molek mungilnya itu tercetak jelas di balik blusnya. Buah dadanya yang beberapa saat lalu ada di genggamanku, benar-benar sangat menggodaku.
"Maaf, ya, sepertinya mantel hujannya ketinggalan di kantor. Tadi sedang kujemur karena lembab." Kualihkan pandanganku sebelum Lira menyadarinya.
"Mas Adit tinggi banget." Tangan mungil itu tiba-tiba mengusap wajahku dengan handuk yang telah dibawanya. Aku menatapnya. Lagi-lagi aku teralihkan dengan dua gundukan gunung yang sedikit mengintip dari balik blusnya.
Aku segera merendahkan tubuhku, menyesuaikan tinggi dengan tinggi badan Lira lalu kembali menatapnya. "Kurasa anak kita nanti juga akan tinggi sepertiku."
Lira tampak tersipu. "Apa, sih, Mas? Kayak yakin banget kita bakalan jadi suami istri."
"Aku yakin."
Tiba-tiba, Lira menarik tangannya, berhenti mengusap wajahku. Dia menurunkan pandangannya dan bersikap sangat gelisah. "A-aku akan mandi duluan. Setelah itu baru Mas Adit. Mas Adit tunggu saja di ruang tengah."
Bisa kulihat Lira menjadi salah tingkah. Wajah dan telinganya tampak sangat merah. Dia dengan gelisah berlari kembali memasuki rumah meninggalkanku yang sebenarnya saat ini juga merasa sangat gelisah.
Bagaimana bisa dia menunjukkan raut wajah itu padaku? Kalau aku tidak bisa mengendalikan diri seperti beberapa waktu lalu, mungkin saja aku sudah mencium bibirnya.
Aku berjalan masuk ke dalam rumah. Rumah Lira tampak sangat bersih seperti sebelumnya. Walaupun sebagian besar waktunya diisi dengan bekerja, dia masih sempat merawat rumah dan memasak. Belum lagi pekerjaan rumah lainnya seperti mencuci baju dan piring. Kuharap suatu saat dia bisa mengandalkanku untuk urusan rumah tangga dan pekerjaan.
Beberapa foto pajangan mencuri perhatianku. Aku belum sempat melihatnya sebelumnya. Foto wisuda Lira dari TK hingga sarjana. Dia cantik sejak kecil. Pasti dia sangat populer.
Tiba-tiba, ponselku bergetar. Kuraih benda itu dari kantong celanaku dan menemukan pesan baru. Karina menanyakan kepulanganku. Aku hanya menatap layar ponsel, sama sekali tidak ingin membalas pesannya. Sepertinya, aku harus segera membahas perceraian kami. Entah bagaimana reaksinya nanti saat mendengarnya.
Kumasukkan kembali ponselku ke dalam kantong saat Lira muncul dengan daster bali selutut. Bahkan dengan pakaian normal seperti itu pun, Lira masih terlihat cantik dan menggoda. Sudah sejak lama pikiranku tidak seperti ini, hal-hal seksual berputar-putar di kepalaku seperti remaja puber.
"Ini, aku bawain baju Ayah. Semoga pas ukurannya." Lira menyerahkan tumpukan baju di tangannya. "Itu pakaian dalam baru Ayah. Jadi, Mas ambil aja nggak apa-apa, kok." Dia terlihat malu-malu. "Sikat gigi baru juga sudah ada di kamar mandi."
Tanganku mengambil barang-barang itu. "Hari ini nggak usah masak. Aku akan beli makanan via ojek online untuk kita berdua." Mata bulat Lira terpana menatapku. "Aku tahu kamu capek, jadi nggak usah repot-repot menyambutku seperti tamu."
Lira tersenyum. "Aku cuma kaget, Mas Adit kayak lagi baca pikiranku. Ya, sudah. Kalau gitu aku akan bikin teh hangat saja." Dia berjalan ke arah dapur.
Setelah meletakkan beberapa barang seperti ponsel dan dompet di meja ruang tamu, aku pun berjalan lebih dalam ke arah kamar mandi. Kamar mandi tepat bersebelahan dengan dapur. Tampak Lira sedang merebus air dan menyiapkan dua buah cangkir teh. Dia sedang memunggungiku. Dengan potongan leher rendah, kulit punggungnya sedikit terlihat di balik rambutnya yang masih basah.
Aku ingin memeluk wanita itu. Tapi, kemudian kuurungkan, tidak ingin membuatnya ketakutan dan semakin menjauhiku. Aku sadar Lira masih cukup polos dan naif untuk hubungan agresif seperti itu. Kuharap aku bisa menahan godaan ini lebih lama.
----
Lira dan teh hangatnya sudah menungguku di ruang tamu. Televisi di seberang sofa pun sudah menyala, menampilkan sebuah film barat. Mata Lira masih terpaku pada layar, bahkan setelah aku duduk di sampingnya.
Aku duduk bersandar, berpura-pura ikut memperhatikan layar. Tapi, sesungguhnya aku lebih tergoda untuk melihat garis leher wanita di sebelahku. Kali ini rambut Lira tampak sudah kering, mungkin dia mengeringkannya saat aku di kamar mandi. Rambutnya dicepol, membuatku semakin leluasa melihat kulit putihnya. Suatu saat leher itu akan penuh dengan kiss mark yang kuberikan.
"Aku pesan nasi goreng. Kamu mau apa?" tanyaku sambil meraih ponselku di meja. Aku harus mengalihkan pikiranku, jika tidak ingin pikiran kotor itu terus melayang di otakku.
"Ikut Mas Adit aja," jawab Lira dengan mata yang masih fokus ke layar televisi. Sepertinya dia menyukai film itu.
"Oke." Aku memesan dua bungkus nasi goreng di salah satu rumah makan langgananku. Kuberikan alamat rumah Lira dan ojek online pun akan mengurus sisanya. "Film apa sih?" tanyaku pada Lira, penasaran dengan hal lain yang bisa mengalihkannya dariku.
"Aku dari dulu pingin nonton film ini. Temenku bilang bagus. Cuma baru sempet nonton aja. Thriller gitu."
Kualihkan pandanganku ke layar. Aku tidak begitu paham jalan ceritanya karena tidak menontonnya dari awal. Lalu, tiba-tiba saja sebuah adegan ciuman menghiasi layar. Sebenarnya aku tidak terlalu heran karena biasanya film barat genre apapun, terkadang memiliki adegan ciuman bahkan adegan ranjang.
Mataku kembali teralihkan ke Lira. Dia tampak tegang saat adegan ciuman cukup lama menghiasi layar. Aku yakin dia sedang mengingat ciuman kami sebelumnya. Aku pun masih ingat betapa lembut dan hangat bibirnya itu.
Tanganku dengan pelan menyentuh tangannya. Lira hanya diam tanpa memberikan reaksi. "Kamu pernah berciuman dengannya?" tanyaku. Tiba-tiba aku penasaran sejauh mana Lira dan pacarnya melakukan skinship.
Lira mengangguk pelan. "Satu kali. Setelah kejadian Mas Adit menciumku." Dia terdiam sebentar. "Aku ingin memastikan perasaanku saat itu."
Muncul sedikit rasa cemburu di dalam hatiku. Sesungguhnya kuharap hanya aku yang bisa melumat bibir itu. "Mau memastikannya lagi?"
Lira menoleh. Dia menatapku terkejut saat kulepas kacamata dari wajahnya.
Aku mengacuhkannya dan mendekatkan wajahku. Kurasakan hembusan napas Lira saat bibirku menyentuh bibirnya. Aku memperlambat gerakanku, menunggu reaksi yang diberikan wanita itu. Mungkin saja akan terjadi penolakan seperti sebelumnya.
Lira mematung. Dari sorot matanya, dia masih tampak terkejut walaupun tidak ada penolakan darinya. Kulingkarkan tangan kananku di pinggangnya, dan tangan kiriku di tengkuk lehernya. Lagi-lagi tak ada penolakan, hanya kedua tangannya kini berada di bahuku, berpegangan erat mencari tumpuan.
Kulumat bibir itu dengan pelan, tidak ingin mengejutkan Lira lebih jauh dengan keagresifanku. Lembut dan hangat. Ini benar-benar membuat candu bagiku dan tidak ingin melepaskan bibirnya. Satu hal yang pasti. Aku menginginkan lebih dari ini.
Bibirku turun, mengecup setiap kulit Lira, dagu, rahang, hingga ke leher. Aroma tubuhnya menguar karena keringat. Napasnya tersengal-sengal, sedangkan tangannya mencengkeram bahuku semakin kuat. Pikiranku tak lagi logis karena gairahku semakin meningkat. Aku bahkan merasakan milikku sudah tegang di bawah sana.
Aku merebahkan tubuh Lira. Kusentuh buah dadanya dari balik daster yang dikenakannya. Kuremas dengan lembut, selagi bibirku masih menikmati kulit lehernya. Seperti sebelumnya, tak ada penolakan. Tampaknya Lira sudah terhanyut gairah sepertiku.
"Ojek!" Terdengar suara pria dari arah depan rumah. Aku terkejut. Tangan Lira pun refleks mendorong tubuhku menjauh.
Mata kami saling bertemu. Napas kami masih tidak teratur. Tapi, kami berdua sudah sadar sepenuhnya bahwa hampir saja kami melakukan sesuatu yang terlarang.
"Ojek!" Lagi-lagi suara itu mengejutkanku.
Kini aku menarik tubuhku dan berdiri. Kubantu Lira untuk kembali duduk di sofa. "Aku akan ambil makanannya." Aku mencoba bersikap seperti biasa walaupun masih sangat sulit mengontrol gairahku yang masih tinggi.
YOU ARE READING
Infidelity
RomanceLira: Seorang wanita berumur 23 tahun. Bekerja di sebuah perusahaan produksi dan dengan cepat menempati posisi manajer di kantor cabang. Memiliki kekasih bernama Geo, yang saat ini sedang mengenyam pendidikan strata 2. Adit: Seorang pria berumur 25...