Demi kamu

12 8 0
                                    

Vote nya jangan lupa
.
.
.

Matahari muncul ke permukaan, sinarnya yang hangat memberitahu bahwa umat manusia harus kembali terjaga untuk memulai kembali aktifitas.

Pagi ini seperti biasa Gladis duduk di kursi plastik untuk menunggu kekasihnya,di tangan nya sudah ada sebuah kotak makan berwarna biru langit, khusus ia buat untuk Sastra.
Bukan makanan mewah yang ia buat, hanya nasi goreng dan telur dadar di atasnya, semoga saja masakan nya kali ini terasa enak.

'tin tin'

Lamunan Gladis buyar saat ia mendengar suara klakson motor, Gladis bersiap berdiri dengan senyum merekah namun ia hentikan saat tahu siapa yang datang,dia Raka.

Gladis yang tadinya ingin membuka gerbang tak jadi karena pagi-pagi sudah di suguhkan wajah angkuh itu.

"Pagi cantik"

Oh bahkan pandangan yang sulit di artikan itu membuat Gladis terus merasa was-was.

"Apa?!"

Mendapat bentakan itu bukan nya kesal Raka malah terkekeh merasa gemas dengan wajah cantik itu.

"Duh galak amat si Eneng"

Bahkan logat Sunda nya tidak terdengar bagus karena Raka bukan orang dengan suku Sunda,beda lagi jika Sastra yang menggunakan logat Sunda, pacarnya itu malah semakin tampan.

"Jangan ganggu,masih pagi!"

Gladis mengibas-ngibaskan tangan nya bermaksud mengusir,namun Raka tak beranjak dari tempatnya berdiri.

"Jadi kalau malam boleh ganggu nih?"

Seringai Raka semakin lebar,duh Gladis rasanya ingin sekali menjambak rambut yang terlihat kasar milik Raka saja saat ini.

"ngapain kamu gangguin anak saya?"

Abah tiba-tiba datang dari dalam rumah karena suara berisik dari teras rumah, pria paruh baya dengan perut buncit dan rambut beruban menampilkan ekspresi tak enak, saat itu juga ekspresi Raka berubah menjadi ramah atau lebih tepatnya di buat seramah mungkin,palsu.

"Selamat pagi Abah"

"Wa'alaikumsallam"

Senyum lebar Raka luntur mendengar jawaban Abah, apalagi ekspresi Abah yang tidak ramah membuat Raka buru-buru pamit.

"Kalau begitu saya pamit bah"

Motor Raka langsung saja pergi tanpa mengucap salam, Abah menggeleng maklum dengan kelakuan tak tertolong si anak juragan kaya dari desa sebelah itu.

"Sana berangkat"

Gladis mengedarkan pandangannya ke arah jalan raya di depan rumah nya, tidak terlihat sosok yang ditunggu nya sedari tadi.

"Sastra belum-"

"éta geus aya di hareup neng, Eneng ngan teu ningali eta" (itu sudah ada di depan, kamu nya aja yang tidak lihat)

Saat Gladis kembali melihat kearah jalan di sana sudah ada Sastra dengan senyum manis di wajah tampan nya.

"Kalau gitu Gladis pamit"

Sastra ikut turun untuk bersaliman dengan Abah,nah ini nih mantu idaman, batin Abah merasa bangga.

"Assalamualaikum"

Salam sepasang kekasih itu serempak.

"Wa'alaikumsallam, hati-hati"

Jam terus berputar dengan detik nya, bel tanda istirahat berdering nyaring membuat suara riyuh dari gedung besar bernama sekolah itu terdengar.

Seluruh siswa bergegas ke kantin untuk memesan makanan,beda dengan Sastra yang kini membuka kotak bekal yang di berikan Gladis tadi pagi.
Gladis juga bahkan duduk di sampingnya dengan wajah penuh harap saat Sastra mulai menyendok nasi gorengnya.

Kening Sastra sempat mengerut sesaat namun wajahnya kembali normal saat matanya melirik kearah Gladis,gadis itu sempat merasa cemas karena wajah Sastra yang awalnya mengerut kan keningnya.

"Enak"

Dan senyum lega terpatri di wajah Gladis, bahkan ia sampai bertepuk tangan karena senang.

"Gladis kira keasinan lagi"

Sastra hanya tersenyum kecil menanggapi,waktu itu Sastra pernah tak sengaja menggores hati Gladis dengan mengatakan jika nasi goreng buatan gadis itu terasa sangat asin, meskipun gadis itu menunjukkan senyum kecil tetapi ia tahu bahwa Gladis sangat kecewa dan merasa sakit hati atas ucapan Sastra, tak tahu saja bahwa nasi goreng buatan Gladis yang sedang ia makan juga sebenarnya terasa asin, padahal warna nasi gorengnya menggugah selera tetapi kenapa rasanya berbanding terbalik begini.

"Gladis mau coba"

Belum sampai tangan itu meraih bekal milik nya, Sastra sudah lebih dulu menjauhkan dari jangkauan kekasihnya.

"Loh Kenapa di jauhkan?Gladis kan ingin coba"

Mata bulat itu menatap dengan penuh tanda tanya yang membuat Sastra tanpa sadar mengangkat bibirnya.

"Kamu kan sudah berikan bento ini pada saya,masa mau di ambil lagi"

Sastra melipat kedua tangannya di atas meja, Gladis dengan wajah berfikir itu sangat lucu, kemudian gadis itu manggut-manggut.

"Benar juga, yasudah habiskan ya Sas"

Sastra hanya mengangguk dan kembali menyuapkan nasi goreng asin ini kedalam mulutnya, sesekali keningnya mengerut karena lidah nya mengecap rasa asin, tetapi demi Gladis, Sastra rela memakannya.

"Wah makan bekal gak ngajak-ngajak"

Seseorang memukul lengan Sastra yang sedang menyuapkan makanan, hampir saja tumpah.

"Pantes gak kekantin" kini seorang gadis berambut pendek sebahu datang duduk di samping Gladis, mulutnya terus mengunyah gorengan bakwan yang ia bawa dari kantin.

"Enak nih kayaknya"

Pria itu a.k.a Randy langsung menyendok nasi goreng milik Gladis dan memakannya tanpa dosa, ekspresi Randy berubah yang awalnya penuh semangat menjadi terdiam.

"Kok-"

"Enak kan?"

Sastra menyikut lengan Randy dan tatapan tajamnya mengisyaratkan bahwa Randy harus berbohong dan mengatakan nasi gorengnya enak.

"Hem enak kok enak"

Sulit rasanya menelan nasi goreng di mulutnya, cepat-cepat Randy meminum es teh di tangan nya.

"Nasi goreng nya keliatan enak,pakai bahan apa aja? Bisa kan kapan-kapan aku juga buat kan Randy bekal"

Gladis mengangguk dengan semangat, kedua gadis itu kalau sudah bertemu pasti heboh.

"Bahan nya seperti biasa kok,tapi tadi karena tidak ada kecap jadi aku pakai kecap asin deh terus biar seger aku pakai jeruk nipis,kata sastra enak kok"

Susi tersenyum sedikit paksa mendengar nya,kalau memasak pakai kecap asin di tambah jeruk nipis sudah pasti rasanya aneh, karena tidak ingin melukai sahabat nya itu Susi hanya manggut-manggut saja.

"Lain kali aku coba deh"

Mata Randy membulat mendengar ucapan Susi,gadis itu sudah menaikturunkan alisnya menggoda Randy,duh Randy kan mentalnya tidak sekuat Sastra, bisa-bisa keracunan makanan kalau begini.

"Seminggu lagi kita ujian kelulusan loh,mau liburan gak setelah kelulusan?"

Ajakan Susi mendapat perhatian ketiga orang disana, Gladis sih mengangguk saja,toh memang biasanya dirinya selesai ujian pasti Sastra Selalu membawanya liburan.

"Gimana kalau pantai?"

Mendengar usulan Randy membuat Sastra berfikir,memang dirinya tidak pernah mengajak Gladis ke pantai, mungkin tahun ini ia harus mengajak nya ke pantai agar mereka bisa melihat sunset bersama.

"Saya setuju"

Guntur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang