Terikat

8 3 0
                                    

Vote and comen..
Enjoy
.

Rasanya sudah lebih lima bulan Guntur terus mencoba meluluhkan hati orang tua dari calon istrinya, tetapi usaha nya tak pernah di pandang sedikit pun, tentu saja tidak di pandang, Guntur pun sadar diri jika dirinya tak sebanding dengan Gladis yang kaya raya, Guntur hanya seorang anak rantau yatim piatu,pun dirinya juga harus menafkahi satu adik nya yang tersisa.

Siang ini Guntur sudah duduk di atas motornya tepat di depan gedung universitas Gladis,menunggu Gladis keluar dari kelasnya, ia bahkan tak perduli dengan pandangan orang-orang kearahnya.

Siluet baju Gladis terlihat, buru-buru Guntur turun dari motor nya dan bergegas menghampiri Gladis.

Tampaknya gadis itu terkejut saat tangan nya tiba-tiba di tahan oleh tangan Guntur secara tiba-tiba.

"Ngagetin aja"

Guntur terkekeh sembari mengusap rambut Gladis, teman-teman Gladis menatap penampilan Guntur dari atas sampai bawah,tak percaya jika kekasih Gladis saat ini jauh berbeda dengan mantan nya yang hampir sempurna.

"Aku duluan ya,pacarku sudah jemput"

Wajah Guntur memerah saat Gladis memperkenalkan nya kepada teman Gladis sebagai pacar, padahal sebelumnya Gladis jual mahal kepadanya, hampir menyerah karena anak dan ayah itu tak juga memandang nya, sekarang Gladis sudah luluh kepadanya hanya tinggal menunggu calon mertuanya saja.

"Lapar?"

Gladis mengangguk sembari naik keatas motor, Guntur tau di mana tempat makan favorit Gladis, apapun yang Gladis sukai Guntur tau semua nya.

Sepanjang perjalanan di atas kuda besi Gladis terus membicarakan dosen nya yang galak,hampir Gladis di hukum karena lupa membawa buku matkul pada pagi itu.

Guntur yang mendengar hanya mengangguk saja sebagai respon, tak terasa pula di tengah jalan tetes demi tetes air turun dari langit, awan yang mendung mulai menjatuhkan air ke bumi.

Guntur menepikan motor nya membuat Gladis yang duduk di jok belakang mengerutkan keningnya bingung, sudah mau hujan tapi Guntur malah menghentikan motor nya.

"Kenapa?"

Dilihat Guntur membuka jaket kulit nya lalu di berikan kepada Gladis yang masih berwajah bingung.

"Pake,takut hujan nanti kamu kedinginan"

Gladis yang di perlakukan seperti itu tersenyum salting, wajahnya tiba-tiba terasa panas. Guntur kembali melajukan motornya sembari menarik tangan Gladis ke perut nya, Gladis yang peka segera melingkarkan kedua tangannya pada perut Guntur,dagu nya ia letakkan pula di atas bahu Guntur.

"Aku juga kedinginan"

Gumam Guntur tak terlalu jelas, tetapi Gladis cukup paham apa yang Guntur ucapkan.

"Iya,nih ku peluk"

Guntur terkekeh merasakan pelukan Gladis semakin kuat, hampir ia kehilangan nafas.

"Jangan kuat-kuat,sesak"

Bukan nya menurut, Gladis semakin mengencangkan pelukan nya,niat nya ingin menjahili Guntur, beberapa tepukan pada tangan Gladis barulah Gladis mengendurkan pelukan nya ditambah beberapa kecupan pada pipi yang membuat Guntur semakin mengembangkan senyum lebar nya.

"Jangan mancing-mancing Gladis,ku geret ke semak baru tau"

Gladis memukul helm belakang Guntur karena ucapan kotor itu,ia segera melepaskan pelukannya tetapi Guntur menahan kedua tangan itu.

"Awas aja kalau berani!"

Guntur tertawa, wajah Gladis yang awalnya terlihat cerah berubah masam karena ucapan ngelantur nya, benar-benar terlihat lucu. Lagian kenapa pula Gladis cium-cium pipi nya,kan Guntur takut minta lebih,eh?

"Hahaha bercanda sayang"

Sampai tidak terasa kendaraan Guntur berhenti tepat di depan rumah Gladis, terlihat di ambang pintu Abah sudah berdiri sembari melipat kedua tangannya di depan dada, mimik wajahnya selalu sama ketus pada Guntur.

"Darimana saja? Kok baru pulang?"

Gladis mencium punggung tangan ayah nya diikuti Guntur yang berdiri di samping Gladis.

"Makan dulu bah"

Guntur tersenyum menampilkan gigi putih rapi nya, padahal jantung nya sudah berdebar tak karuan melihat Abah yang masih saja menatap tajam kearah nya.

"Gladis,masuk..

Guntur saya ingin bicara"

Guntur menelan ludah susah payah,kaki nya kini membawa tubuhnya untuk duduk di kursi rotan teras rumah,mata guntur bahkan tak ingin melihat objek di sampingnya.

"Ada apa bah?"

Suara Guntur sedikit pelan, berhadapan dengan calon mertuanya itu bagaikan berhadapan dengan singa,takut sekali Guntur.

"Kamu benar serius dengan anak saya?"

Pertanyaan yang sama seperti pertama kali Guntur bilang pacar Gladis waktu itu,di rasa pertanyaan yang benar-benar serius Guntur menegak kan kepalanya untuk berhadapan dengan calon mertuanya, terlihat begitu jelas raut wajah tegas dan khawatir di mimik wajah itu.

"Iya bah,saya benar serius sama Gladis,saya cinta sama Gladis"

Keheningan kembali di rasa, jantung Guntur sejak awal terus berdetak kencang membuat sang empu resah.

"Bisa kasih apa kamu sama anak saya?"

Bagai belati di hunus ke jantung, pertanyaan yang benar-benar menusuk telak seorang guntur.

"Apapun! Saya sanggup kasih Gladis apapun!"

Abah menatap lekat kedua mata Guntur yang tajam,dalam perkataan Guntur tak ada candaan terselip di sana,Abah membuang nafas panjang, umurnya tak lagi muda ingin cepat menimang cucu,dirasa Gladis berhasil melupakan cinta masa lalu nya karena pria asing di depan nya apa boleh buat,Abah tak punya pilihan.

"Kapan mau lamar anak saya?"

Mata Guntur membulat saat mendengar pertanyaan Abah satu ini,senyum Guntur kembali mengembang dengan lebar.

"Saya tidak ingin melamar Gladis"

Guratan di kening Abah kembali muncul, ucapan Guntur yang plin-plan itu membuat amarah Abah kembali tersulut.

"Saya mau langsung nikahin Gladis aja bah,bulan depan bagaimana bah?"

Ucapan yang terlampau girang itu membuat Abah sedikit lega,ujung bibirnya sedikit tertarik karena tau jika di dalam Gladis sudah melompat kegirangan, sejak awal Abah tau putri nya itu menguping pembicaraan Abah dan Guntur.

"Sanggup kamu?"

Guntur mengangguk dengan cepat,untuk Gladis apapun akan Guntur lakukan.

"Kalau kedepannya kamu buat anak saya sedih,awas kamu!"

Guntur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang