Aku yang menjebaknya masuk ke dalam hubungan yang salah, hubungan yang tanpa arah. Namun semua terlanjur saat hati ini mulai terbiasa menerimanya.
▪︎¤▪︎¤》♡♡♡《¤▪︎¤▪︎
Mama menyambut kedatangan kami dengan raut wajah bahagia. Ternyata sudah banyak sanak saudara yang lebih dulu tiba disana. Dari keluarga Mama sendiri ada Tante Tias, Tante Citra, dan yang terakhir Om Dhani sebagai anak bungsu. Semuanya sudah menikah dan telah dikaruniai anak.
Beda lagi dengan silsilah keluarga Papa yang hanya dua bersaudara. Yaitu Papa sebagai anak pertama dan Om Heru adik bungsunya.
Namun sayang, tidak semua dari mereka tinggal di kota ini. Ada yang tinggal luar kota, luar pulau, bahkan luar negeri.
"Masuk, yuk. Di dalam udah pada nungguin," ajak Mama sambil berjalan merangkul Netha. Gadis itu mengangguk patuh. Senyumnya tidak pernah luntur sejak pertama kali turun dari dalam mobil.
"Kalian nggak kejebak macet, kan?" tanya Tante Citra ketika kami semua sudah duduk di meja makan.
"Enggak kok, aman," jawabku melirik jam di pergelangan tangan yang kini menunjukkan pukul 20.30. Sesuai dengan perkiraanku sebelum tiba disini.
"Om Iyan, Om Iyan bawain kembang api nggak buat Lili?!" tanya seorang gadis berusia 10 tahun yang kini mendekatiku. Keponakan kecil itu merupakan anak dari Om Heru -adik bungsu Papa
"Yaah, Om Iyan lupa. Jam 11 nanti kita beli, ya."
"Ah, Om Iyan payah lupa mulu! Nggak kayak Tante Kanaya yang selalu bawain kita kembang api setiap malam tahun baru!" sambung Yasha ikut menimpali.
Bisa-bisanya ia membawa-bawa nama Kanaya saat semua orang tengah menyimak interaksi kami.
"Eh iyaa, Nena sampai lupa nih udah beli kembang api buat kalian," potong Mama berjalan menuju meja yang terdapat dua kotak kembang api berukuran panjang di tangannya.
"Yeeayyy, thank you, Nena!!" jawab mereka serempak
Aku mengembuskan napas lega. Sesaat melirik Anetha yang tampak biasa saja dan tak terganggu dengan ucapan Yasha barusan. Bahkan ia sibuk berbincang akrab dengan Tante Tias dan Tante Citra. Seolah-olah telinganya sama sekali tak mendengar apa-apa.
Ketika diperhatikan lebih dalam, aku baru sadar kalau Netha benar-benar perempuan yang sangat cantik. Gadis itu mempunyai lesung pipi di sebelah kanan wajahnya, bulu alis tebal dengan kelopak mata membentuk bulan sabit.
Apalagi ketika sedang tertawa malu dengan senyum yang membuat candu.
***
Waktu menunjukkan pukul 00.35, tapi lautan manusia itu belum memberikan tanda-tanda akan berhenti. Suara petasan mengguar memenuhi angkasa, dan aku sudah bosan menunggu, bahkan muak melihatnya.
Selesai makan malam bersama keluarga besar tadi, Netha mengajakku pergi melihat kembang api di detik-detik pergantian tahun. Berkumpul di tengah keramaian orang sambil menikmati semilir angin malam.
Tahun baru ini memang menjadi sangat berbeda. Apalagi saat ia menemaniku hampir 15 bulan lamanya. Terhitung satu tahun lebih kami bersama, dan hal itu membuat kedekatan semakin bertambah.
"Udah yuk, pulang," ajakku ketika ia masih sibuk memperhatikan percikan api di atas sana. Apa hebatnya membuang-buang uang di tengah kemerlap malam. Menyenangkan? Mungkin bagi sebagian orang. Tetapi bagiku, itu sama sekali tidak berguna.
"3 menit lagi, ya? Aku cuma lihat kembang api sebanyak ini cuma setahun sekali," katanya dengan wajah nelangsa. Bagaimana bisa aku melarangnya sebab wajah itu membuatku luluh seketika.
"Tha?"
"Iya?"
"Kamu nggak apa-apa?"
"Eum?" Anetha menoleh, "Apanya yang nggak apa-apa?"
"Dari tadi Keluarga Mama bahas Kanaya mulu di depan kamu."
Seutas senyum terkembang di wajahnya. Ia tampak tenang tanpa beban untuk menjawab itu semua. "Ya emang kenapa? Wajar, kan? Kanaya pacar kamu."
"Tapi kamu istriku."
Hening.
Tak terdengar lagi balasan dari mulutnya. Aku tahu dari awal aku yang salah. Aku yang menjebaknya masuk ke dalam hubungan yang salah, hubungan yang tanpa arah. Namun semua terlanjur saat hati ini mulai terbiasa menerimanya.
"Istri yang hanya sebatas perjanjian, Kan?"
Kali ini aku yang diam. ludahku tercekat kelu. Mendengar ucapan yang keluar dari mulutnya berhasil membuat tubuhku seketika membatu.
"Tha...."
"Hm?"
"Aku boleh peluk kamu?"
Hanya suara angin yang terdengar di kesunyian malam ini. Sebagian orang di sekeliling kami telah menghilang sejak kembang api itu tak lagi menyala di udara. Dan tinggallah kami berdua.
Meski tak mendapat jawaban apapun, aku tetap bergerak dan merangkul pinggangnya dari belakang. Aku tidak tahu apa yang sedang ia pikirkan. Tetapi, deru napas naik-turun yang berhembus dari hidungnya memberi jawaban bahwa ia tak nyaman dengan posisi seperti ini.
Hangat. Rasanya tenang meski dingin menyapa angin malam. "Kamu keberatan aku peluk?"
Gadis itu tak menjawab. Tampaknya masih sangat syok dengan perlakuanku yang begitu tiba-tiba.
Pada akhirnya aku memutuskan untuk merenggangkan pelukan. Namun dengan cepat ia menahan kedua tanganku agar tetap berada di sisinya. Menggeleng pelan sebagai jawaban bahwa ia menerima pelukan itu, menyambutnya perlahan, dan mempertahankan agar tetap melingkar erat.
***
Laki-laki yang dulu teramat kubenci ini sedang merangkul erat tubuhku. memperlakukanku layaknya seorang putri, menjagaku dengan setulus hati. Padahal aku cuma gadis biasa yang tak layak diperlakukan seperti ini.
Harusnya aku sadar, apa yang kurasakan sekarang cuma dongeng yang tak pernah jadi nyata. Seharusnya aku peka bahwa pangeran yang merubah hatinya menjadi sebaik ini bukanlah milikku. Seharusnya aku menyadari semua itu, lalu pergi sejauh mungkin.
Tapi sayangnya, aku terlanjur menerima sentuhan manis yang diberikan Zevian padaku. Sesuatu bernama cinta yang dengan naifnya diterima oleh hati kecilku, lalu kubiarkan terluka seiring berjalannya waktu.
Aku tahu saat ini aku tengah membiarkan diri terbuai dengan keindahan di negeri dongeng. Aku tahu aku sedang meracuni hati sampai sekarat, lalu mati. Aku pun tahu lelaki ini suatu saat akan pergi meninggalkanku untuk menjemput putri yang sesungguhnya.
Tapi biarlah. Aku ingin menikmati kebahagiaan ini barang sedikit saja. Menikmati apa yang berhak kunikmati sebelum semua itu pergi. Berpura-pura tidak tahu walau sebenarnya aku tahu ia akan menjauh.
"Berarti... aku jadi yang ketiga di antara kamu dan Kanaya, ya?"
Ia hanya diam. Pertanyaan itu membuatnya bungkam hingga tak mampu menjawab apa-apa.
▪︎¤▪︎¤》♡♡♡《¤▪︎¤▪︎
Happy reading, enjoy! 🖤
Jangan lupa tinggalkan jejak :)
KAMU SEDANG MEMBACA
SNOW WHITE
Romance[On Going] Sederhana, Ini cerita tentang dua orang manusia yang mempunyai latar belakang berbeda. Bukan beda dunia seperti yang terlintas di benak kalian. Bukan juga bak negeri fantasi layaknya cerita yang sering dijumpai. Tapi ... Hanya sepercik ki...