22

4 1 0
                                    

Tanggal 14-16 Februari 2022 tiba seperti oase di tengah padang gurun, menawarkan kesempatan singkat untuk kembali ke kehidupan kampus secara tatap muka. Selama tiga hari tersebut, aku bisa merasakan kembali suasana kelas, bertemu teman-teman, dan menjalani rutinitas kuliah secara langsung. Rasanya seperti mendapatkan dorongan energi baru, yang sangat kontras dengan ketidakpastian dan kebosanan yang mengisi hari-hariku saat kuliah online.

Namun, keajaiban itu tidak berlangsung lama. Setelah beberapa hari, kami kembali ke kuliah online. Perasaan sedih dan frustrasi langsung menyergap, meninggalkan bekas yang mendalam. Kuliah online di kost tanpa kehadiran orang tua terasa berbeda. Ketika segalanya terasa lebih berat, motivasi dan semangat yang semula menggebu lenyap bersama dengan zona merah yang menutup kota tempatku menempuh pendidikan.

Aku merasa terasing dan terisolasi. Kuliah online dari kamar kost terasa seperti perjuangan yang tidak pernah berakhir. Tidak ada lagi dorongan dari lingkungan sekitar; hanya aku, laptop, dan jaringan internet yang seringkali tidak stabil. Ketika teman-teman pulang ke rumah mereka, aku harus berjuang sendiri di kost. Kehidupan sehari-hari terasa monoton dan melelahkan. Dengan biaya kost yang sudah menguras habis, aku merasa terjebak dalam situasi yang tidak bisa kuubah.

Rasa sakit saat tidak bersama orang tua semakin mendalam. Dukungan mereka dari jauh terasa tidak cukup untuk mengatasi kesepian dan tekanan yang kuhadapi. Rasanya seperti berada di tengah lautan tanpa pelampung, harus berjuang sendiri tanpa ada yang bisa membantuku secara langsung. Setiap hari, aku terjebak dalam rutinitas yang sama—membuka laptop, menghadapi layar dingin, dan berjuang untuk tetap fokus dalam kuliah online.

Mendengar berita tentang keadaan kota dan pembatasan yang terus-menerus membuatku semakin merasa tertekan. Dengan segala keterbatasan yang ada, aku merindukan suasana kampus yang dulu menyenangkan. Ketika kuliah kembali ke mode online, aku hanya bisa berfokus pada cara untuk bertahan dan mencoba menemukan kebahagiaan kecil di tengah ketidakpastian.

Ada sisi positif dari kuliah online, tentu saja. Salah satunya adalah kebebasan untuk makan kapan saja selama perkuliahan. Meskipun hal ini tampaknya sepele, bisa makan sambil mengikuti kuliah online sedikit menghibur di tengah situasi yang menekan. Tidak lagi harus menahan lapar sambil mencium aroma lezat dari kantin kampus. Kini, aku bisa menikmati makanan yang kuinginkan tanpa khawatir kehilangan konsentrasi selama perkuliahan.

Namun, kebahagiaan ini hanya memberikan sedikit hiburan di tengah tantangan yang lebih besar. Kesulitan belajar di rumah, terutama dengan jaringan internet yang sering bermasalah dan keributan di sekitar, membuat kuliah online semakin melelahkan. Tidak ada lagi interaksi langsung dengan teman-teman dan dosen, tidak ada lagi suasana kelas yang hidup. Semua terasa jauh lebih membosankan dan melelahkan.

Di tengah semua ini, aku mencoba mencari cara untuk tetap termotivasi. Aku mulai membuat jadwal harian yang lebih ketat, menetapkan waktu untuk belajar, beristirahat, dan berolahraga. Aku berusaha untuk tetap berhubungan dengan teman-teman secara virtual, berbagi cerita dan dukungan. Meski kadang terasa sulit, aku berusaha untuk menemukan hal-hal kecil yang membuatku bahagia, seperti menonton film, membaca buku, atau hanya bersantai di kost.

Rasa rindu akan kehidupan kampus tatap muka dan kebersamaan dengan teman-teman tetap mengisi pikiranku. Aku berdoa agar situasi segera membaik dan kami bisa kembali ke kampus secara penuh. Namun, selama masa-masa ini, aku terus berusaha untuk bertahan, menemukan cara untuk menghadapi tantangan, dan tetap optimis. Setiap hari yang berlalu adalah langkah menuju masa depan yang lebih baik, dan aku tahu bahwa dengan dukungan dari orang-orang terdekat serta tekad untuk terus maju, aku akan mampu melewati setiap rintangan yang ada.

Menjaga Semangat di Tengah Keterbatasan

Selama masa perkuliahan online yang tak berkesudahan ini, aku harus terus mencari cara untuk menjaga semangatku. Setiap hari terasa seperti perjuangan melawan kebosanan dan isolasi. Rasa cemas sering menghampiri, mengingat betapa sulitnya situasi ini dan ketidakpastian kapan kami bisa kembali ke kehidupan kampus yang normal. Di tengah tantangan-tantangan ini, aku mencoba mencari keseimbangan dan cara untuk membuat hari-hariku lebih berarti.

Malam hari, setelah semua kelas selesai, sering aku habiskan dengan merenung. Aku duduk di kamar kost, menatap langit-langit, dan berpikir tentang kehidupan kampus yang dulu penuh warna. Kuliah online, dengan segala keterbatasannya, membuatku merasa seperti berada di dunia yang berbeda. Aku merindukan tawa teman-teman, interaksi langsung dengan dosen, dan kegiatan-kegiatan kampus yang membuat hari-hariku lebih hidup.

Kadang, aku mencoba menenangkan pikiran dengan meditasi ringan atau mendengarkan musik favoritku. Musik bisa sedikit menghiburku dan mengalihkan perhatian dari kebosanan. Aku juga mencoba membuat suasana kost lebih nyaman dengan menata ulang ruangan, menggantung beberapa poster, dan menyalakan lampu warna-warni. Hal-hal kecil ini membantu menciptakan rasa rumah yang lebih hangat di tengah keterasingan.

Penting bagi aku untuk tetap berhubungan dengan teman-teman, meskipun hanya secara virtual. Kami sering mengadakan video call untuk sekedar berbincang atau belajar bersama. Meski tidak seefektif bertemu langsung, interaksi ini sedikit banyak membantu mengurangi rasa kesepian. Aku juga mencoba aktif dalam grup-grup diskusi online dan forum mahasiswa, mencari cara untuk terlibat dalam kegiatan akademis dan sosial yang ada.

Menghadapi perkuliahan online yang monoton ini, aku sering membuat jadwal belajar yang ketat. Setiap pagi, aku membuat to-do list yang harus ku selesaikan sebelum malam tiba. Aku berusaha untuk tetap disiplin dalam mengikuti jadwal, meskipun terkadang sulit untuk tetap fokus. Dengan adanya jadwal yang jelas, aku bisa mengelola waktu dengan lebih baik dan mengurangi rasa cemas tentang pekerjaan yang menumpuk.

Salah satu cara untuk tetap terhubung dengan dunia luar adalah dengan mengikuti webinar dan seminar online. Meskipun tidak sama dengan pertemuan tatap muka, acara-acara ini memberi aku kesempatan untuk belajar hal-hal baru dan berinteraksi dengan pembicara atau peserta lainnya. Aku merasa lebih termotivasi setelah mengikuti acara-acara ini, karena aku dapat melihat berbagai perspektif dan mendapatkan inspirasi dari pengalaman orang lain.

Selain itu, aku mulai merencanakan proyek-proyek kecil di luar kuliah. Misalnya, aku mencoba membuat blog pribadi untuk menulis tentang pengalamanku dan refleksi selama kuliah online. Menulis membantu aku mengekspresikan perasaan dan pikiran, serta memberi aku rasa pencapaian ketika melihat hasil kerja yang selesai. Proyek ini juga memberikan kesempatan untuk berlatih keterampilan menulis dan berbagi pengalaman dengan orang lain.

Meskipun situasi saat ini tidak ideal, aku terus berusaha untuk mencari cara agar hari-hariku lebih berarti. Aku tahu bahwa setiap tantangan yang kuhadapi adalah bagian dari proses belajar dan pertumbuhan. Setiap hari adalah kesempatan baru untuk menghadapi kesulitan dengan sikap positif dan menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil. Dengan dukungan dari keluarga, teman-teman, dan tekad untuk terus maju, aku yakin aku akan bisa melewati masa-masa sulit ini dan kembali ke kehidupan kampus yang penuh warna suatu saat nanti.

Di Balik Layar: Perjalanan Kuliah Angkatan CoronaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang