4

13.8K 94 1
                                    


“Nyonya, saya Pudin. Dan ini adalah anak saya, Dimas. Dialah yang akan membantu proyek ini, Nyonya.”

“Jangan panggil Nyonya! Panggil saya Madam!” Madam Rosa yang duduk dengan menyilangkan kaki tersebut berucap sambil sedikit mendelik.

“B-baik, Madam.” Ralat Pudin dengan mulut gemetar.

“Siapa bilang dia akan membantu di proyek ini!” Madam Rosa tiba-tiba memasang muka sinis.

Pudin dan Dimas pun saling tatap. Keduanya sama-sama berdebar-debar. Tak pelak, telapak tangan Dimas pun kini dipenuhi oleh keringat dingin.

“J-jadi … anak saya tidak diperbolehkan untuk bekerja di sini ya, Madam?” Sedih bukan main hati Pudin. Dia marah pada dirinya sendiri sebab tak mencari keberadaan Dimas, alih-alih hanya menunggunya di depan rumah. Andai dia lebih berusaha lagi, pasti Dimas bisa ditemukan lebih awal dan tak membuat si Madam kecewa.

“Ya, anak Anda tidak bisa bekerja di sini!” Nada suara Madam Rosa mencelat.

Dimas langsung menatap bapaknya. Dia pun ikut merasakan kesedihan yang mendalam. Dia menyesal, kenapa pagi ini harus menemui Greta sialan itu. Seharusnya, dia berada di rumah saja, bukan malah pergi ke perpus kota untuk mendatangi perempuan mata duitan tersebut.

“Madam, saya mohon sekali. Izinkan anak saya bekerja. Dia bisa melakukan apa pun yang Madam suruh. Saya jamin.” Pudin kini turun dari sofa. Duduk bersimpuh dengan dua lutut yang ditekuk. Matanya sudah berembun dan sebentar lagi meneteskan air mata ke pipi.

“Ya, Madam. Saya bisa melakukan apa pun. Tolong, terima dan maafkan saya.” Dimas ikut langkah sang bapak. Duduk berlutut di depan Madam Rosa dengan pembatas berupa meja kaca yang mahal dan bertaplak kain batik warna cokelat.

“Oh, ya? Kamu bisa melakukan apa pun?” Pancing Madam Rosa dengan senyuman licik.

“Ya, Madam. Saya bisa mengayak pasir, membuat bata, memplaster, bahkan memasang keramik lantai.” Dimas menunduk. Menurunkan nada suaranya dan menahan sesak di dada bidangnya.

“Terus? Hanya itu kemampuanmu?” Madam Rosa semakin melunjak. Dia kian besar kepala melihat si target begitu membutuhkan dirinya.

“Dia bisa melakukan tugas tambahan, jika Madam mau.” Pudin buru-buru meyakinkan.

“Contohnya?”

“Membersihkan halaman, mengatur taman, atau menguras kolam ikan,” sahut Dimas sambil menatap si Madam takut-takut.

Saat mata mereka saling bersirobok itulah Madam Rosa semakin tahu jika sasarannya bukanlah sembarang pria. Jelas, Madam Rosa bisa menangkap cahaya kecerdasan dari tatapan mata itu. Anak ini tidak bodoh maupun pandir. Dia pintar, berwawasan, dan bisa menjadi orang yang sukses, begitu pikir Madam Rosa.

“Kalau hanya melakukan itu, tukang lain pun bisa!” bentak Madam Rosa sembari menurunkan sebelah kakinya. Perempuan tua yang masih segar bugar dan energik tersebut sengaja berakting. Pura-pura marah, padahal dirinya tengah tarik-ulur dengan si mangsa.

Pudin dan Dimas pun hampir menyerah. Keduanya sudah kehabisan akal untuk meyakinkan si nyonya besar. Mungkin, bukan rejekiku, ucap Dimas dalam hati.

“Saya … juga bisa membantu beres-beres rumah ini, Madam.” Itulah senjata terakhir Dimas. Bila si Madam masih menolaknya mentah-mentah, Dimas bertekad untuk meninggalkan rumah ini secepat mungkin.

Madam Rosa pun diam. Dia duduk dengan posisi melipat tangan di depan dada. Wajahnya yang Indo dengan kulit putih bersih dan bibir tipis berbentuk hati itu diam-diam menatap Dimas lekat-lekat. Sangat macho, itulah ucap hati Madam Rosa. Dia jadi tak sabaran untuk lekas mempersunting perjaka muda belia tersebut.

“Oke. Tugasmu berat lho, Dimas. Menjaga rumah ini, harta bendanya, dan menjaga aku. Menjaga bukan hanya di dalam rumah, tetapi juga di atas ranjang.”

Dimas terkesiap. Lebih-lebih Pudin. Kini, lelaki tua berkulit legam dengan telapak tangan kapalan itu pun paham apa yang diinginkan Madam Rosa.

Pudin dan Dimas sama-sama tak menduga, bahwa seorang nyonya kaya seperti Madam Rosa ternyata memiliki keinginan aneh dan menakutkan. Dimas bingung harus menjawab apa. Pudin pun setali tiga uang. Bibirnya kini malah ternganga lebar saking syoknya mendengar permintaan si Madam Rosa.

(Bersambung)

Gaes yang tayang di sini hanya cuplikan bab saja ya. Cerbung ini tayang GRATIS HINGGA TAMAT hanya di aplikasi FIZZO. Yang belum download, yuk buruan. Semua cerita di aplikasinya GRATIS ya.

Jangan lupa subscribe ceritanya ya, Gaes. Tinggalkan jejak komentar di setiap bab juga. Makasih 😘😊😍

 Makasih 😘😊😍

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gairah Liar Sang Kuli TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang