Bagian 5

2.1K 30 1
                                    

BAGIAN 5

Melihat ekspresi dua beranak itu, Madam Rosa malah tertawa besar. Wanita anggun itu lekas menutup mulutnya dengan lima jemari kanan yang sudah dihiasi kuteks berwarna salem. Lucu. Begitu pikir Madam Rosa ketika menonton muka syok Pudin maupun Dimas.

"Kenapa kalian langsung pucat pasi seperti habis melihat hantu begitu?!" Madam Rosa memicingkan mata berbulu lentik yang selalu dia beri serum maupun maskara mahal itu.

Pudin menggelengkan kepala. Buru-buru dia tersenyum dan merangkul anaknya. "D-dim, b-bagaimana?" Lelaki 54 tahun itu benar-bernar tergagap. Hatinya memang menolak keras terhadap tawaran mengerikan dari Madam Rosa tadi. Namun, Pudin bingung mengapa bibirnya malah tak bisa menampik?

Dimas yang syok berat itu sungguh kelu lidahnya. Telapaknya bahkan terasa tak lagi menjejak ke lantai. Pikiran Dimas pun mengawang-awang jauh ke sana. Membayangkan jika ucapan Madam Rosa bukanlah sebagai gurauan semata.

Menikah dengan perempuan tua? Yang benar saja? Begitu batin Dimas bergejolak.

"Hei, Dimas. Kenapa kamu diam saja? Kamu tidak ada masalah dengan telinga, kan? Maksudku tuli?" Madam Rosa mulai sinis. Tatapannya agak sadis.

Dimas terkesiap dari lamunannya. Dia menggeleng keras. Menatap Madam Rosa dengan perasaan yang tak keru-keruan.

"Sekali lagi aku tawarkan padamu. Bersedia atau tidak dengan tugas yang kuberikan tadi? Kalau tidak, aku tak memaksa. Terserah saja. Paling-paling, nanti kamu menyesal!" Madam Rosa memiringkan kepalanya sedikit. Memperhatikan dengan seksama tubuh Dimas dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Permisi." Aisyah tiba-tiba datang. Perempuan berdaster itu menghampiri meja tamu dengan baki di tangannya. Baki itu berisi tiga cangkit teh mawar hangat. Gula yang dia tambahkan bukan gula pasir biasa, melainkan gula aren kesukaan Madam. Tak hanya teh, Aisyah juga menghidangkan setoples kecil kukis cokelat hasil karya Madam Rosa dan dirinya semalam.

"Silakan dinikmati bapak-bapak," ucap Aisyah ramah.

"Jangan bilang Dimas bapak-bapak. Dia masih sangat muda dan menawan. Panggil dia Tuan, Aisyah!" Madam Rosa menegakkan duduknya. Menurunkan tangan ke atas dua paha sambil menatap Aisyah cuek.

Aisyah terperanjat mendengarnya. Apalagi Dimas dan bapaknya. Mereka bertiga dibuat terkejut-kejut dengan kalimat Madam Rosa yang dinilai sangat bombastis dan tak terduga.

"Sudah naroh minumnya?" tanya Mada Rosa agak sensi pada pembantunya.

"S-sudah, Madam," jawab Aisyah tergagap-gagap.

"Ya, sudah. Kamu bisa kembali ke belakang." Madam mengibaskan tangan kanannya. Kode itu untuk mengusir Aisyah yang sabar dan lugu.

Seketika, si pembantu itu pun beringsut dari posisinya. Berjalan tertunduk-tunduk sambil mendekap baki kayu berbentuk bulat bercat cokelat tersebut.

"Ya ampun, apa maksud ucapan Madam tadi?" gumam Aisyah kepada dirinya sendiri. Aisyah jelas galau. Selugu-lugunya dia, tetap saja Aisyah bisa merasakan keganjilan pada majikannya. Pembantu muda itu pun menjadi gelisah sekali.

Jangan-jangan ... tukang tampan itu mau dijadikan suami baru Madam Rosa? Benak Aisyah bimbang.

Balik ke ruang tamu lagi. Mereka bertiga masih saling diam. Madam Rosa yang mulai bosan menunggu, kini memperhatikan jemari kanan yang dia kuncupkan. Hatinya bukan tak galau sekarang. Dia takut sekali jikalau Dimas menolak keinginannya. Soalnya, Madam Rosa kadung jatuh cinta pada pria berkulit tan tersebut.

Gairah Liar Sang Kuli TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang