SENYUM ARKA

11 7 9
                                    

Arka,

Anak kedua sepertiku, sebenarnya.

Arka dan keluarga yang baik.

Harmonis seperti harmoni dalam nada.

Kini berubah karena kesalahan dari keluargaku.

Arka,

Seorang pria yang ceria dan polos,

Kini berubah menjadi menakutkan dan terutup pada semua orang.

Arka,

Apakah aku mampu?

***

"ARKA!"

Semua orang langsung melihatku ketika aku memanggil nama Arka. Disana, Arka terdiam di tempat tidur. Merenung menatap jendela kamar Rumah Sakit yang menampilkan taman Rumah Sakit. Aku berjalan mendekat, memegang lengan kurus itu. Arka membalikkan tubuhnya, tersenyum melihatku

"Sarah!" dia langsung memelukku erat. Kedua orang tua Arka melihat kami dengan tatapan haru. Tak lama, mereka langsung pergi keluar dari kamar, membiarkan kami berdua disini

"Aku merindukanmu. Kamu tahu? Aku hanya bisa terdiam disini, tidak ada yang menemaniku. Ayah dan bunda selalu pergi. Datang, langsung pulang. Tidak seperti kamu, yang selalu menemaniku. Kamu kemana, aja? Dari kemarin aku tidak melihatmu di balik jendelamu. Kamu seperti menghilang,"

"Arka," kuelus kepalanya lembut, "selama ini aku ada di rumah. Menunggumu dari pagi hingga pagi lagi. Tapi yang kudapatkan..."

Aku tidak bisa menahan rasa tangisku ketika melihat mata Arka. Mata penuh harapan untuk hidup, mata penuh keinginan bebas dari keterpurukan. Tatapan kosong tanpa ada tujuan sama sekali.

"Arka," sekali lagi kupanggil dia. Dia diam, menatap pintu disana

"Aku tahu kamu ada dibalik pintu itu, Rully"

Aku menengok ke belakang. Tidak ada siapa-siapa disana. Aku kembali melihat Arka.

Kini, dia menatapku tajam. Dia mulai bangun dari tempat tidur, berjalan mendekatiku. Aku mundur perlahan, rasa takut menghantuiku kali ini. Dia terus maju hingga tubuhku terhimpit tubuhnya dan dinding. Aku menatap mata itu, mata tajam dan dingin. Sama seperti aku dan dia bertemu untuk pertama kali.

"Kau Sarah, kan? Adik pembunuh Kak Kayla? Kakakku satu-satunya?" ujar Arka geram.

"A—Arka?" Aku tergagap saking ketakutan

"Arka? Siapa itu?" tanyanya balik. "Haha, kamu mencari Arka? Anak lemah itu? Dia sudah mati"

"ARKA!" teriak Baron kencang bersamaan dengan Kak Rully yang masuk ke dalam.

Mereka mengepung Arka dan menyuntikkan sebuah cairan ke tubuh Arka. Berkali-kali arka berteriak kesakitan dan menangis. Sesekali mata itu menatapku dengan tatapan yang tidak diartikan. Dia seperti berkata,

"Tolong aku,"

Tapi di sisi lain, dia seperti berkata,

"Aku akan mengikutimu sampai kamu mati. Aku selalu ada di balik tubuhmu."

Aku tidak bisa menafsirkan tatapan itu. Aku hanya diam di pelukan Kak Rully hingga dia melonggarkan pelukan itu. Kak Rully menarik tanganku, pergi dari sana.

"Mau kemana?" tanyaku pelan. Kak Rully berhenti ketika kami sampai di taman.

"Sudah tahu, kan? Bagaimana Arka itu? Bagaimana jiwanya sudah rusak karena kakak? Makanya kakak sebenarnya tidak mau pulang. Tapi kalau seperti ini terus, kakak tidak bertanggung jawab, iya, kan?"

DI BALIK JENDELATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang