ARKA DAN KERUSUHAN

25 6 3
                                    

"Tama is dead? No, baby. Let's party with me."

***

"Sarah!"

Aku menengok ke arah selatan, Baron dan Emily berlari menghampiriku. Mereka langsung menolongku, bagaimana-pun caranya. Baron menendang Arka, mendorong serta memukul Arka. Baron benar-benar menggila kali ini.

"Aku sudah bilang padamu jauhi Sarah!" teriaknya kencang,

"Kenapa kamu pake masuk sekolah kami, ha?!"

"Baron, cukup," cegah Emily.

Aku kasihan pada Arka. Wajahnya penuh lebam, berkali-kali aku melihat dia memuntahkan darah karena Baron menendang tepat di perutnya. Emily memelukku erat, takut jika aku ikut campur.

"Emily, lepas!" pintaku,

"Jangan, Sar. Arka sama Baron lagi—"

"Maka dari itu kau ingin melerai mereka!"

"Sarah! Arka yang kamu liat bukan Arka yang kamu kenal. Kumohon jangan ikut campur," pinta Emily.

"Dia Tama! Tama yang baik padaku. Tama yang—"

"Ron," Arka memegang tangan Baron. Baron sempat tersentak dan kembali memukul Arka.

"SADAR, KA! KAMU ITU ARKA! ARKA!"

"Sakit, Ron," lirih Arka. Baron menghentikan bentakannya dan memeluk Arka erat.

"Sakit. sakit, Ron,"

"Iya. Maaf, maaf." Baron mengelus punggung Arka pelan.

Arka menangis di bahu Baron. Dia terus merapalkan kata maaf. Baron menghela napas dan melepas pelukan itu, lalu menatapku. Arka ikut menatapku,

"Apa?" tanyaku.

"Kamu nggak ada niatan minta maaf ke Sarah karena orang gila di tubuhmu? Ha?" Arka menoleh ke arah Baron.

"Kamu itu, anak tiga tahun yang terjebak di tubuh pria 17 tahun! Minta maaf ke Sarah sekarang juga," bentak Baron. Arka sempat terkejut dan menghampiriku.

"Kamu yakin?" tanya Emily. Aku mengangguk dan maju mendekati Arka.

"Aku menerima maafmu," senyum Arka merekah,

"Tapi..." wajahnya kembali masam dan kepalanya menunduk. Aku terkekeh melihat Arka yang benar-benar bocil lima tahun di tubuh remaja 17 tahun.

"Kamu harus beliin es krim di McD nanti sepulang sekolah,"

"Tapi—"

"Emily dan Baron juga dibelikan," lanjutku. Arka menatap Emily dan Baron satu persatu. Baron menampilkan giginya senang, sedangkan Emily hanya diam melihat wajah Arka.

"Sebelumnya, bawa Arka ke UKS. Obati dia," suruh Emily

***

UKS hanya berisi aku, Arka, dan seorang siswi yang tertidur. Petugas UKS sedang mengadakan rapat di ruang guru. Aku perlahan mengobati luka Arka. Tanpa sengaja aku melihat bekas luka kecil di alis Arka.

"Ini kenapa?"

"Ayah menaruh rokok di alisku," jawab Arka. Dia memainkan alis tipis dan bulu mata lentiknya.

"Bulu mata kamu bagus juga," kataku. Aku memegang bulu mata itu senang.

"Hidungmu juga mancung. Oh, apa ini? Ada tahi lalat di hidungmu," aku sengaja memencet tahi lalat Arka. Arka terkekeh kecil.

"Kamu tidak perlu maskara untuk menebalkan, tidak perlu eyeliner untuk membuatmu tampan di pesta—"

"Apa itu maskara?" Tanya Arka polos. Aku menepuk jidatku.

DI BALIK JENDELATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang