04

1.4K 136 40
                                    

••••

"Nggak nggak nggak. Ini semua cuma prank,iya kan?. Bang Zali,di mana kameranya?"

Zali tidak menjawab pertanyaan Za. Za berakih menatap kakak iparnya.

"Kak Ayana pasti tau. Kak dimana kameranya? Apa sih kalian prank nya ngga lucu. Dan untuk apa juga ngeprank kayak gini. Ulang tahun Za kan masih lama dan juga--"

"Za ini semua bukan prank,ini semua fakta dan nyata." ujar Ayana.

Za terdiam dan mencerna apa yang di ucapkan kakak iparnya. Za menggeleng dan beralih menatap Bundanya.

"Bunda,bilang sama Za kalau ini semua ngga bener,iyakan?."

"Maafin Bunda,sayang."

Za menghela nafas dan terduduk lemas. Katakan saja kalau Za itu lebay. Tapi sungguh ini bukan lah masalah yang kecil,ini masalah besar dan menjadi seorang istri bukan lah sesuatu yang mudah,Za belum siap untuk hal ini.

"Kenapa harus sekarang?kenapa? Za belum siap." lirih Za namun masih bisa terdengar.

"Za,ini semua demi kebaikan kamu sayang. Ayah sama Bunda ngga mau terjadi sesuatu sama kamu." ujar Bunda.

"Maksud Bunda,pacaran? Apa Ayah sama Bunda pernah liat Za deket sama cowok selain abang sama Ayah? Apa kalian pernah melihat Za berduaan sama seorang cowok? Za nggak pernah melakukan hal itu. Ayah sama Bunda sendiri yang melarang Za untuk tidak berpacaran dan Za mematuhi hal itu. Za juga tau kalau pacaran itu dosa,Za tau."ucap Za yang di akhiri lirihan.

Tidak ada yang berani memotong pembicaraan Za. Mereka tau perasaan Za saat ini.

"Bunda sendiri yang bilang kalau menjadi istri bukan lah hal yang mudah. Perlu mental dan rasa tanggung jawab yang besar untuk menjadi seorang istri. Iya kan Bunda? Tapi kenapa sekarang di saat Za masih berstatus anak sekolah kalian sudah memberikan Za tanggung jawab yang sangat besar itu? Za belum dewasa dan Za masih labil. Za belum siap."

"Kami tau kamu pasti bisa,Nak. Kami yakin akan hal itu." ucap Bunda dengan lembut.

"Tapi Za nggak yakin Bunda."ucap Za sambil menggeleng pelan.

Kemudian Za pun berdiri sambil menghapus jejak air matanya.

"Maafin Za,Za butuh waktu untuk sendiri." Setelah mengucapkan itu,Za langsung berlari masuk ke dalam kamarnya. Semua orang menghela nafas.

20 menit berlalu. Orang yang ada di ruang tamu masih di posisi yang sama,bergelit dengan pikiran masing-masing.

"Ayana izin ke kamar,ini Azizi udah tidur."

Mereka mengangguk dan tersenyum. Ayana pun berdiri dan pergi ke kamar.

"Ma," lirih seorang laki-laki yang duduk di atas roda yang bernama 𝙰𝚛𝚑𝚊𝚗𝚝𝚊𝚛𝚊 atau biasa di panggil Arhan.

"Kamu tenang aja. Mama yakin,Za hanya kaget karena semua memang sangat mendadak. Dan Mama yakin Za itu anak baik,cepat atau lambat dia akan menerima semua ini." ucap 𝙳𝚒𝚗𝚊 - Mama Arhan.

"Iya nak. Apa yang Mama kamu bilang itu benar. Percaya sama kami,cepat atau lambat Za akan menerima kamu sebagai suaminya." ucap Bunda dan Arhan menangguk sambil tersenyum.

"Iya lo tenang aja. Nggak mungkin adek gue tiba-tiba minta cerai,ntar yang ada dia jadi janda muda dong. Kan ngga lucu ada janda yang masih sekolah." ucap Zali.

Mereka tertawa kecil mendengar ucapan Zali.

"Zali,coba kamu cek adek kamu. Ayah takut dia berbuat apa apa,dia kan tidak pernah seperti ini sebelum nya." ujar Ayah Zam.

ArZa [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang