A Realization

222 20 2
                                    

Aku menang.


Dari semua hal yang menghalangi hubunganku dengan Akagawa-san, aku menang.


Sekarang aku bisa dengan bebas melihat Akagawa-san, bahkan menyentuhnya. Tanpa harus membuang tenaga untuk menyingkirkan orang-orang lain yang mengganggunya.


Ikehara, ibu Akagawa-san, laki-laki lain, bahkan takdirpun tidak akan mampu menyentuh kami lagi.


Akagawa-san menjadi milikku seutuhnya sekarang.


Aku akan hidup bahagia bersama Akagawa-san. Berdua. Selamanya.



"Akagawa-san, ini, makanlah. Aku sudah membuatkannya untukmu." ucapku sambil menyodorkannya sebuah piring berisi makanan manusia. Aku tidak memberinya makanan untuk makhluk sepertiku. Aku tidak membunuhnya. Aku hanya menyeret jiwanya ke duniaku. Jangan berpikir aku sanggup membunuh perempuan yang sangat kusayangi hanya karna aku membunuh orang lain dengan mudahnya. Aku tidak akan pernah sanggup membunuhnya dengan tanganku sendiri.


"Tidak. Terimakasih sudah membuatkanku makanan, tetapi aku tidak ingin makan."


Hufff... ditolak lagi. Ini sudah yang ke-28 kalinya Akagawa-san menolak sesuatu yang kuberikan kepadanya. Dia bahkan enggan untuk memegang tanganku. Aku bahkan belum prenah menyentuh Akagawa-san meskipun sekarang kami sudah berada di dimensi yang sama. Meskipun dunia ini sudah mengizinkanku untuk menyentuhnya, aku tidak dapat menggunakan kesempatan itu dengan baik.


Tetapi, jangankan bersentuhan. Akagawa-san bahkan tidak mau melihatku ataupun menatap mataku. Dia seolah-olah menjadi hidup tanpa jiwa. Dia tidak punya jiwa meskipun dia hidup di dunia yang hanya ditinggali oleh jiwa-jiwa yang sudah tidak memiliki tubuh.


Aku memang sudah menyatukan keberadaan kami berdua, tapi bahkan setelah aku dapat menyentuhnya dengan bebas, apapun yang telah kulakukan untuknya, aku tetap tidak dapat merasakan kebahagiaan dalam sorot matanya.


Apa dia tidak bahagia bersamaku?


Apa hanya aku yang merasa bahagia karna kami dapat bersama, setelah semua yang terjadi?


Apa aku hanya akan membuatnya semakin menderita dengan membuatnya terus bersamaku? Apa aku memang sumber dari semua rasa sakit yang dia rasakan?


Jika benar begitu... berarti, aku adalah lelaki yang paling tidak berguna di duniaku maupun di dunia manusia, aku lelaki paling tidak berguna yang pernah menghirup oksigen di bumi.



"Akagawa-san, kau mau tetap di sini, kan?" tanyaku, mencoba meyakinkan diriku sendiri bahwa semua pemikiranku tadi adalah sesuatu yang salah.


Hatiku remuk seketika setelah melihatnya menjawab pertanyaanku dengan menggelengkan kepalanya.


"Aku hanya ingin hidup normal." jawabnya.


Saat ini, aku merasakan kematian untuk yang kedua kalinya.


Jika aku manusia, aku pasti sudah bunuh diri.


Aku berjalan mendekati Akagawa-san. Kemudian kulingkarkan kedua tanganku di badannya untuk mendekapnya dalam pelukanku. Memeluknya untuk yang kedua kalinya. Kurasakan debaran jantungnya yang masih terasa sama seperti waktu itu.


"Maafkan aku, Akagawa-san..."


Setelah itu, aku merasa seperti surgaku ada di depan mata. Akagawa-san melingkarkan tangannya ke badanku dan mengelus punggungku dengan lembut. Aku tidak tahu bagaimana mendeskripsikannya dengan benar. Perasaan ini tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Tapi, yang jelas, aku sangat sangat bahagia.


Mungkin aku harus mengembalikannya ke dunianya.


Sejak awal, Akagawa-san memang terlalu cepat untuk berada di dunia tempat aku hidup.


— End part 17



finally Stalker almost reach it's ending! The next one will be the last ;w;


i hope more people read Stalker, i'm planning to do something if the reader is enough for me.


i wait for your votes and comments :33 it gives me some spirit in some ways


thank you for reading, hope you like it 'w'//

StalkerWhere stories live. Discover now