18

3.5K 54 0
                                    

Kediaman Ratu tampak asri dengan rimbun pepohonan yang menaunginya. Seakan memisahkannya dengan area lain disekelilingnya. Elizabeth merasa lemas setelah bangun dari tidurnya. Padahal sudah dua hari semenjak Harold mengunjunginya. Tentu dia menurut pada tabib yang selalu memberikan tonik penambah stamina padanya.

Walau begitu, dia tidak mau melewatkan senja yang begitu indah dibelakang kediamannya. Berdiam diri dengan ditemani teh hangat lengkap dengan beberapa camilan. Desau angin sore ikut menyertai santai sorenya. Ditengah sunyinya taman belakang kediamannya. Pelayan pribadinya, Veni mendekat dengan langkah anggun. Elizabeth paham dengan hal yang akan disampaikan pelayannya tersebut. Sebab dia juga menanti laporan yang dia akan sampaikan.

Dua hari ini dia hanya menghabiskan waktunya dengan beristirahat. Berbaring diranjangnya, seraya sesekali mengingat pesan yang ditinggalkan Harold. Mengingatnya membuat Elizabeth bersemu sendiri. Merasa sangat lemah jika sudah berkaitan dengan suaminya itu.

Flasback On

Elizabeth merasakan pening dikepalanya. Ketika terasa terpaan mentari menyorot tubuhnya yang masih terbaring. Mencoba kembali masuk ke dalam mimpi. Namun matanya menyipit melihat cahaya diluar sana yang sudah meninggi. Lantas membuatnya terperanjat, menyadari jadwalnya hari ini.

Dengan tubuh yang masih lemas, tangannya meraih lonceng. Bagaimana mungkin para pelayan tidak ada yang membangunkannya. Tidak tahukah mereka jika hari ini dia harus bertolak ke daerah kekuasan Duke Lanbarg. Dia sudah berjanji untuk datang membuka acara festival yang diselenggarakan setiap musim semi.

Veni dan beberapa pelayan lain tergopoh-gopoh memasuki kamarnya. Dengan kepala menunduk dalam, mereka seakan telah menyadari kesalahan yang baru mereka lakukan. Belum sempat Elizabeth berucap, terlihat Veni sudah mendekat ke arahnya. Masih dengan posisi kepala yang menunduk.

"Selamat siang Yang Mulia Ratu." Sapa Veni dengan tutur kata teratur seperti biasanya.

"Selamat siang. Ini jam berapa? Kenapa tidak ada yang membangunkanku?" Katanya seraya bergerak pelan. Mencoba untuk duduk bersandar, sembari menahan selimut agar tidah meluruh. Dengan sigap pelayan muda itu membantu sang junjungan.

"Ini sudah tengah hari Yang Mulia. Dan memang Baginda Raja melarang kami membangunkan Yang Mulia Ratu." Ucap Veni tenang menjawab seluruh pertanyaan dikepala Elizabeth.

Mengerjabkan mata. Seperti menemui hal baru yang tak pernah dia alami. "Kalian yakin Baginda Raja memerintahkan seperti itu?" tanyanya lagi tidak bisa menahan rasa penasarannya.

"Baginda Raja sendiri yang memberi perintah Yang Mulia." Kembali Veni menjawab dengan suara teratur.

Keanehan yang terasa menyenangkan untuknya. Elizabeth tetap dengan raut wajah tenang. Meski ada sesuatu yang membuncah dihatinya. Terbukti dengan kedua tangannya yang mengerat diantara selimut. Menahan agar selimut itu tidak meluruh dan menampakan tubuh polosnya.

Akhirnya para pelayan memandikannya dengan perlahan. Mereka kompak terdiam mengetahui tubuh sang Ratu dipenuhi ruam. Yaitu tanda kepemilikan yang biasa mereka temui tiap kali tuannya baru dikunjungi sang Raja. Karena pelayan dalam istana selalu bergulir. Jarang ada dari mereka yang bertahan lama. Namun lain dengan di kediaman Ratu. Aturan tersebut tidak berpengaruh padanya. Yang bertugas membagi tempat kerja para pelayan di seluruh istana. Terdengar tidak adil, tapi itulah kenyataannya.

Flash back off

Setelah dua hari mengistirahatkan diri dalam kamar. Barulah waktu senja ini dia memilih keluar. Tentu dengan dibantu Veni, pelayan pribadinya. Sebab akibat aktivitas yang dia lakukan bersama Raja. Sedikit menyisakan nyeri di area pribadinya. Membuatnya sedikit susah berjalan dengan benar.

"Jadi apa kau dapat dari pelayan itu?" pertanyaannya merujuk pada pelayan yang diperintahkan untuk mengawasi kondisi Henna.

"Selama satu bulan ini hanya terhitung lima kali Yang Mulia Raja terlihat bermalam di paviliun Rosella. Seperti Yang Mulia ketahui, kesibukan Baginda Raja sangat mempengaruhi kehidupan pribadinya."

Elizabeth hanya terdiam dengan pandangan kedepan. "Apa kau yakin hanya sebanyak itu Raja terlihat disekitar paviliun itu?" tanyanya merasa kurang yakin. Sebab Harold bisa hampir setiap hari ke paviliun Rosella. Meski pekerjaannya sendiri begitu banyak. Dengan kelihaiannya memimpin, pria tersebut masih dapat meluangkan sedikit waktunya untuk selir muda itu.

"Saya yakin Yang Mulia. Bukankah Raja lebih sering menghabiskan waktu bersama anda beberapa bulan ini." Kata Veni menyadarkan Elizabeth akan kondisi saat ini. Tetap dengan raut wajah tenangnya. Bolehkah dia merasa percaya diri untuk saat ini. Karena merasa diprioritaskan oleh Raja-nya.

"Lalu kemarin, beberapa jam sebelum Raja berangkat bertugas keluar. Beliau menghabiskan waktunya bersama selir Irene. Dari pelayan yang menyampaikan berita ini. Terlihat Raja cukup lama mengunjungi selir pertama." Kembali Veni melanjutkan laporannya.

Elizabeth bahkan baru ingat dengan gadis kecil itu, selir Irene. Karena selama ini kedekatan yang terlihat antara Harold dan gadis itu. Hanya seperti seorang kakak beradik. Bukan terlihat intim seperti suami istri. Tapi sepertinya kali ini pria itu sudah meresmikan pernikahannya.

Sebelah tangannya reflek mengusap perutnya yang sudah terlihat menonjol. Pemikiran bahwa ada kemungkinan mendapat kabar kehamilan dari salah satu selir itu lagi. Membuat sesuatu seakan menekan hatinya. Membiarkannya tertekan sesak dengan perlahan. Namun dia harus kuat, kesadaran bahwa mereka semua memang berbagi. Tentu sampai saat ini Harold sudah berusaha adil pada mereka semua. Sebagai Ratu dia harus berbesar hati menerima itu.

Irene, gadis yang seumuran dengan usia pelayannya. Atau Veni lebih muda, seperti memang pelayan pribadinya lebih muda. Tapi Harold sudah memberikannya pilihan agar tidak memaksakan diri. Namun hal tersebut jelas akan membuat mereka besar kepala. Karena sudah di anggap mampu untuk menggantikan tugasnya sebagai Ratu.

Pembukaan festival beberapa hari lalu harus dibuka bersama Jemima. Selir ke-dua Raja, karena pada waktu itu Irene juga dalam kondisi yang kelelahan. Pastilah gadis kecil itu kewalahan jika harus melayani Harold sepanjang malam. Dia yang bermain hanya beberapa jam saja sudah tumbang lemas. Ditambah saat ini dirinya sedang mengandung.

Melihat raut wajah Veni sekilas. Elizabeth menerka apa yang ada dikepala pelayan pribadinya itu pastilah bukan hal bagus. Meski dalam keadaan mendesak dia juga berpikiran sama. Tapi melakukan hal kotor semacam itu. Seperti dia sedang terancam dengan kehadiran Irene.

Meski apa yang ada dikepalanya terjadi. Dia akan berbahagia untuk Harold. Karena yang dilahirkan oleh para selir sejatinya adalah anaknya juga. Sebelah tangannya masih bergerak lembut mengusap perutnya.

"Apakah tabib atau perawat dari balai kesehatan tampak berkeliaran di area sekitar Hareem?" Tanya Elizabeth kembali memandang lurus ke arah taman.

"Tidak Yang Mulia. Saya tidak mendapati tabib atau perawat yang tampak berkeliaran disekitar Hareem."

Jawaban itu setidaknya membuat Elizabeth sedikit tenang. Sedikit dia bisa membaca maksud dari Harold. Lelaki tersebut akan mempersiapkan sesuatu jika dia memang berniat. Meski hanya sebagai tindakan preventif. Jika tidak ada pergerakan di area sekitar Hareem. Itu berarti pria itu hanya berniat untuk meresmikan pernikahannya saja.

Menghembuskan napas pelan. Dia lalu menghirup teh hangat. Perlahan cairan hangat itu mengalir dikerongkongannya. Efek hangat, membuat pikirannya tenang. Mengukir senyum lembut sembari mengusap lembut perutnya dengan gerakan teratur.

Dia selalu berdoa yang terbaik untuk mereka semua. Bagaimanapun mereka sama-sama wanita Raja. Mereka bertahan disini dengan menjaga tradisi, wibawa dan kehormatan raja. Kerajaan ini dihormati karena keanggunan dari setiap keturunannya.

Dia dijodohkan dengan Harold, dengan konsekuensi yang sudah jelas. Menjaga marwah kerajaan bersama Raja. Dengan kondisi bagaimanapun juga, dia harus bertahan disamping pria itu.

Sang RajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang