23

2.8K 52 1
                                    

Melangkahkan kaki tegas, Harold tetap datar menikmati perjalanannya. Sudah hampir dua minggu sejak kedatangannya dari Utara. Dia belum sempat menemui Henna atau memang belum saatnya. Pikirnya masih rentan menyita perhatian jika dia terlihat memberi banyak perhatian pada selir muda. Meski wanita itu saat ini tengah mengandung. Itu tidak menjadi alasan yang kuat untuk dia terlihat seperti melakukan pengabaian pada istrinya yang lain.

Raut wajahnya tetap datar ketika tiba di kediaman Jemima, Selir ke dua. Disambut oleh kepala pelayan, pria paru baya itu segera mengarahkannya ke ruang makan. Waktu memang bertepatan dengan makan malam. Kedatangannya disambut senyum hangat dari Jemima. Masih dengan mempertahankan formalitas antara mereka. Wanita seperti Jemima memang bisa menenangkan namun juga berbahaya disaat yang sama.

Memulai makan malam, para pelayan sudah meninggalkan mereka. Memberikan privasi pada junjungannya untuk menghabiskan waktu bersama. Hening, tanpa suara disekelilingnya. Tidak juga terdenar dari bunyi alat makan yang mereka pakai. Mereka menunjukan etika yang jelas sebagai bangsawan.

"Bagaimana kabar anda Baginda?" Tanya Jemima setelah selesai dengan minumnya.

"Baik. Bagaimana denganmu?" Harold melempar pertanyaan yang sama tanpa mengalihkan pandangan.

Jemima tersenyum lalu menjawab dengan nada yang tenang. Pria itu memperhatikan ruang makan yang tidak berubah dari terakhir dia berkunjung. Masih sama tanpa ada perububahan sama sekali. Corak hangat menyelimuti ruangan tersebut. Persis seperti selera istrinya, lalu beranjak bangkit meninggalkan ruang makan.

Jemima mengikuti kemana lelaki itu melangkah. Dia segera meminta pelayan menyiapkan teh ketika Raja memasuki ruang duduk.

"Bagaimana kabar ibumu?" Tanya Harold seraya menatap keluar jendela. Melihat sinar bulan yang menyinari malam.

"Beliau dalam keadaan baik Yang Mulia."

Jemima masih merperlihatkan raut hangatnya. Meski Harold sama sekali belum menatap ke arahnya. Kunjungan Raja yang tidak pernah diduga seperti ini. Selalu membuatnya senang kala keberuntungan berpihak padanya. Membuat para selir tidak dapat menebak akan kemana hari-hari Raja akan berlalu. Dengan siapa lelaki itu akan menghabiskan malamnya. Hal tersebut membuat kejutan tersendiri bagi mereka.

"Aku sesekali ingin merasakan kue buatanmu Jemima." Kata Harold sudah menatap penuh ke arah Jemima. Mereka duduk bersebelahan dengan jarak yang lumayan dekat.

Mengulum senyum. Jemima mengingat kunjungan terakhir Raja. Kebetulan saat itu dia baru selesai membuat kue dengan bantuan koki. Awalnya dia tidak yakin, namun setelah mengetahui reaksi Harold. Jemima terkejut sekaligus senang, sebab Raja memuji kuenya buatannya. Tidak disangka jika lelaki itu masih mengingatnya. Bolehkah dia merasa sedikit berbangga diri karena itu.

"Kalau boleh saya akan mengirimkan sendiri kue buatan saya ke kediaman anda Baginda." Katanya sekaligus meminta ijin pada Raja.

"Tentu, kediamanku terbuka untukmu Jemima." Balasnya masih terlihat tenang meski perempuan disampingnya kembali dibuat terkejut.

Seperti ada sesuatu yang meledak dihatinya. Euforia ini terasa sangat menyenangkan. Kedua tangannya meremas gaunnya untuk menahan rasa senang. Kepalanya sedikit menunduk untuk menyembunyikan raut wajah yang sudah tidak bisa dia kendalikan. Ah Jemima terasa kekanakan disaat seperti ini. Sebab hanya Ratu yang bisa keluar masuk kediaman Raja dengan leluasa. Meski tetap harus dengan kesediaan pria itu jika bertemu. Namun bisa masuk kediaman Raja itu adalah kesempatan yang langkah menurutnya. Para selir seperti mereka tentu tidak mempunyai hak untuk berkeliaran dikediaman Raja tanpa persetujuan terlebih dahulu.

Sang RajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang