Jemima menghentikan gerakan tangannya ketika mengingat saat berkunjung ke paviliun Rosella beberapa waktu lalu. Matanya menatap sulaman yang coba dia selesaikan. Hanyut dalam pikirannya sendiri, sementara wanita di sampingnya asik bercerita.
"Ah bukankah selir muda itu sudah mendapat terlalu banyak dari Baginda Raja." Kata Sisilia yang masih dapat terdengar jelas ditelinga Jemima.
Tangannya kembali menusukan jarum dengan gerakan luwes pada kain didepannya. Hanya memasang raut tenang ketika selir ke-tiga mulai menyinggung Henna.
Dia tidak merasa terusik sedikitpun dengan kata-kata yang dilontarkan Sisilia. Gadis itu hanya berusaha mencurahkan unek-unek yang ada dalam dadanya. Yang mungkin selama ini tidak pernah terungkapkan. Tentunya dia juga mempunyai hal yang selama ini hanya cukup dia pendam. Tanpa perlu diungkapkan seperti Sisilia. Dia sosok wanita yang cukup bisa bersikap tenang dan tidak terprovokasi oleh orang lain.
"Dia memang lebih membutuhkan semua perhatian itu daripada kita." Balas Jemima dengan nada tenang dalam suaranya.
Sementara Sisilia tampak takjub dengan wanita yang berada disisinya ini. Karena selalu dapat bersikap tenang dalam situasi apapun. Aura tenang dalam diri wanita itu tentu sangat berpengaruh pada orang disekitarnya. Jemima tidak pernah bersikap sombang atau terkesan merendahkan orang lain. Dia tampak apa adanya, dan tidak tinggi hati meski sering ditunjuk untuk menggantikan Ratu dalam acara tertentu. Tentu dia juga sering diikutsertakan karena kedekatan mereka. Sisilia bersyukur punya kakak perempuan sebaik Jemima.
Menghentikan gerakan menyulamnya. Melihat pola yang dia buat pada sapu tangan tersebut. Pikirannya melayang pada kue-kue yang sering dia berikan untuk Henna. Mengingat sebaik apa bayi tersebut tumbuh dalam perut selir muda itu. Jemima lalu kembali melanjutkan kegiatannya dengan tenang. Dengan pikirannya yang terus mengarah pada Henna.
Jemima memang akrab dengan semua selir bahkan Ratu. Menjaga hubungan baik baginya adalah penting untuk dilakukan. Apalagi dalam lingkungan istana yang hanya terlihat indah dari luar. Orang awan pasti mengira, sangat bahagia bisa menjadi salah satu bagian dari keluarga kerajaan. Dia tidak akan menyalahkan pemikiran tersebut. Karena sejatinya mereka yang diluar sana tidak mengerti bagaimana sulitnya hidup di istana.
Pada kenyataannya, dalam diam mereka saling waspada satu sama lain. Memantau dan mengawasi setiap orang yang mungkin akan dapat melemahkan posisi mereka. Mencari dukungan dengan menjaga hubungan baik memang salah satu cara. Setidaknya dirinya tidak akan dicurigai oleh pihak lain. Karena sikapnya yang terkesan netral dan tidak memihak. Untuk bertahan hidup dan mempertahankan eksistensi memang sebagai selir. Dia harus banyak bergerak.
Dengan menjaga hubungan baik dengan semua anggota keluarga kerajaan. Setidaknya reputasinya dimata semua orang sampai saat ini tidak tercela. Terlepas penampilan dan pembawaannya yang memang wanita bangsawan. Tidak akan ada yang mempertanyakan lagi perihal itu. Namun menjadi hangat dimata keluarga kerajaan. Tentunya akan menaikan penilaian Raja terhadapnya. Mengikis setiap kewaspadaan orang-orang akan dirinya. Semakin sedikit orang yang menaruh minat padanya akan lebih baik.
Seperti saat ketika dia mencoba mendekati selir muda Henna. Semua orang percaya akan ketulusan yang dia perlihatkan. Walau memang hal itu tidak sepenuhnya salah. Sekali lihat, Jemima bisa menilai jika Henna hanya seorang gadis polos yang naif. Tanpa niat yang sepenuhnya buruk, dia berkunjung, beramah-tamah dengan selir tersebut.
Dia memahami jika pergerakannya diawasi oleh Raja. Maka dia hanya membiarkan semua interaksi alami antara mereka. Dia hanya merasa sedikit kesal pada gadis tersebut. Henna, selir baru yang tiba-tiba mendapatkan perhatian Raja. Dan berita kehamilan itu adalah puncaknya. Dia tentu bahagia untuk Raja dan negeri ini. Tapi sebagai wanita yang juga berbagi lelaki yang sama. Dia merasa tidak beruntung sebagai salah satu dari selir Raja.
Meski selir yang lain pasti merasakan hal yang sama. Namun dia lebih memilih memendam semua itu. Bukan seperti Sisilia yang dengan terang-terang menunjukan raut tidak senang. Dia bukan tidak tahu kalau gadis yang sudah dia anggap sebagai adiknya sendiri itu tidak bisa mengontrol emosinya ketika mendengar kabar kehamilan Henna. Berbeda dengannya yang lebih tenang dalam menyikapi kabar itu.
Entah apa yang terlintas dipikirannya. Jemima hanya ingin sedikit melepaskan rasa kesalnya pada Henna. Yah, dia sering mengirimkan selusin kue-kue manis kesukaan perempuan itu. Dengan harapan hubungan mereka semakin dekat. Juga melihat sendiri, bagaimana Henna antusias menikmati kue yang dia berikan.
Kue-kue itu bukan hanya sekedar kue biasa. Dia memang suka menghabiskan waktu untuk membaca. Mengurung diri bersama buku-buku. Dari situlah dia mulai teringat pernah mempelajari berbagai tanaman obat. Bergerak hati-hati dengan memanfaatkan koneksi yang dia miliki. Jemima memastikan perbuatannya tidak diketahui oleh siapapun bahkan Raja sekalipun. Menambahkan sesuatu dalam kue manis itu bukan hal sulit baginya.
Dia bisa membuatnya sendiri jika ingin. Dan hanya Jemima yang mengetahui soal obat yang dia campurkan. Dengan masih memasang raut tenang, dalam hati dia ingin melihat bagaimana perubahan yang di sebabkan oleh kue-kuenya.
Secara rasional, tanpa bantuan obat atau yang lain. Membuat bayi semakin gemuk dalam kandungan bukanlah hal sulit. Bisa terjadi karena memang gen yang dibawa dari ayah atau ibu si bayi. Atau dari pola makan sang ibu, membuat bayi dalam kandungannya gemuk dengan sendirinya.
"Kak bagaimana kalau besok kita mengadakan pesta minum teh. Yah bersama Irene tentunya. Hanya kita bertiga." Katanya terdengar antusias ditelinga Jemima.
Tersenyum lembut. "Itu ide yang bagus Sisilia. Tapi apakah kita tidak sebaiknya menyertakan Henna dalam pesta minum teh kali ini?" tanya Jemima masih dengan raut lembutnya.
Tampak menimbang. Sisilia ingin menolak, namun itu akan semakin menampakan keengganannya berdekatan dengan Henna. Dengan setengah hati, rautnya datar ketika mengangguk, menyetujui usul Jemima.
.
Disebuah tanah lapang, tempat para prajurit berlatih. Harold berjalan tegap dengan aura wibawanya memantau aktivitas ditempat latian. Mengamati secara menyeluruh kegiatan di tempat tersebut. Dari arah kanan, seseorang menghampirinya. Kedatangan pria tersebut tak mendapat respon apapun dari Harold.
Ini adalah kegiatan rutin, selain menghabiskan waktu diruang kerja. Bersama tumpukan dokumen yang tidak pernah habis jumlahnya. Memperhatikan aktivitas ditempat berlatih para prajurit. Meninjau apakah jendralnya melakukan tugasnya dengan benar. Atau hanya melihat-lihat tanpa pernah ikut turun tangan. Meski Harold percaya dengan kemampuannya dalam memimpin.
Tentu menjadi penting, karena merekalah orang-orang yang akan berada digarda terdepan untuk melindungi negeri ini. Memantau adalah salah satu dari upaya menjaga kualitas militer Elmas. Meski negeri mereka makmur dan jarang terjadi gangguan. Namun tidak ada yang bisa menjamin bahwa penyerangan terjadi. Harold sebagai pemimpin tetap harus waspada pada beberapa kerajaan sekitar. Menjalin kerjasama dan hubungan baik belum tentu akan berakhir mudah dan sama-sama menguntungkan. Jika lengah, para duta besar tersebut dapat dengan mudah mencari celah dari Elmas.
"Bagaimana kondisi prajurit kita?" Tanya Harold masih memandang ke depan.
"Baik Yang Mulia. Saya dan para pelatih sering mengadakan duel untuk melihat kemajuan mereka." Jawab Alex, seorang jendral militer Elmas.
Seakan mengerti, Harold tidak bertanya lebih lanjut. Dia paham dengan kemampuan jendralnya dalam mengatur prajurit. Memberikan sebuah peran beserta kepercayaan pada bawahannya. Setidaknya membuat mereka percaya diri dalam menjalankan setiap tugas yang sudah dia amanatkan. Sekidit membahas perihal keadaan dibagian perbatasan Elmas. Puas dengan laporan yang diberikan oleh Jendral, Harold lalu pergi meninggalkan tempat latihan. Membiarkan Jendral dan para pelatih fokus dengan tugasnya. Dia tidak mau terlalu ikut campur soal pelatihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Raja
RomancePernikahan kerajaan yang berdasarkan perjodohan dan dorongan politik tak pernah membuat hatinya ikut luluh. Harold de Vant akhirnya memilih sendirinya selirnya. Dirinya yang semakin muak dengan dorongan para dewan mentri. Memutuskan untuk mengambil...