20

4.8K 88 3
                                    

Menatap danau didepannya. Sisilia sedang menikmati waktu sendiri dibagian selatan istana. Jauh dari hiruk pikuk istana utama. Hanya di temani oleh sang pelayan pribadi, dia ingin menenangkan diri.

Emosinya yang sering meledak-ledak. Memang menjadi salah satu hal mengapa keluarga kerajaan yang lain enggan mendekatinya. Mood yang suka berubah-ubah. Memang cukup membuat dia jarang disukai orang lain. Namun Sisilia dengan sadar memahami semua itu. Dia tidak meminta untuk mereka bisa memahaminya. Bahkan dia mengerti mengapa istri Raja yang lain menatap sebelah mata dirinya.

Sebagai bangsawan memang diberikan pelajaran untuk dapat mengendalikan diri. Ucapan, tingkah laku dan raut wajah. Mungkin Sisilia sedikit berbeda jika dibandingkan dengan istri Raja yang lain. Dia tidak berusaha menarik perhatian. Tapi lain jika dia berhadapan dengan Raja. Sisilia akan menjadi anggun dan seperti nona bangsawan pada umumnya. Yang memiliki manner dan tata krama tak tercela.

Tapi setelah selir muda memasuki istana. Cukup membuat Sisilia geram dengan kehadiran wanita muda tersebut disamping Raja. Apalagi setelah mengetahui kabar kehamilannya. Terlihat makin jarang saja Raja mengunjunginya. Ini membuat hatinya terasa hampa, kosong. Kediamannya terasa lengang, membuatnya bosan. Walau dia sudah disibukan dengan kegiatannya sendiri. Tak jarang juga Jemima mengajaknya jika harus menggantikan tugas Yang Mulia Ratu.

Dia tidak terkejut mendengar berita kehamilan Ratu. Menurutnya Ratu memang pantas mendapatkan keberkahan itu. Mengingat perempuan cerminan ibu negara itu sudah menemani Raja bertahun-tahun. Akan sangat disayangkan jika karena kahadiran selir baru Ratu tersisih dari prioritas Raja.

"Tenangnya." Ucapnya seraya menghembuskan napas lega. Menikmati hembusan hangat angin sore.

Illy tetap dibelakang Sisilia ikut menikmati suasana alam disekelilingnya. Pelayan itu mengerti kekawatiran yang dirasakan oleh junjungannya. Cemas karena semakin tersisih dari sisi Raja. Menjadi selir memang terlihat remeh dimata sebagian orang. Namun baginya, yang hanya seorang pelayan pribadi. Jika selir itu tidak memiliki hati yang cukup lapang. Mungkin para perempuan pilihan itu tidak akan betah menghuni istana.

"Apakah kak Jemima sudah kembali?" Tanya Sisilia masih menyusuri pemandangan indah yang membentang didepannya.

"Beliau baru saja kembali pagi tadi Yang Mulia." Jawab Illy dengan sedikit menundukan kepala.

"Apakau kau sudah mendengar kabar soal kepulangan Raja?" Kembali Sisilia bertanya. Kini perempuan itu sudah mendudukan dirinya diatas bongkahan batu.

"Dari kabar yang saya dengar dari kediaman Raja. Beliau masih dalam perjalanan pulang dari Utara Yang Mulia."

Menyunggingkan senyum manis. Matanya sewarna madunya mengerjab. Sisilia sedikit berharap kali ini Raja akan mengunjunginya. Entah untuk sekedar minum teh atau bercanda dengannya. Dia bahkan sudah lupa kapan terakhir lelaki itu bertandang ke kediamannya. Mereka seringnya tidak sengaja bertemu dijalan. Saling menyapa sekilas, atau kalau Raja sempat. Mereka bisa duduk sebentar disekitar bangku taman. Tapi tidak bisa dipungkiri jika lelaki itu sangat jarang mengunjungi kediamannya.

"Apakah ini rasanya terlupakan?" Tanyanya lirih tanpa bisa didengar oleh siapapun bahkan Illy sekalipun. Hanya hembusan angin yang membawa suaranya menghilang diatas udara.

Hanya Vincent, sang kakak yang juga bekerja sebagai salah satu menteri. Yang sering menghiburnya ditengah rasa sepi. Membawakan beberapa barang untuk menyenangkan hatinya. Semakin memperlihatkan betapa menyedihkannya, kondisinya sebagai selir ke-tiga.

Rambutnya yang sewarna tembaga berkilau. Bergerak ikut tertiup angin senja. Dirinya ditimpa cahaya senja sore begitu terlihat menyilaukan. Mungkin jika bukan seorang selir, dia bisa bebas memilih pasangan hidupnya. Tapi Sisilia harus mensyukuri posisinya sebagai selir saat ini. Posisi yang bahkan dia sendiri tidak menyangka bisa melekat padanya. Jalan yang bukan merupakan sesuatu yang bisa dipilih.

Sang RajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang