Bagian 7

109 7 0
                                    

Tangan aqeela yang tiba tiba ditarik, mau tak mau ia mengikutinya.

Aqeela berusaha mensejajarkan langkahnya agar tidak terjatuh sambil menggerutu.

Kita mau kemana?"

"Udah lo ikut aja."

Selama hampir 15 menit mereka berjalan, akhirnya mereka sampai di sebuah caffe. Alis aqeela terangkat

"Ngapain kita kesini?" Tanya aqeela. Bukannya menjawab, Rassya malah langsung menarik aqeela masuk ke dalam

"Lo tunggu disini, gue pesen dulu." Ujar Rassya.

Tak lama kemudian Rassya datang dengan 2 cangkir minuman yang sudah ia yakini jika itu jus alpukat.

"Ini buat lo." Ujar Rassya sambil mendorong secangkir jus alpukat itu kehadapannya.

Gimana lo tahu kalau gue suka jus alpukat?"

Rassya menggaruk tengkuknya tidak gatal. "Ya gue cuma tebak dan ternyata bener." Kata Rassya kikuk. Aqeela hanya manggut manggut mengerti.

"Kenapa lo ngajak gue kesini?" Tanya aqeela lalu menyedot jus alpukat nya.

Aqeela?" Panggil Rassya membuat aqeela tersadar.

"Ya?"

"Lo denger gak tadi gue ngomong apa?"

Aqeela menggeleng. Memang karena ia tidak mendengar ucapan Rassya, sibuk melamun.

Rassya menghela nafas. "Jadi gini, kalau gue lagi banyak pikiran. Gue suka dateng kesini sambil minum jus, terus mandangin jalanan kota Jakarta yang super duper macet."

Aqeela hanya diam mendengarkan. Memang benar, dari atas sini ia bisa melihat jalanan kota Jakarta yang macet seperti biasanya. Sambil menikmati jus alpukat mungkin rasanya enak juga. Apalagi cuaca hujan seperti ini.

"Makasih ya sya." Kata aqeela sambil tersenyum tulus. Kali ini benar-benar tulus. Rassya sempat terdiam lalu balas tersenyum. Tidak menyangka dengan Reaksi aqeela.

"btw, kok kita bisa sama² suka jus alpukat sih."

Kali ini aqeela tertawa karena laki-laki didepannya.

*Skippp

Ruangan yang tadinya gelap berubah terang saat aqeela menyalakan saklar lampu. Keadaan Rumahnya kali ini sama seperti biasanya, selalu berantakan.

Aqeela menghembuskan nafas lelah. Selalu seperti ini.

"Kak." Panggil aqeela ketika masuk kedalam kamar kakaknya. Matanya membelalak kaget saat melihat kakaknya tergeletak pingsan.

"Kakak! Bi bi tami." Panggil aqeela panik. Ia terus mengguncang- guncangkan badan kakaknya.

Tak lama kemudian, bi tami datang dengan

tergopoh - gopoh. "Iya non?"

"Bi tolong panggil pak aji bi cepet kita bawa kk ke rumah sakit!"

Bi tami mengangguk patuh " Maaf non dari tadi saya di dapur."

Aqeela mengangguk mengerti. Bi tami pun pergi memanggil pak aji supir keluarga mereka.

Wajah aqeela sudah memerah, menahan tangisan. Lagi - lagi kejadian seperti ini terulang untuk sekian kalinya.

Ada saatnya dimana seseorang mengalami penurunan drastis saat hidupnya. Ini bukan tentang ekonomi ataupun yang lainnya. Aqeela tidak pernah peduli jika ia berada atau apapun itu.

Tapi yang aqeela mau hanya keluarganya. Keluarga yang bahagia seperti kisah kisah dalam dongeng yang sering kakaknya ceritakan sebelum tidur waktu ia kecil.

Dulu keluarga mereka saling melengkapi. Hingga suatu hari semuanya hancur dalam sekejap.

Aqeela tidak pernah menyalahkan takdir. Tidak pernah. Ia tahu ini hanya sebuah ujian dengan akhir yang bahagia. Tapi sampai kapan?

"Kakakmu sepertinya sangat tertekan dan psikisnya sedikit terganggu aqeela."

Sebuah Rantaian kalimat yang membuat aqeela berhenti bernafas. Mati Rasa. Lidahnya terasa kelu. Kali ini luka di hatinya semakin terbuka menimbulkan rasa sakit yang teramat perih.

"Terus saya harus bagaimana dok?" Tanya aqeela dengan nada bergetar.

Dokter nopi, dokter kepercayaan keluarga mereka menghela nafas pasrah. Menatap aqeela prihatin.

"Kita harus melakukan terapi aqeela, tapi beritahu orangtuamu dulu." Jawab Dokter nopi.

Aqeela tertawa getir.

MENYERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang