[6] Mantan

16 3 0
                                    

"Aku nggak kayak gitu lagi, kok." Rian mengedip dan tersenyum, membuat palung di pipi kirinya kelihatan. Entah di pipi kanan, aku nggak bisa lihat. Palung itu membuat mukanya manis banget.

Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Gini ya rasanya jatuh cinta.

Namun, yang paling bikin kaget itu waktu dia tiba-tiba meraih tanganku sementara kami menuruni tangga menuju salah satu lounge bundar di tengah komplek gedung perkantoran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Namun, yang paling bikin kaget itu waktu dia tiba-tiba meraih tanganku sementara kami menuruni tangga menuju salah satu lounge bundar di tengah komplek gedung perkantoran. Padahal aku lagi terkagum-kagum melihat konsep restoran itu. Suara gemericik air terdengar jelas karena lounge-lounge itu dibangun di atas sungai buatan. Seumur-umur di ibukota, baru sekarang aku masuk ke gedung ini. Nggak heran sih, karena lokasinya juga di area bisnis Jakarta. Mana pernah aku punya keperluan ke sini.

"Itu temanku," Rian menunjuk salah satu lounge bundar. Genggamannya makin erat. Tanganku rasanya berkeringat. "Ayo."

Lounge itu nggak terlalu besar. Ada dua sofa nyaman dengan bantal-bantal cantik, tiga sofa bundar warna-warni tanpa sandaran, dan dua kursi rotan bersandaran tinggi yang mengelilingi tiga perempat bagiannya. Ada beberapa meja kopi berbentuk persegi, lampu-lampu, dan pagar kayu mengelilingi bundaran lounge. Di bawah kami ada air, di sekeliling ada longue lainnya.

Aku memusatkan perhatian ke teman-teman Rian. Ada tiga pasang cowok dan cewek dan langsung saja aku tahu siapa yang membuat acara ini. Pasti cewek yang paling dandanannya paling all-out itu. Dia cantik dan langsing, gaunnya warna kuning tanpa lengan dengan ikat pinggang keemasan. Rambutnya disatukan ke satu sisi, membentuk lingkaran spiral besar-besar. Dia juga memakai mahkota warna emas kecil di rambutnya. Agak kekanakan, menurutku.

"Haaaaaai! Riaaaaan!" dia berseru manja, mengerling padaku dengan pandangan ingin tahu. "Wah, bawa gandengan sekarang!"

Rian cuma ketawa, melepas genggamannya. Habis cipika-cipiki dengan gadis itu, dia meraih jemariku lagi.

Dan kenapa ya, aku nggak bisa menolak? Padahal kan kami bukan lagi pacaran. Atau mungkin aku sudah menganggap diri sebagai kekasih Rian?

"Ini Leia," kata Rian pada gadis itu, "Dia magang di kantor gue. Anak kuliahan."

"Wow! Masih muda banget! Pinter nih Rian, nyari ganti yang muda," celetuk gadis lain yang tiba-tiba mendekat sambil memainkan selinting rokok putih.

Kuamati dia. Wajahnya khas Batak dengan garis rahang tegas. Dari pakaian dan gelang emas yang dikelilingi batu mulia, kelihatannya dia berasal dari golongan borju. Buset. Masih ada ya orang yang mau memakai perhiasan semencolok itu! Pakai anting berlian kecil saja aku takut.

Cewek itu tersenyum sambil mengulurkan tangan. Kilat cahaya membuat mataku memandang ke bawah. Wow. Cincinnya pun bermata berlian.

"Chelsea. Mantannya Rian. Sekarang aku udah tunangan. Ini tunanganku," dia menarik lengan cowok yang dari tadi ngobrol dengan cowok satu lagi. Dia menurut saja waktu Chelsea menariknya.

STMJ [TELAH TERBIT BY GRAMEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang