[1] Geng Jomlo

137 12 2
                                    


Seperti umumnya kos-kosan mahasiswa di seluruh dunia, rumah kos Pegasus sepi kalau lagi libur semester

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti umumnya kos-kosan mahasiswa di seluruh dunia, rumah kos Pegasus sepi kalau lagi libur semester. Penghuninya pulang ke rumah orang tua masing-masing. Kalaupun masih ada yang tinggal, paling-paling cuma satu-dua orang.

Tapi siang itu di pertengahan bulan Agustus, ketika tahun akademis masih jauh dari mulai, aku dan empat sahabat yang menamakan diri "Lima Sekampus" berkumpul di teras kolam renang yang airnya lagi dikuras habis.

Iya, kolam renang dalam rumah. Ini memang daya tarik kos-kosan yang terbilang eksklusif itu. Kolam biru seluas enam puluh meter persegi membagi Pegasus jadi dua bagian: sebelah kiri buat cowok, sebelah kanan buat cewek. CCTV di setiap sudut dan seorang lelaki lima puluhan bertampang masam yang menjadi penjaga rumah memastikan Pegasus nggak disalahgunakan jadi tempat mesum – salah satu resiko rumah kos campuran.

Itu sebabnya kami cuma bisa berkumpul di area terbuka: teras kolam renang. Pilihan lainnya, taman. Tapi aku alergi serbuk tanaman.

"Ya ampun, gerahnya. Kenapa sih kolam renang dikosongin? Apa gunanya ada kolam kalau kita nggak bisa berenang!" keluhku sambil menyatukan rambut dengan tangan dan mengangkatnya ke atas kepala.

"Nah. Gitulah kalok anak baru Pegasus. Tak paham kebiasaan di sini." sahut Gomos malas. Biarpun sudah tiga tahun di Jakarta, logat Medannya tetap dipertahankan. Malahan cowok bernama lengkap Linggom Oskar Rajagukguk itu sering dengan sengaja pakai bahasa daerah. Gomos bilang, itu supaya orang tahu dia Batak. Habis, mukanya nggak ada batak-bataknya. Yah, senasib sih denganku.

"Nanti bulan Oktober diisi lagi, kok, Beb. Kalo libur semester kan nggak ada yang berenang," jelas Liz, lalu menyeruput es jeruknya sampai tandas. Dia mengeluh gelasnya bocor. Cewek bernama asli Eliza ini suka kegiatan outdoor. Kalau ada paket snorkeling atau hiking yang terjangkau, dia pasti ikut.

Kami diam lagi selama dua menit yang gerah. Tapi masih lumayan di sini, di luar. Di kamar malahan lebih panas lagi. Plus, nggak semua bisa masuk ke sana.

"Tukeran dong, Gom. Aku pengin rebahan nih," celetuk Carrie, gadis yang satu lagi. Suaranya tenang, setenang ekspresi wajahnya sehari-hari.

Dalam hitungan detik Gomos duduk, mengumpulkan jiwa sebentar, lalu memberikan tempatnya pada Carrie. Sebenarnya ada tiga beach chair di setiap sisi panjang kolam renang, tapi yang sebuah lagi dicat sama Pak Otto, pengawas bertampang masam. Sisa dua, dikuasai sama Gomos dan Liz. Sedangkan Carrie, Joe, dan aku duduk di kursi rotan yang disusun melingkar, berdekatan dengan beach chair yang juga didekatkan. Tujuannya apa lagi selain supaya kami bisa ngobrol dengan nyaman.

"Makasih ya, Bang Gom!" Carrie tersenyum manis, membuat senyum lebar di wajah Gomos yang memerah tiba-tiba.

"Enak banget ya ngekos di sini," Carrie memandang ke langit sore yang teduh. Dia berbaring telentang dengan kedua tangan sebagai alas kepala. Matahari sudah mau terbenam, tapi udara tetap saja gerah.

"Bayarannya juga enak," ujar Liz. "Sebenernya gue nggak milih Pegasus, soalnya mahal. Tapi nyokap maksa. Demi keamanan dan kenyamanan gue, katanya. Mongkosong. Buktinya gue sekos ama Gomos."

"Pujian itu, kan?" Kelopak mata Gomos membuka sedikit.

"Udah bagus kalian boleh kos," celetuk Carrie. "Aku minta ngekos, nggak pernah diizinin."

"Yaelah, rumah lo deket gitu, ngapain kos!" timpal Liz sambil terkekeh.

"Tapi kan aku pengin deket kalian, ma bes prens!"

"Bilang aja lo pengin deket gebetan lo itu." Liz mengedipkan sebelah mata. "Anak Hukum itu, kan?"

"Carrie naksir anak Hukum?" Gomos terkejut. "Cemmana pulak! Kurang ganteng rupanya anak Ilkom?"

"Ganteng kok. Apalagi Bang Gomos," Carrie tersenyum lagi. "Tapi si anak Hukum itu bikin penasaran."

Geli melihat Gomos yang tiba-tiba gelisah kayak mau bunuh orang. Mungkin si anak Hukum itu yang mau dia bunuh. Aku sudah lama tahu, Gomos naksir Carrie. Sayangnya Carrie nggak peka. Persis kayak ---

Ah, sudahlah.

"Berarti gue hoki banget bisa dapat kamar, ya!" celetukku, mengalihkan pikiran dari cowok yang baru saja menyusup pelan-pelan di kepala. Aku baru masuk Pegasus dua minggu lalu. Untung ada Liz yang kasih info cepat dan akurat waktu ada anak Pegasus yang lulus dan pindah. Gomos juga anak Pegasus, tapi dia cowok. Info dari Gomos bakal berguna kalau Joe, cowok yang satu lagi, berminat pindah dari kos-kosan Racer yang khusus kaum adam itu.

"Tanggung sebetulnya, nguli cuma tinggal setahun," kata Liz. "Tapi gue seneng lo di sini, Lei. Minimal si Gomos punya pilihan lain buat dicerewetin."

"Eee, tahe. Bukan cerewet, itu, Liz. Perhatian, itu!" tukas Gomos, sedikit kesal. Dia menumpu kedua kaki ke ujung meja. "Cemmana nggak panik awak pas kau belum pulang jam sebelas malam!"

"Itu kan gara-gara ojek gue pecah ban! Mau cari ganti, lama."

"Kenapa nggak telpon aku aja?" Akhirnya Joe ikut meramaikan obrolan tanpa tujuan itu. Dia satu-satunya dari kami yang punya motor dan nyambi sebagai supir ojol. "Biar jauh, pasti kusamperin."

Kami tahu Joe menawarkan menjemput Liz sebagai teman, bukan sebagai supir ojek. Dia sudah pernah menekankan ini waktu baru mulai ngojek. Kami nggak usah sungkan minta tolong jemput kalau kemalaman atau darurat, katanya,

"Nggak enak, lah. Siapa tahu lo lagi narik juga," Liz menurunkan intonasi yang sempat naik. 



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
STMJ [TELAH TERBIT BY GRAMEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang