Penawaran Berbau Ancaman

471 49 48
                                    

Kali yang kedua ini rasanya masih sama menyiksa. Masih sama merasakan sakit dan masih juga Bintang yang mengalaminya. Sebut saja mual-mual dan muntah, hingga badan yang kemudian demam tinggi. Setelah nekat menyusul Ryana ke ruangan kerjanya padahal Buntang belum sepenuhnya dinyatakan pulih kondisinya, bahkan nekat melepas selang infus secara kasar. 

Bintang ambruk. Bumi bahkan sampai kesusahan menggotong tubuh lemah adiknya itu dari ruang kerja Ryana untuk kembali mendapatkan tindakan medis.

"Anak itu bener-bener nyusahin." Bumi menggerutu kesal.

Bintang baru saja diantarkan suster menuju ruang rawatnya. Sebab kondisi yang belum membaik, Bumi dan Ryana sepakat untuk merawat inap Bintang meskipun si bungsu itu meronta-ronta kesal karena tidak betah menginap di rumah sakit. Pada akhirnya Bintang pasrah, satu lawan dua, jelas dia akan kalah melawan Ryana dan Bumi yang kekeuh.

"Gimana keadaan Bintang, Mi?" tanya Mama khawatir.

"Ya, seperti biasanya, Ma. Penyakit aneh yang cuma Bintang yang punya."

"Tapi kasihan juga ya, tiap Ryana hamil, selalu Bintang yang jadi korban sengsaranya. Wah, kalo papa sih nggak mau ya kaya gitu. Untung 3x Mama hamil, Papa baik-baik aja," timpal Pak Surya.

Ryana, Mama dan Papa kompak tertawa. Seakan paham hal yang sudah kerap kali terjadi pada Bintang dan sampai detik ini belum mereka dapatkan jawaban logisnya.

"Ya begitulah anak Papa itu, aneh tapi untung masih kuat dia."

Hanya Bintang yang punya keanehan itu. Namun, Bintang berada dalam lingkungan keluarga yang saling merangkulnya seberapa pun susah keadaan yang dihadapinya. Untuk alasan ini, Mama berharap Bintang bisa mulai melunak dan kembali ke tempat di mana seharusnya Bintang begitu diperhatikan. Mama hanya takut, jarak yang menjadi penghalang mereka justru membuat Bintang semakin sulit menjalani kehidupannya tanpa dukungan dari orang terdekatnya.

"Coba nanti Mama ngomong sama Bintang buat tinggal di sini aja. Bisa saja pekerjaan dia di Bali ditinggal. Mama nggak tega kalau dia harus hidup sendirian di sana dengan keadaan yang seperti ini."

Meskipun Ryana tahu, membujuk Bintang adalah pekerjaan yang tidak mudah, dalam hati Ryana turut mengamini permintaan ibu mertuanya.

***

Bintang mengerjap. Terbangun dari tidur yang entah berapa lamanya. Langit-langit putih menyapa penglihatannya. Kepalanya pening, Bintang mengernyit.

"Kamu udah bangun?" Suara Ryana.

Bintang menoleh, istrinya itu berada di samping tempat tidur Bintang. Baru sadar kalau satu tangannya sejak tadi digenggam erat oleh Ryana.

"Haus," lirih Bintang. 

Ryana gegas mengambil gelas yang sudah disiapkan sedotan di atas nakas.

"Nggak usah banyak gerak, kamu minum pelan-pelan saja pake sedotan ini." Ryana membantu Bintang setengah duduk dan meminum separuh isi gelasnya dengan hati-hati.

Selesai minum, Ryana membantu Bintang untuk rebah kembali.

"Are you okay?"

Bintang mengangguk pelan. Terakhir seingatnya, ia muntah-muntah hebat saat Ryana menemaninya, setelahnya Bintang tidak ingat apa-apa lagi karena kepalanya terlalu pusing.

"Mama udah pamit pulang, Papa balik ke kantor. Bang Bumi masih ada pasien dan Biru ikut pulang sama Mama."

"Kamu nggak kerja?"

"Kamu kan juga pasien aku, ini aku lagi kerja ngurusin pasien aku."

Bintang terkekeh. "Enak banget ya pasiennya diurusin langsung sama dokternya."

KintsugiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang