Hati-Hati di Jalan

435 42 28
                                    

Selamat datang di bab nano-nano.
Bab yang ada isi manisnya
Ada isi asemnya
Ada isi pahitnya
Rame rasanya 😂😂😂
Bab ini sudah masuk turning point untuk memulai konflik besar dari cerita ini.
Selamat menikmati sebelum badai api menyerang🤣

Jangan lupa tinggalkan vote dan komen kalian zheyenk..

***

Jika ada kategori pawang terhebat yang bisa meluluhkan hati seorang anak bernama Langit Biru, maka Bumi wajib diberikan piala atas kemenangannya. Hal itu dibuktikan langsung dengan segala tindak-tanduknya, tidak butuh banyak usaha untuk meluluhkan hati Biru bagi Bumi. Bintang dan Ryana juga bisa angkat tangan. Selain manja pada ibunya, bocah itu memang mendapatkan cukup banyak curahan kasih sayang yang tidak didapatkannya dari sang ayah dari Om Bumi.

Bintang mengakui dia sedikit cemburu untuk hal itu. Namun, keadaanlah yang membuat jarak cukup renggang antara dirinya dan Biru.

"Diminum dulu." Bintang meletakkan secangkir teh hangat yang dibuatnya sendiri di pantry rumah sakit. "Biar enakan."

Ryana mengambil teh buatan Bintang dan meneguknya perlahan. Ibu muda itu sudah jauh lebih tenang saat tadi Bintang mengatakan kalau Biru berada di ruangan Bumi dan baik-baik saja. Sekarang hanya tersisa Bintang dan Ryana di ruang kerja Ryana.

"Kamu jadi pulang hari ini?"

Bintang mengangguk. "Nggak mungkin aku tunda lagi. Anak-anak di sanggar butuh aku, apalagi Pak Made. Banyak pekerjaan yang terbengkalai selama aku pergi."

"Iya, aku tau. Maaf ya udah bikin kamu terlalu lama di sini."

Bintang menghela napas berat. "Tapi sepertinya aku nggak jadi bawa Biru."

"Kenapa?"

"Aku nggak tega. Lihat dia nangis seperti tadi, terus kesedihan dia karena tau dia mau punya adik. Ini adil nggak sih buat dia? Lalu aku pisahin Biru sama kamu. Kok kayanya aku jahat banget gitu loh, Ry."

"Tang." Ryana mengambil satu tangan Bintang di atas paha laki-laki itu. Sorot matanya menghantarkan teduh. "Kita udah bicara soal ini matang-matang kan? Aku butuh kerja sama kamu. Aku nggak bisa bawa Biru terus-terusan bergantung sama aku. Dia masih punya kamu. Selama ini bonding kalian sangat lemah, bahkan bisa dibilang sangat kurang interaksi. Mungkin dengan begini, kalian bisa membangun kedekatan dari hati ke hati."

"Tapi, aku nggak tega sama Biru, Ry."

Hari-hari sulit memang pernah dilewati Ryana. Tanpa Bintang, tanpa ada sosok yang menopang. Bulan-bulan awal kepergian Bintang adalah bulan terberat kehidupan Ryana. Biru saat itu memang belum mengerti apa-apa tentang keberadaan ayahnya. Usianya juga masih hitungan bulan saat Bintang pergi. Namun, malam-malam panjang Ryana pernah diisi oleh suara tangis Biru yang hanya bisa tenang kala kamar mereka diisi harum aroma parfum milik Bintang yang sempat tertinggal kala itu. Bintang pernah seberharga itu di mata Biru. Anak sekecil Biru yang belum mengerti apa-apa hanya bisa tenang mengikuti instingnya lewat aroma yang bisa dia kenali, Biru tahu ayahnya tidak akan pergi jauh. Sayangnya, Ryana tidak pernah menceritakan itu pada Bintang takut-takut Bintang kepikiran dan malah dibebani rasa bersalah.

KintsugiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang