Kini madara kembali dikelilingi oleh orang orang yak tak ia kenal. Orang orang ini datang bersamaan setelah izuna yang tiba tiba berlari keluar, sepertinya izuna lah yang memanggil mereka semua.
Tubuh madara diperiksa dengan hati hati, beberapa pertanyaan juga dilontarkan, dan madara hanya menjawab dengan anggukan atau gelengan.
Sejujurnya madara tak terlalu suka tubuhnya disentuh oleh orang orang ini, tapi melihat izuna yang sedang sangat khawatir dan sepertinya ialah yang membawa orang orang ini, madara tak ingin berkomentar.
"Madara san, apa kepalamu terasa sakit?"
Madara mengangguk.
"Bagaimana dengan bagian lain? Ada yang terasa sakit?"
Madara awalnya ingin menggeleng tapi tiba tiba ia merasa sakit di bagian dada kirinya, madara pun menunjuk ke arah bagian tubuhnya yang sakit.
"Dokter, bagaimana keadaan kakak ku?"
"Kita akan lihat perubahannya setelah kakakmu beristirahat, jika ia masih merasa sakit, maka kami akan segera melakukan tindakan. Jangan cemas, masa kritisnya sudah lewat."
Izuna menganggukkan kepalanya, membungkuk sambil mengatakan terimakasih saat dokter—yang madara dengar dari percakapan izuna— dan beberapa orang asing itu keluar dari ruangannya.
Madara melihat izuna yang merogoh saku celananya, mengeluarkan benda pipih berwarna hitam kecil lalu memainkannya. Setelah itu benda tersebut ia masukkan kembali kedalam saku nya.
"Oniisan, apa kau lapar?"
Izuna sepertinya menyadari kecanggungan yang tercipta diantara mereka berdua sehingga ia memutuskan untuk membuka percakapan terlebih dahulu.
Madara tak menjawab pertanyaan izuna. Izuna pun menghela nafas lalu kembali duduk di bangku sebelah ranjang madara.
"Niisan, istirahatlah terlebih dahulu, mama dan papa baru bisa kesini besok, jika butuh sesuatu katakan padaku, oke?"
Izuna merapikan selimut yang madara kenakan, sedangkan yang lebih tua hanya duduk terdiam sambil memperhatikan.
Tapi tiba tiba izuna menghentikan kegiatan merapikan selimutnya saat ia merasakan tangan madara membelai pipi kirinya.
Izuna membeku, terlebih saat ia melihat mata madara yang menatapnya sangat dalam.
Sedangkan madara, ia tak tahu harus mengatakan apa. Jauh di dalam hatinya ada keinginan untuk berteriak meminta maaf dan mengatakan semua penyesalannya pada izuna karena tak berhasil melindunginya dengan baik.
Lamunan madara buyar saat ia merasakan tangannya yang menempel pada pipi sang adik terasa basah. Bisa madara lihat izuna kini tengah menangis.
Madara sangat terkejut. Ia dengan spontan menarik tangannya, tapi memudian izuna lah yang mendekat dan memeluk erat sang kakak.
"Hiks... kau— kau huwaa!!!"
Izuna terus terisak sambil memeluk madara dengan semakin kencang, membuat madara tak tahu harus melakukan apa.
"J...jangan lakukan itu lagi.. hiks... jantungmu jangan berhenti berdetak lagi, kakak bodoh! Apa kau tau bagaimana rasanya saat melihat perawat perawat itu menutupi wajahmu dengan kain putih?! Aku— aku akan membunuhmu jika kau mati lagi!!"
Tapi setelah mengatakan itu izuna pun menggelengkan kepalanya.
"Ah, tidak tidak, niisan tidak pernah mati. Itu pasti kesalahan para dokter dan monitor jelek tua kusam bau itu, ya... niisan baik baik saja, mereka yang salah."
Madara tak terlalu mengerti apa yang izuna katakan tapi ia hanya tersenyum saat melihat izuna merengek seperti anak kecil.
"JANGAN LIHAT AKU! INI TAK SEPERTI YANG NIISAN PIKIRKAN! AKU TIDAK MENANGIS!"
"Ingusmu keluar tuh."
"ONIISAN!"
Madara tertawa sedangkan izuna memukul kecil lengan madara tetapi tentu saja sama sekali tidak menyakitinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
second chance [hashimada]
Fanfictionhal terakhir yang madara ingat sebelum tiba tiba tak bisa merasakan apapun adalah hashirama yang memeluknya dan ia yang berjalan kedalam kobaran api untuk menebus segala dosa dosa yang telah diperbuat, tapi saat terbangun dengan banyak selang yang d...