Madara tak henti hentinya mengetukkan jari ke meja belajarnya.
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat lima menit tapi sang guru private yang ayahnya katakan tak kunjung tiba, itu membuat madara kesal sendiri.
Sejak madara mengetahui jika yang selama ini mengantar jemput adiknya ke sekolah adalah si senju, ia benar benar tak bisa tenang. Itu seperti membiarkan izuna masuk ke kandang harimau lapar tanpa chakra, tanpa senjata, dan tanpa apa apa sendirian.
Ia sempat berdebat dengan ibu dan ayahnya tentang hal ini.
"TIDAK TIDAK TIDAK! AKU TIDAK BISA MEMBIARKANNYA! IBU, AKU AKAN PERGI MENGANTAR IZUNA!"
"Kau bahkan tak tau dimana sekolahmu..."
Jleb
Sial, madara tak dapat mengelak.
"Madara, pergilah ke kamar dan tunggu guru mu, oke? Setelah kau bisa bersekolah lagi, kau akan pergi ke sekolah bersama izuna."
"Hanya aku dan izuna? Tidak ada senju kan???"
"Ya, hanya kau dan izuna, tidak ada tobirama."
Itu adalah awal mengapa madara menjadi sangat tidak sabaran dalam hal menunggu. Ia ingin secepatnya bisa kesekolah dan menjauhkan tobirama dari izuna.
Walaupun madara tak tahu bagaimana keadaan sekolah di zaman ini, atau apa saja yang akan ia pelajari, madara tidak peduli. Yang terpenting adalah menjaga adiknya tetap aman terlebih dahulu.
Setelah madara beberapa kali mengetuk kembali jarinya dengan kesal, tiba tiba ia mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya, refleks madara pun berdiri.
Tak lama pintu kamarnya terbuka, memperlihatkan sang ayah dan orang asing yang berdiri di belakangnya.
"Madara, guru mu sudah tiba, beri salam padanya dan belajarlah dengan baik, mengerti?"
Madara masih memasang wajah sedikit kesal. Guru ini membuatnya menunggu sedikit lebih lama. Setelah sang guru berbasa basi dengan ayahnya sesaat, ia pun memasuki kamar madara dan kini hanya ada mereka berdua di ruangan itu.
Sang guru yang masih tampak muda tersenyum canggung saat menyadari madara menatapnya dengan ekspresi kesal.
"Oke.. eh.. halo madara, maaf atas keterlambatanku hari ini, tiba tiba aku ada urusan mendadak, sebelum kita memulai pelajaran bagaimana jika kita berkenalan dulu...?"
Madara hanya mengangguk singkat.
"Eh.. kalo begitu... sialahkan perkenalkan dirimu terlebih dahulu."
"Uchiha madara."
"... sudah..?"
Madara mengangguk.
Sang guru kembali tersenyum cangung, haha, ini bahkan lebih sulit dari yang ia bayangkan.
"Baiklah, kalau begitu kurasa ini giliranku untuk memperkenalkan diri. Ekhm, nama ku hamura otsutsuki, silahkan panggil aku dengan sebutan yang kau inginkan. Oh, rambut biru ku ini memang warna aslinya, aku tidak pernah mewarnai rambutku jadi sebagai pelajar aku sarankan kau juga tidak mewarnai rambutmu, aku suka makanan pedas, aku memiliki satu kakak, dan warna favoritku adalah putih, lalu... eum.. apalagi ya..."
Sembari mendengar hamura berceloteh, madara kini tengah mematung.
Apa tadi yang gurunya bilang? Otsutsuki...?
Otsusuki... kaguya otsutsuki... hagoromo otsutsuki...
Hagoromo... adik...
Hagoromo otsustsuki... hamura otsutsuki...
Hamura otsusmtsuki... dia adalah.. aDIK DARI HAGOROMO OTSUTSUKI?!
Madara sungguh tak percaya. Saat perang shinobi keempat ia memang sempat mendengar hagoromo bercerita tentang adiknya, dan tentu saja nama hamura banyak terdapat dalam legenda legenda shinobi yang madara pelajari, tapi tak seperti hagoromo, dimasa lalu madara tidak pernah mendapat kesempatan untuk bertemu dengan hamura otsutsuki.
"... sepertinya hanya itu bisa aku beri tahu tentang diriku, baiklah setelah ini ayo kita mulai pelajarannya. Mohon bantuannya ya, madara."
Tubuh madara mematung, entah mengapa ia secara tak sadar bersikap sangat hormat pada guru private nya ini, rasa kesalnya lenyap entah kemana.
Hei, yang berdiri di depannya ini adalah salah satu dari orang orang pertama di bumi yang memiliki chakra.
Dulu sih, tapi ya tetap saja.
Madara membungkukkan badannya sembilan puluh derajat, "m-mohon bantuannya, hamura sama!"
"E.. EH?! MENGAPA KAU JADI FORMAL BEGITU?! MADARA TOLONG TEGAPKAN BADANMU...!!"
"Baiklah, sepertinya cukup untuk hari ini."
Saat ini madara bahkan tak sanggup untuk mengangkat kepalanya yang sudah terkapar lemas di meja.
Otak madara panas. Jika bisa divisualisasikan mungkin saat ini kepala madara sudah mengeluarkan asap. Madara benar benar pusing.
Ini semua karena materi pelajaran yang tengah ia pelajari.
Sedari tadi kadara tak henti hentinya mengutuk pelajaran di zaman ini. Apa apaan ini semua? Mengapa begitu banyak angka dan sejarah yang berbeda? Terlalu banyak hukum undang undang yang di pelajari, dan teori teori permainan olahraga yang aneh, mengapa semua permainan kini memiliki aturan? Tidakkah jika kalian ingin main bola maka lempar atau tendang saja sesuka hatimu hingga kau lelah? Dan mengapa... AH! TERLALU BANYAK MENGAPA!
"Madara, aku akan turun ke bawah dan berpamitan dengan orang tua mu, sebelum aku pulang apakah ada hal yang ingin kau tanyakan?"
Madara menggelengkan kepalanya lemas.
Hamura yang melihat madara kini tampak tak berdaya hanya tersenyum kasihan lalu mengusap pucuk kepalanya, "baiklah, sekarang kau beristirahat, oke? Nanti jika sudah baikan kau harus sering mengulang ngulang semua materi yang aku ajarkan tadi, dan jika ada hal yang ingin kau tanyakan, kau bisa menghubungiku melalui handphone mu, tadi kita sudah bertukar nomor kan?"
Madara sekali lagi hanya mengangguk.
"Baiklah, aku pulang ya madara. Besok kita akan berjumpa lagi. Berjuanglah, madara kun!"
"Baik, terima kasih sensei..."
Setelah sang guru keluar dan pintu kamar kembali tertutup madara kini benar benar membaringkan dirinya di lantai kamar.
"APA APAAN INI?! APA YANG ANAK ZAMAN INI PELAJARI?! INI NERAKA! MENGAPA ANGKA ANGKA INI ADA DI BUKU PELAJARAN?! AAGGGHHH!! AKU INGIN KEMBALI BELAJAR MELEMPAR KUNAI!!"
Madara terus berteriak sembari tidur telentang dan memukul angin di hadapannya.
Sejujurnya madara bukannya tak mengerti, ia sangat paham malah dengan materi yang di pelajari. Hei, kita sedang berbicara tentang uchiha madara, jangan ragukan kemampuan otaknya untuk menganalisis dan mengingat sesuatu, pelajaran pelajaran yang tadi ia lihat kini sudah tersusun apik dalam otaknya, ia mengingat semua detail yang gurunya ajari tadi.
Semua keluhan yang ia keluarkan hanya bentuk dari keterkejutan dirinya atas zaman ini.
Madara mendudukkan dirinya lalu beranjak pergi ke kasur, ia ingin mengistirahatkan badannya terlebih dahulu sebelum kembali mengulang materi seperti yang gurunya perintahkan.
'Berjuanglah, madara! Demi izuna!'
KAMU SEDANG MEMBACA
second chance [hashimada]
Fanfictionhal terakhir yang madara ingat sebelum tiba tiba tak bisa merasakan apapun adalah hashirama yang memeluknya dan ia yang berjalan kedalam kobaran api untuk menebus segala dosa dosa yang telah diperbuat, tapi saat terbangun dengan banyak selang yang d...