Madara membuka mata saat ia mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya dengan keras.
"Madara, apa kau sudah bangun? Turunlah untuk sarapan sayang."
Madara mendudukkan dirinya dan mengusap mata dengan kasar. Rambutnya yang berantakan tampak tak berniat ia rapikan.
'Aku... masih disini...? Ini bukan mimpi?'
Tadi malam sebelum madara tertidur, ia sempat berpikir jika ia hanya sedang bermimpi ada di zaman aneh ini, dan saat ia bangun madara akan kembali berada di kegelapan pekat seperti sebelumnya.
Tapi nyatanya itu tak terjadi, saat madara membuka mata yang ia lihat tetap langit langit yang (masih) katanya adalah kamarnya.
Madara mengambil langkah ke kamar mandi dan membersihkan diri dengan cara yang sudah diajarkan izuna. Setelahnya madara duduk di meja rias dalam kamar, menyisir rambut hitamnya dengan sisir kayu yang ada disana dan mengambil karet gelang untuk mengikat rambut agar terlihat lebih rapi.
"Ibu? Ayah? Dimana izuna?"
Saat tiba di meja makan, madara hanya melihat sang ibu yang sedang menyiapkan alat makan untuknya dan sang ayan yang sedang membaca koran, tak tampak keberadaan izuna bahkan batang hidunyanya sekali pun.
"Dia sedang memakai sepatunya."
"Aku disiniiii niisannn!!"
Madara mengalihkan pandangannya ke arah belakang dah melihat izuna yang sudah memakai seragam dengan rapi.
"Niisan, aku akan berangkat sekolah. Ibu, ayah, aku pergi dulu."
"Baik, hati hati dijalan, jangan pulang terlalu larut."
"Iyaaa, setelah sekolah aku akan langsung pulaaangg!!!"
Izuna berbicara dengan setengah berteriak saat madara melihatnya berlari ke luar rumah dengan tergesa gesa.
"Madara, duduklah dan makan sarapanmu."
Madara menuruti perintah ibunya, ia duduk di seberang sang ayah yang masih sibuk membaca koran dan ibunya pun dengan sigap menyiapkan sarapan untuk madara.
Tak lama kemudian di hadapan madara sudah terhidang nasi putih, tamagoyaki, dan sup miso yang terlihat sangat lezat.
"Makan yang banyak, oke?"
Setelah mendapat usapan lembut di kepalanya dari sang ibu, madara tersenyum dan mulai mengambil sumpit.
"Selamat makan."
Saat suapan pertama sudah madara ambil, ia sempat terdiam beberapa saat. Masakan ibunya sangat lezat, ia tidak pernah memakan makanan dengan cita rasa seperti ini sebelumnya.
Ah... jika dulu ibunya masih hidup dan dapat menemaninya hingga tumbuh sebesar ini, apa hari hari nya selama puluhan tahun yang dulu akan diisi penuh dengan makanan lezat seperti ini?
Setelah berandai andai cukup lama, madara pun kembali memakan sarapannya dengan lahap.
"Madara, kau ingin menambah nasi?"
"Tidak ibu, terima kasih. Aku sudah sangat kenyang."
Selezat apapun makanan yang madara santap, fakta jika porsi makannya memang terbilang cukup sedikit tidak bisa dihilangkan. Hanya dengan memakan setengah mangkuk nasi saja madara sebenarnya sudah sangat kenyang, tapi karena ini pertama kalinya ia memakan masakan sang ibu, ia berusaha sekuat tenaga untuk menghabiskan satu mangkuk nasi yang terhidang.
Ibunya lalu membersihkan peralatan makanan keluarganya sedangkan madara kini duduk berhadapan dengan sang ayah.
"Ayah."
"Hm?"
"Izuna pernah bercerita jika ayahlah yang mengantarnya ke sekolah, tapi hari ini mengapa ayah tak mengantarnya?"
"Itu dulu saat ia masih di sekolah menengah pertama, jalur sekolahnya se arah dengan kantor ayah, oleh karena itu ia pergi bersama ayah. Sekarang ia sudah satu sekolah dengan mu, dan sekolah kalian berbeda rute, jadi ayah tak bisa mengantarnya, jika ayah mengantarnya ayah akan telat bekerja."
"Ah.. begitu.. lalu memgapa ayah tidak bekerja hari ini?"
"Ayah sedang menunggu seorang guru private yang akan mulai mengajarmu hari ini."
"Guru private?"
Madara memiringkan kepalanya, tampak tak mengerti dengan apa yang ayahnya katakan.
"Madara, ingat apa yang izuna katakan saat di mobil kemarin? Kau belum mengambil ujian kenaikan kelasmu, jadi kau belum bisa bersekolah. Guru private ini akan membimbing mu selama kurang lebih satu bulan untuk mengajarimu segala materi yang tertinggal atau pun yang kau lupakan, juga untuk mengejar ketertinggalan mu dari teman teman yang lain, setelah kau bisa mengambil ujian kenaikan kelas, kau akan pergi bersekolah lagi tapi kali ini bersama izuna."
Madara mendengar penjelasan dari ibunya yang tiba tiba ikut menimpali. Madara hanya bisa memberikan reaksi berupa anggukan kepala tanda mengerti.
"Jadi... guru private itu akan datang hari ini?"
Sang ayah mengangguk, "kira kira ia akan datang pukul sepuluh hari ini. Karena sepertinya kalian akan belajar di kamar jadi bisa rapikan sedikit kamarmu?"
Madara mengangguk, ia berdiri dari duduknya dan bersiap untuk menuju tangga menaiki lantai dua, ke kamarnya.
Tapi baru saja keluar dari ruang makan tiba tiba madara kembali.
"Kau melupakan sesuatu madara?"
Sang ibu yang kini tampak sedang mengupas buah mangga untuk di santap bersama sang suami menatap heran pada madara yang kembali ke ruang makan.
"Itu... ada hal yang menggangguku..."
Kening ayah madara nampak berkerut, "Katakan."
"Tadi izuna pergi ke sekolah apa ia pergi sendiri?"
Sang ibu tersenyum, "tidak, dia tidak pergi sendiri."
"Lalu? Dengan siapa?"
"Tobirama."
"Ah, tobira—"
Eh?
Ehh???
EHHHHHHH?!??!?!?!?
TOBIRAMA?!?!?!??!
KAMU SEDANG MEMBACA
second chance [hashimada]
Fanfichal terakhir yang madara ingat sebelum tiba tiba tak bisa merasakan apapun adalah hashirama yang memeluknya dan ia yang berjalan kedalam kobaran api untuk menebus segala dosa dosa yang telah diperbuat, tapi saat terbangun dengan banyak selang yang d...