1.1K 167 9
                                    

"Oniisan! Ayo masuk!"

Madara dengan ragu ragu melangkahkan kakinya memasuki besi besar yang berlalu lalang di depan jendelanya beberapa hari yang lalu saat ia masih menginap di rumah sakit ini.

Seperti yang dokter katakan kemarin. Setelah dua hari melanjutkan kegiatan terapinya madara pun sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah.

Madara awalnya bersama dengan izuna berdiri di depan lobby utama rumah sakit, izuna mengatakan mereka menunggu ibu dan ayah yang tengah mengambil mobil di tempat parkir, madara pun hanya menganggukkan kepalanya saja dan ikut menunggu.

Madara sudah banyak bertanya dan mendengar penjelasan tentang benda benda aneh yang ia lihat, seperti misalnya besi berjalan yang ia lihat itu disebut dengan mobil, kotak besar dengan layar yang terbuat dari kaca yang ada disamping ranjang rumah sakit disebut monitor bedside, dan masih banyak lagi.

Madara memang sudah mengingat semua yang izuna katakan, tapi ia tak tahu bagaimana rasanya memasuki mobil, dan kini saat sudah duduk di dalamnya madara merasa sedikit aneh.

"Madara, bagaimana perasanmu? Kau baik baik saja?"

Madara yang tadinya melihat lihat isi dalam mobil tiba tiba terhenti dan memusatkan semua perhatiannya pada sang ibu yang bertanyaan keadaannya.

Madara tersenyum lebar dan mengangguk, "aku baik baik saja, ibu."

Sang ibu yang melihat putra sulungnya menampilkan senyum lebar seperti dulu pun ikut tersenyum lega.

"Niisan, sampai dirumah kau harus mengejar ketertingglan materi sekolah, tahun ajaran baru sudah berlangsung sejak dua bulan yang lalu, kau bahkan belum mengikuti ujian kenaikan kelas."

Madara menatap izuna bingung. Sekolah? Ketertinggalan? Kenaikan kelas? Apa maksudnya?

"Ya, izuna benar. Untungnya sekolah memberikan kesempatan pada mu untuk melakukan ujian susulan walaupun sudah lewat dua bulan. Aku tau ini akan sulit tapi berjuanglah, oke?" Ucap sang ayah menimpali.

Madara mendekat ke arah adiknya yang tengah memainkan kotak pipih kecil berwarna hitam dengan serius. Sejujurnya madara tak tahu benda apa yang sangat sering izuna mainkan dan ingin bertanya, tapi sebelum itu, ada pertanyaan lebih penting yang perlu madara ajukan.

"Izuna."

"Ya, niisan?"

"Aku... berapa umurku saat ini?"

Izuna terdiam sesaat, begitu pula kedua orang tuanya, madara bisa melihat ibu dan ayahnya diam diam melirik ke arahnya melalui cermin yang ada di depan mobil.

"Niisan, kau tak ingat berapa umurmu?"

Madara menggeleng.
Jujur saja, madara bukan tak ingat tapi tak tahu.

Mengambil nafas berat, izuna pun menjawab, "emm... kira kira umurmu saat ini... delapan belas tahun... ya, kurang lebih."

"APA?!"

Madara terkejut dan berteriak, membuat seisi mobil pun ikut terkejut.

"Madara?? Ada apa?" Sang ibu menoleh ke bangku belakang dan menatap madara dengan khawatir.

Tanpa menjawab pertanyaan sang ibu, madara mendekat dan mengguncang bahu izuna, "AKU? DELAPAN BELAS TAHUN? IZUNA JANGAN BERCANDA!"

"SIAPA YANG BERCANDA NIISAN?! AKU TIDAK BERCANDAAA"

Madara melepaskan tangannya dari kedua bahu izuna.

"Aku... aku delapan belas tahun..? Ibuuu apa yang izuna katakan benar??"

Sang ibu mengangguk.

"Ayaaah-"

"Kau delapan belas."

Madara tak dapat berkata kata lagi.

Madara tahu ia belum setua saat ia masih hidup dulu, tapi delapan belas tahun... tIDAK KAH ITU TERLALU MUDA?!

Yha, tapi setidaknya kini madara mengerti mengapa izuna menyinggung sesuatu tentang sekolah, karena memang umur segini seharusnya anak anak fokus pada masa sekolahnya.

Setelah madara beberapa saat menenangkan diri dari keterkejutan, keadaan mobil keluarga uchiha itu pun kembali normal.

"Hei, izuna."

"Apa lagi, niisan?"

"Itu... benda apa yang sedari tadi kau mainkan?"

Izuna nampak berpikir sesaat sebelum akhirnya menyadari benda yang dimaksud kakanya itu adalah handphone yang tengah ya genggam.

"Ini handphone."

"Handphone?"

"Ya, niisan. Semua orang memilikinya."

Madara melihat ke arah ibu nya yang kini tengah memperlihatkan handphone milikinya sendiri dan sang suami.

"Ehhh bahkan ayah memilikinya?"

"Tentu saja. Itu benda yang sangat penting."

Madara mengangguk paham.

"Bahkan niisan juga memilikinya."

"Benarkah?!"

Kini sang ibu kembali melihat isi dalam tas yang ia bawa, lalu mengeluarkan satu handphone lagi berwarna hitam yang persis seperti milik izuna.

"Ini milikku? Bagaimana cara menggunakannya?"

Sekali lagi izuna menghela nafas. Ia benar benar harus bersabar dengan keadaan kakaknya yang sekarang ini.

"Seperti ini, niisan buka terlebih dahulu dengan menekan tombol kecil di samping handhone. Yang berpasangan itu untuk volume, jika ingin menghidupkan niisan tekan tombol tunggal."

"Ini?"

"Ya, lalu...'

Izuna dengan perlahan menjelaskan bagaimana cara menggunakan handphone pada madara, sedangkan madara pun dengan sebaik mungkin mencoba untuk memahami.

"... niisan juga bisa kengambil foto dengan ini."

"Eh? Serius? Hanya dengan benda pipih ini? Tidak dengan kamera?"

"Benda ini juga memiliki kamera, yang terdapat pada belakang handphone ini kamera. Niisan coba saja, tekan ikon kamera ini."

"Yang ini.. WAH!"

Madara benar benar terkejut saat menyentuh ikon yang izuna perintahkan, tiba tiba di benda pipih itu terlihat gambarnya dengan izuna.

'Zaman disini benar benar sudah canggih, bahkan untuk mengambil gambar tidak perlu menyewa kakek kakek tua yang memiliki kamera besar dan menunggu untuk waktu yang cukup lama.'

"Niisan, ayo ambil beberapa gambar!"

Izuna mengambil handphone milik madara lalu bersiap untuk berpose.

"Anak anak, lihat kemari."

Ibu mereka kini menghadapkan badannya ke belakang dengan kamera handphone yang mengarah pada mereka berdua.

Izuna pun tanpa mematikan handphone yang sedang menyala kini merangkul bahu sang kakak, "niisan! Senyum!"

Madara yang tiba tiba dirangkul seperti ini hanya bisa tersenyum canggung. Tapi saat ia melihat ibu dan ayahnya yang tersenyum bahagia, dan mata izuna yang tampak berseri seri, madara tak punya pilihan lain selain ikut merasa bahagia.

 Tapi saat ia melihat ibu dan ayahnya yang tersenyum bahagia, dan mata izuna yang tampak berseri seri, madara tak punya pilihan lain selain ikut merasa bahagia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
second chance [hashimada]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang