teh hitam.

50 7 0
                                    

"Aku tidak menyukai lelaki itu, Sari. Aku harus bagaimana?"

Langkah kaki saya terhenti begitu mendengar percakapan para nona.

Tidak pantas bagi seorang tukang kebun untuk menguping perbincangan nona-nona.

"Bawa aku kemanapun itu, Sari. Kumohon. Kau temanku. Aku hanya ingin hidup bersamamu. Bukan dengan lelaki menjijikkan seperti mereka."

Saya mendengar terlalu banyak.

Saya pergi bersama dengan teh hitam yang mulai mendingin.

Ingin rasanya untuk meminta dayang untuk mengantarkan teh ini.

Tapi saya tahu, kalau mereka tidak akan melangkahkan kaki pergi begitu menyadari ada gosip yang bisa disebarkan.

Saya menunggu beberapa saat sebelum mengisi cangkir teh dengan sedikit air panas untuk memanaskan teh yang mendingin.

Kujumpai nona Sari yang tengah bersiap untuk pergi.

Mata birunya terlihat sedikit memerah.

Mungkin ia ikut menangis bersama sahabatnya.

Nona Sari adalah seorang nona hasil perkawinan politik tuan pribumi yang dihormati dengan nyonya berambut pirang.

Nona yang cantik.

Tapi tidak secantik nona saya.

Nona Sari menyadari teh yang hendak saya bawa.

"Apakah teh itu untuk Diva dan aku?" tanya nona Sari sambil merapikan bajunya.

"Iya, nona." jawabku sopan.

Nona menyodorkan kedua tangannya yang terlihat halus.

"Biar aku yang bawa, terima kasih untuk tehnya."

Kuberikan teh itu pada nona Sari sambil membungkukkan badan sopan.

"Sama-sama, nona."


-tbc-

DivaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang