Surat di loker Jendra masih terus ada setiap hari. Ia semakin ngeri karena semakin hari suratnya seakan-akan melihat seluruh aktifitasnya. Pengirim surat itu juga tau kalau Jendra baru saja di tolak oleh Biya padahal ia belum cerita kepada siapapun.
Sesampainya di kelas suasana kelas sudah ramai seperti biasa di saat kelas lain masih sepi dan belum ada orang.
Di selang mereka mengerjakan tugas, para laki-laki dan beberapa perempuan asik bergosip ria. Mulai dari anak kelas 12 IPA 1 yang sudah sekitar seminggu tidak hadir ke kelas. Mereka mulai menerka-nerka ada apa dengan siswi tersebut.
"Jangan-jangan dia dikurung di lab sains! Terus dia diiket sama guru sains gara-gara abis di gigit tikus yang ada di lab."
"Kebanyakan nonton sinetron kali lu mah."
"Drakor bukan sinetron. Enak aja gue nontonin tontonan mak gue."
"Eh tapi bisa aja gak sih dia hamil terus sekarang lagi lahiran. Dia juga suka pake hoodie terus kan kesekolah."
"Itu Lidya juga sering pake hoodie. Jangan-jangan lo juga hamil ya, Lid."
"Sembarangan lo kalo ngomong."
"Eh eh tapi tau gak sih kemaren kan Jendra sama Biya abis dateng ke pesta Ayana bareng. Tanda-tanda kapal baru gak sih?"
Gosip tentang Jendra dan Biya pun dimulai. Jendra sedang asik bergelud dengan tugasnya hingga tidak mendengar kalau ia menjadi topik pergosipan teman sekelasnya. Di saat itu juga Ardyan memasuki ruang kelas dengan menggendong tas sekolahnya hanya dengan satu lengan. Rambutnya juga masih berantakan seperti baru bangun tidur.
"Kayaknya mereka udah resmi pacaran gak sih?"
"Kata gue engga sih soalnya cocokan sama Ardyan. Sama-sama pinter."
"Tapi Biya kan udah gak mau pacaran lagi gara-gara mantan-mantannya matre semua."
"Iya juga ya tapi mending sama Ardyan sih pasti gak bakal di pelorotin."
"Sama Jendra juga engga keles."
"Tapi kata gue sih Jendra ditolak kalopun dia nembak juga." Radit datang dan tiba-tiba bergabung dengan 'para bapak dan ibu tukang gosip.'
Karena penasaran Jendrapun bergabung dengan yang lain. Di masih belum sadar kalau ia menjadi topik pembicaraan saat ini.
"Kalian lagi bahas apa nih? Kayaknya seru banget."
Menyadari kehadiran Jendra, mereka bingung apakah harus melanjutkan topik yang tadi atau mengganti topik saja. Tetapi salah satu dari mereka malah terang-terangan bertanya mengenai hubungan Jendra dan Biya.
"Lo sama Biya pacaran, Jen?" Siapa lagi kalau bukan Radit yang bertanya seperti itu di depan orangnya langsung. Di kelas juga ia dipercayai sebagai ketua kelas karena berani dan percaya dirinya tinggi. Selain itu juga di kelas dialah yang paling mahir dalam segi public speaking dan mungkin juga segi 'mencari informasi.'
"Boro-boro gue pacaran. Gue aja ditolak." Anak-anak kelas yang sedang bergosip tadipun terkejut mendengar jawaban yang keluar dari mulut Jendra. Dugaan Radit memang tepat tetapi siapa sangka Biya benar-benar menolak laki-laki yang bisa dikatakan hampir mencapai kata sempurna.
Ardyan yang mendengar hal tersebut juga terkejut. Memangnya kapan Jendra menyatakan perasaannya ke Biya? Apa saat pesta semalam? Sialnya ia kalah cepat dengan sahabat sekaligus saingannya itu.
Begitu tau sahabatnya itu baru saja ditolak oleh orang yang ia suka, Ardyan langsung membuat rencana agar tidak kalah cepat lagi. Ia ingin mengajak gadis tersebut ke suatu tempat tapi kemana?
"Bioskop? Pasaran banget. Dinner? Sok kaya banget gue. Ngemall? Cewe kan belanjaannya banyak banget. Study date? Keseharian dia belajar mulu yang ada dia malah makin stress."
Laki-laki itu sedang berpikir keras sambil mencari referensi tempat hiburan di salah satu aplikasi untuk membeli tiket.
"Dufan! That's it!"
Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke dufan saja. Wahananya juga seru-seru pastinya Biya suka. Dari kelihatannya juga gadis itu bukan seperti orang-orang yang takut wahana tinggi dan seram.
Dengan gercep laki-laki dengan rambut berantakan itu menghampiri meja Biya. Awalnya ia basa basi menanyakan jadwal les agar bisa melihat hari apa Biya free. Setelah 10 menit basa-basi dan mengumpulkan keberanian laki-laki dengan seragam yang terbuka di kancing paling atasnya yang membuat kaos hitamnya terlihat itu mulai ke tujuan utamanya.
"Kalo gue ajak lo ke dufan buat refreshing lo mau ga?"
"Berdua aja?"
"Iya."
"Kapan?"
"Ya tergantung lo bisanya kapan."
"Hm gimana ya." Dari raut wajahnya Ardyan sudah tau kalau ia akan ditolak juga sama seperti sahabatnya.
"Gue bentar lagi ada lomba Biologi kalo lo lupa. Lo juga harus persiapan buat lomba futsal kan? Nah mending kita fokus ke itu dulu nanti kalo udah free baru kita ke dufan. Rame-rame aja sekalian sama yang lain biar makin seru."
Wajah laki-laki itu tersenyum mendengar jawaban dari orang yang ia suka. Walaupun wajahnya tersenyum bukan berarti wajahnya juga tersenyum. Dalam hati ia rasanya ingin menangis dan berteriak sekeras-kerasnya.
MAKSUD GUE KITA BERDUA AJA EYAAA KENAPA JADI BAWA TEMEN-TEMEN SIH?!?!
Xyla yang sedaritadi berada di sebelah Biyapun tertawa melihat ekspresi Ardyan yang dipaksakan untuk senyum. Ardyan melirik Xyla sinis dan meninggalkan tempat kedua sejoli itu dan pergi ke luar sekolah selagi bel masuk belum berbunyi.
---
"UNO HAHAHAHHA." Alfa tertawa puas karena kini kartu miliknya tersisa 1 lembar dan sebentar lagi ia akan memenangkan permainan.
"Curang lu mah," sinis Angkasa tidak terima karena kini kartu miliknya mencapai 20 lembar karena mendapat banyak kartu tambah dari Alfa.
Kini laki-laki kelas 12 IPA 2 sedang berkumpul di markas langganan mereka yaitu di Warkop Bu Eka. Walaupun namanya warkop tetapi pelanggan bu Eka mayoritas anak SMA Bimasakti 1 dan Bimasakti 2 yang sering berkumpul sepulang sekolah dan bermain kartu disana.
Ardyan dan Jendra juga termasuk yang jarang tidak ikut hadir karena menurut mereka nongkrong sepulang sekolah bisa mempererat tapi pertemanan.
"UNO Game HAHAHHA jangan lupa traktir gue ya 1 orang patungan seribu-seribu." Permainan dimenangkan oleh Ardyan. Ia ingin memesan 1 mie rebus lengkap dengan cabai rawit dan segelas teh manis karena sedang mengurangi minum kopi.
"Maap gak punya uang receh." Jendra memamerkan kartu unonya yang masih banyak dengan mengibas-ngibas kartu-kartunya.
"Gak sopan lo pangeran berkuda," ujar Radit sambil menoyor kepala Jendra.
"Nitip air putih dong sekalian, Yan," pinta Angkasa dengan 19 kartu di kedua tangannya.
Laki-laki dengan kaos hitam polos yang sangat membentuk postur tubuhnya itu beranjak dari duduk dan berjalan menuju bu Eka untuk memesan pesanannya dan titipan Angkasa.
Saat Ardyan memesan, ponselnya menyala dan memunculkan notifikasi dan Whatsapp. Karena ponsel Ardyan tidak dibisukan, Jendra terganggu oleh suaranya. Ketika ia hendak mengecilkan suara ponsel sahabatnya itu, laki-laki dengan kancing baju seragam yang full terbuka tidak sengaja melihat lockscreen sang pemilik.
"Biya?"
a/n
waduh ada apaan ya di hpnya Ardyan?
biar gak kepo sendirian sama ceritanya boleh nih sambil kasih tau ke temen/bestie/pacarnya jadi biar kepo bareng-bareng hehe
see u in next chapter
KAMU SEDANG MEMBACA
AMBIS
Teen FictionBiya tidak pernah berhasil pada masalah percintaan. Semua mantan-mantannya hanya memanfaatkan kekayaan keluarganya. Karena selalu dimanfaatkan oleh mantan-mantannya itu, gadis itu memutuskan untuk fokus pada masa depannya yaitu menjadi penulis sekal...