9. Dompet Ratna

5 3 4
                                    

"Kenapa masih disini? Mana sok belajar pula. Biar apa? Biar keliatan pinter? Biar bisa nyaingin Ardyan?"

Waktu istirahat sudah sejak 10 menit yang lalu tetapi Biya masih berada di kelas sambil membaca-membaca buku referensi miliknya. Ayana yang baru saja dari kelas 12 IPS 1 kembali ke kelasnya sambil berteriak kepada Biya yang sedang sendiri di kelas.

"Lo gak usah deket-deket sama Ardyan apalagi sok buat ngejenguk dia karena lo bukan siapa-siapa dan gue udah dapet lampu ijo dari keluarganya."

Gadis yang masih memegang buku referensinya itu kebingungan dengan kata-kata Ayana. Ia memang bukan siapa-siapa Ardyan. Ia juga tidak akan menikung gadis mungil yang ada di hadapannya ini. Tetapi ia tau kalau masalah Ardyan ada hubungannya dengan dia dan yang tau itu Radit, Jendra, keluarga Ardyan dan pastinya Ayana.

Flashback On

"Gue mau minta maaf sebelomnya ke lo, Bi. Ardyan ada di IGD sekarang karena gue. Dia kecelakaan sewaktu tanding sama Jendra dan emang gue yang ngusulin mereka buat tanding. Mungkin lo kaget karena Ayana nyudutin lo tadi. Sejujurnya emang lo ada hubungannya sama kecelakaan Ardyan tapi gue gak berani ungkapin ke lo karena itu privasi juga. Kalo lo emang mau tau, lo bisa tanya ke Jendra tapi kalo dia gak mau kasih tau ke lo mau gak mau lo harus tunggu Ardyan sadar dan tau hal itu langsung dari dia."

Flashback Off

"Kalo lo tau Ardyan koma karena apa, kenapa lo gak kasih tau gue aja? Kenapa lo harus marah-marah ke orang yang gak tau apa-apa. Lagian juga gue emang bukan siapa-siapanya Ardyan. We just classmate. So, kalo lo dapet restu atau dijodohin sama dia, ya gue gak peduli. Gue juga gak suka sama dia kok."

Gadis mungil itu ingin sekali membocorkan kalau Ardyan menyukai Biya, tetapi ia takut kalau nanti setelah Ardyan sadar, Biya malah mencoba untuk dekat dengan laki-laki itu dan memperkecil peluang gadis tersebut untuk masuk kehidupan Ardyan.

Bukannya memberitahu yang sebenarnya, Ayana malah keluar kelas dengan penuh kekesalan. Ia pergi ke lapangan dan bergabung dengan circle hitsnya.

---

Seisi kelas sudah masuk ke kelasnya masing-masing termasuk kelas 12 IPA 2. Mereka sudah rapi duduk di tempatnya masing-masing walaupun beberapa ada yang asik bermain handphone ataupun mengobrol dengan teman sebangkunya.

"Eh guys! Ada yang liat dompet punya Ratna gak? Tiba-tiba gak ada abis istirahat tadi," tanya Alfa kepada seisi kelas. Anak-anak yang tadinya fokus pada aktivitasnya masing-masing kini terfokus kepada Alfa yang sedang berdiri di depan kelas.

Gadis dengan rambut dikepang dua terlihat sangat kebingungan. Di dompet miliknya ada uang kas yang belum ia setornya kepada wali kelas. Nominalnya memang tidak terlalu besar tetapi jika uang itu sampai hilang maka ia akan dipertanyakan pertanggung jawabannya sebelum kelulusan.

"Tadi kan pada keluar kelas semua, pada istirahat kan? Jadi gak mungkin ada orang di kelas, Fa," jawab Lidya. Beberapa penghuni kelas juga setuju dan memberikan respon dengan mengangguk.

"Interupsi!" Salah satu mulai bersuara.

"Tadi gue yang pertama masuk kelas dan gue liat di kelas cuma ada Biya. Dia lagi fokus belajar sih tapi mungkin aja gak sih dia yang ngambil?" Aldan menyuarakan apa yang ia liat setelah masuk ke kelas.

Yang dituduhpun tersontak kaget. Ia bahkan tidak tau apapun. Sedaritadi ia tidak beranjak dari tempat duduknya baik sesenti pun.

"Gue juga keluar kelas tadi tinggal Biya doang, gak ada anak lain di kelas. Mungkin aja emang dia pelakunya." Gibran juga menuduh Biya agar masalah cepat selesai, pikirnya. Padahal ia yang menjadi salah satu provokator.

"Aduh aduh gak cukup ya mbak udah bikin anak orang koma di rumah sakit? Sekarang nyolong juga? Duit bokap nyokap lo kurang banyak sampe harus ngambil duit orang? GAK MALU LO?! HAHAHAHAH," tawa Ayana. Tatapan sinis dan tidak menyangka pun masih dilontarkan untuk Biya. Ia kini sangat kebingugan karena tidak ada yang berpihak kepadanya.

Mengingat sahabatnya masih berada di sebelah kirinya, kini ia meraih tangan kanan sahabatnya dan menggenggam dengan cukup erat. Sayangnya Xyla langsung menepis agar gadis di sebelahnya tidak menariknya ke dalam permasalahan ini.

"Maaf..."

Kini tidak ada satu orang pun yang berada di kubunya, kecuali..

---

"Gue Anya, kakaknya Ardyan. Gue nemuin lo buat minta maaf karena keluarga gue udah bikin lo gak nyaman kemaren. Sekarang gue udah tau kok masalahnya gimana jadi lo gak usah takut lagi buat masalah Ardyan. Radit juga bilang lo gak tau apa-apa dan dia gak berani bilang kalo Ardyannya belom sadar. Adek gue emang suka gak mikir panjang sih jadi maaf ya sebelumnya lo jadi kena imbas salah paham gini."

Anya datang dari rumah sakit ke SMA Bimasakti 1 untuk meminta maaf karena kesalahpahaman keluarganya kepada Biya. Biya mengerti dan ia memaklumi hal tersebut. Kalau ia ada di posisi Anya pasti gadis itu juga sudah menatap sinis kepada orang yang membuat saudaranya celaka. Bahkan lebih parahnya lagi ia akan mengeluarkan jurus bela dirinya untuk menghabisi orang tersebut.

Menurut Biya, Anya termasuk orang yang sabar karena tidak mengambil tindakan yang gegabah.

"Mau ke mall gak? Belanja gitu sekalian muter-muter aja sih. Gue yang traktir, sebagai permintaan maaf juga." Gadis yang masih mengenakan seragam putih abu-abu itu menggeleng tanda menolak. Ia tidak bisa santai-santai untuk saat ini karena perlombaan Geologi yang ia tunggu-tunggu selama ini sudah ada di depan mata.

"Maaf kak tapi sekarang aku harus les karena sebentar lagi aku ada lomba Geologi antar sekolah jadi gak bisa ikut kakak dulu. Mungkin next time bisa kita atur lagi ya kak jadwalnya biar sama-sama enak juga."

"Oh gitu. Yaudah kalo lo emang lagi sibuk sekarang. By the way, ini nomor gue ya. Kalo udah gak sibuk bisa nih hubungin nomor ini. Kalo ada apa-apa juga bisa hubungin gue kok open chat 24/7 buat lo. See you calon adek ipar." Perempuan berambut pendek dengan long coat blazer berwarna coklat muda dipadu dengan celana kulot berwana hitam serta manset krem berjalan menuju mobil putihnya dan meninggalkan Biya yang kebingungan dengan sebutan 'calon adek ipar.'

---

Di saat yang lain sudah pulang ke rumah masing-masing, laki-laki dengan jaket kulit berwarna coklat dengan wajah kusutnya masih berada di koridor sekolah. Kini ia sedang menunggu keadaan sekolah benar-benar sepi karena ia sangat tidak mood dengan keramaian untuk sekarang.

Setelah diinterogasi di ruang BK, ia menjadi tidak semangat lagi untuk datang ke sekolah. Jendra yang dikenal dengan sifat cerianya kini menjadi Jendra si Pemurung.

Laki-laki tersebut memeriksa lokernya sebelum benar-benar meninggalkan gedung sekolah. Seperti biasa selembar surat yang ditujukan untuknya berada disana, di lokernya. Ia memang sengaja tidak memerika loker pagi ini, mungkin dengan tidak diperiksa nanti suratnya bakal pergi sendiri. Pemikiran yang tidak masuk akal memang kadang muncul begitu saja di benaknya.

a/n

kira-kira siapa yang bakal ada di pihak Biya terus?

kalo kalian jadi Biya terus diajak ke mall bareng kakaknya Ardyan, kalian bakal terima ga? kalo author sih yes, siapa tau dapet restu kan wkwk

menurut kalian siapa nih secret admirernya Jendra? orangnya nekat juga ga naro surat tiap hari, sugoii lah

see u in next chapter

AMBISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang