Selang beberapa bulan setelah kejadian, suasana 12 IPA 2 memang sangat berubah. Xyla yang kini sudah bergabung dengan geng Ayana, dan Ardyan yang kembali menjadi pendiem dan tidak bisa diatur. Beberapa kali juga Radit sudah menegur Ardyan karena sering bolos jam pelajaran dan malah merokok di lapangan belakang yang jarang dilalui penghuni sekolah.
Karena perubahan kedua teman sekelasnya, Biya menjadi memaksakan diri untuk belajar dan meminta rekomendasi tryout serta perlombaan kepada para guru. Saking seringnya belajar, gadis itu sampai mendapatkan nilai sempurna hampir di seluruh pelajaran. Tapi tidak berarti lagi nilai-nilai tersebut karena setiap ia sekolah, ia merasa seperti sendirian.
Flashback On
"Kalian berdua darimana aja? Udah ditelpon berkali-kali tapi gak ada yang angkat. Padahal kemaren kalian yang paling ngerasa bersalah, sekarang udah gak merasa gitu? Jadi gue kabarin soal Ardyan kalian gak ada yang respon?" Si ketua kelas itu kini sudah berada di puncak amarahnya. Ia benar-benar sangat kesal saat ini.
Biya dan Jendra langsung bergegas ke rumah sakit begitu mendengar kabar kalau Ardyan kini sudah siuman. Sesampainya di sana hanya tersisa Anya, Radit, Xyla, Ayana, Angkasa, dan Lidya.
Anya yang sedaritadi bersandar di tembok sambil melipat kedua lengannya di dada tersenyum smirk kepada Biya. Ia tidak begitu peduli dengan Jendra walaupun Ardyan dan Jendra sahabatan. Perempuan yang usianya 2 tahun di atas mereka hanya fokus kepada gadis jangkung yang kini sedang menunduk karena diceramahi oleh ketua kelasnya.
Perempuan itu berjalan menghampiri Biya. Tidak kata-kata yang keluar, hanya tatapan kecewa dan sedih yang tercampur dan tertuju untuk sang pemeran utama. Bibir Biya sudah siap untuk memberikan penjelasan kepada kakak dari teman sekelasnya itu tetapi perempuan itu malah menggeleng sambil tersenyum pahit lalu masuk pergi ke luar ruangan.
Jendra yang sedaritadi memerhatikan Xyla yang tidak mau menatap ke arahnya malah merasa sangat tidak enak. Ia merasa sudah menyakiti hati gadis yang menyukai dia. Mungkin memang tidak ada hak apapun tetapi jika ada di posisi gadis tersebut, Jendra pasti akan merasakan hal yang sama dengan Xyla.
Flashback Off
"Iyan!"
Setelah bel istirahat berbunyi, Biya menghampiri tempat Ardyan untuk mengajaknya makan siang bersama. Sudah beberapa kali gadis di hadapan laki-laki dengan seragam tidak dikancing dan menampakkan kaos hitam polos itu memanggil namanya dengan sebutan 'Iyan.'
Sejujurnya laki-laki itu sangat risih. Bahkan selama ini ia tidak pernah menggubrisnya. Tetapi karena ia suka sangat muak, laki-laki itu menatap mata Biya dengan tatapan yang sangat tajam lalu mengeluarkan satu kata yang membuat Biya menjadi tidak ada harapan untuk berteman atau bahkan memperbaiki kesalahannya kepada Ardyan.
"Freak." Begitu mengucapkan kata tersebut, laki-laki itu pergi meninggalkan kelas dan tanpa sengaja menabrak pundak kanan Biya saat melewati gadis tersebut.
Runtuh sudah pertahanannya yang ia bangun sejak beberapa bulan lalu. Gadis itu mencoba bersembunyi agar air matanya tidak terlihat oleh siapapun. Dengan cepat ia menghapus air mata yang membasahi wajahnya lalu berlari menyusul Ardyan yang menurutnya akan segera ke kantin.
Sesampainya di kantin ia melihat Ayana yang sedang bercanda dengan Ardyan. Terlihat betul senyuman laki-laki yang tulus itu, tanpa paksaan sama sekali. Biya sudah sangat lama tidak melihat senyuman tersebut. Entah mengapa ia ingin melihat senyuman itu lebih lama walaupun dari kejauhan.
Setelah tersadar dari lamunannya, ia berlari ke arah Ayana dan Ardyan. Karena melihat laki-laki yang penampilannya tidak karuan itu tidak ada minum, ia berinisiatif untuk membelikan sebotol air mineral untuk laki-laki tersebut.
Bukannya menerima pemberian gadis tersebut. Ardyan malah mengacuhkannya dan melanjutkan menyantap makanannya.
"Hahahahah. Emang enak dicuekin? Makanya kalo orang nelpon tuh diangkat mbak jangan cuma dicuekin. Karma kan lo?" tawa Ayana. Ia sangat bahagia melihat Biya tidak mendapatkan perlakuan yang diharapkan.
"By the way, itu dompet Ratna apa kabar? Masih lo colong? Kasih atuh ya udah berapa bulan nih gak dibalikin juga? Pantes dicuekin BESTIEnya." Gadis mungil itu menekankan kata 'bestie' karena Xyla pun memperlakukan Biya sama seperti Ardyan.
Sampai detik ini memang belum terungkap siapa yang mencuri dompet Ratna. Sudah beberapa kali Biya dipanggil ke ruang BK tetapi guru BK juga tidak bisa melihat kebohongan dari seorang Sabiya Ghea.
"Gue udah bilang berapa kali kalo pelakunya bukan gue! Lo budeg atau gimana sih?!" Mendengar suara gadis kuncir kuda dengan paras seperti blasteran Indo-Korea, para siswa-siswi yang berada di kantin langsung ricuh dan berlomba-lomba untuk mengabadikan momen langka tersebut.
"BUKTI APA YANG LO PUNYA?! ADA SAKSI GAK KALO GUE PELAKUNYA?! MIKIR DONG! HEWAN AJA PUNYA OTAK MASA LO ENGGAK!" Teriakan Biya membuat sebuah jari telunjuk mendarat di depan bibirnya.
"Stop teriak-teriak! Gue gak suka keberisikan. Apalagi kalo berisiknya suara lo. Enek tau ga?!"
"Yan..."
"Dan gue mohon banget sama lo buat stop manggil 'Iyan' apalah itu. Freak banget tau gak sih?! Lo.." Laki-laki jangkung tersebut menujuk Biya dan menekankan setiap katanya. "Manusia... paling... gue... benci..."
Sangat terukir jelas bagaimana wajah kebingungan gadis yang lebih pendek 12 cm daripada Ardyan. Mengapa laki-laki itu menjadi sebenci itu kepadanya. Apa karena ia tidak ada saat pertama kali siuman jadinya dia seperti ini?
Saat sedang membaca arti tatapan mata Ardyan, tangan Biya tiba-tiba ditarik oleh seseorang agar menjauh dari sana.
"Mending kita balik ke kelas. Lo udah jadi bahan tontonan yang lain." Laki-laki tersebut membawa gadis yang sedang ia genggam tangannya menuju ruang kelas dan meninggalkan kantin yang sedang ramai membicarakan Biya dan Ardyan. Bahkan sampai ada rumor kalau Biya adalah selingkuhan Ardyan, dan Ardyan sedang berpura-pura agar tidak ketauan oleh pacar aslinya alias Ayana.
Setelah sampai di ruang kelas mereka berhenti dan menghela napas lega. Karena keadaan kelas yang sepi, gadis dengan tinggi 168 cm itu melepaskan air mata yang sudah ia tahan sedaritadi.
"Cengeng banget gue hahaha. Gak usah liat!"
Laki-laki yang membawa gadis tersebut ke ruang kelas tersenyum melihat gadis tersebut. Bukan karena senang Biya menangis tetapi karena ia bisa dekat dengan gadis ini. Sudah lama sejak Ardyan masuk sekolah lagi, gadis itu selalu diacuhkan oleh kedua temannya. Ia merasa kasian dan ingin mendukung gadis tersebut. Tetapi karena ia juga yang membuat gadis itu diacuhkan, ia merasa bersalah dan tidak pantas jika mendekati Biya lagi.
"Bi, i wanna tell you something." Gadis yang tadinya membelakangi laki-laki tersebut agar tidak terlihat raut wajah menangisnya, membalikan badan dan mendengarkan perkataan laki-laki di hadapannya dengan serius.
"Kapanpun, dimanapun, apapun yang terjadi i always stay here. Gue bakal tetep di sini walaupun semua benci sama lo. Lo masih punya gue, jangan anggep lo sendiri, Bi."
"Jen. Thank you. You always be my best friend for me."
"Your welcome."
a/n
sabar gais sabar jangan emosi dulu sama my bebs honey Ardyan, kalian bakal tau kok alesannya kenapa *kalo author nanti gak mood buat ngegantung wkwk*
buat #TimJendra kali ini seneng-seneng dulu sih karena ada lampu-lampu petanda kapalnya bakal berlayar sih
pokoknya stay tune terus cerita AMBIS hanya di Wattpad wkwk
see u in next chapter-!
KAMU SEDANG MEMBACA
AMBIS
Teen FictionBiya tidak pernah berhasil pada masalah percintaan. Semua mantan-mantannya hanya memanfaatkan kekayaan keluarganya. Karena selalu dimanfaatkan oleh mantan-mantannya itu, gadis itu memutuskan untuk fokus pada masa depannya yaitu menjadi penulis sekal...