Taehyung duduk terdiam di atas ranjang, bingung mendengar ucapan yang Jungkook katakan saat di mobil tadi. Hingga di dalam kamar ini, tampak wajah tak menentu itu masih membayangi isi kepala Taehyung.
"Kau sudah makan? kenapa sejak tadi kau hanya diam?" Tanya Jungkook.
Masih tidak menjawab, meskipun Jungkook tau Taehyung mendengar ucapan nya. Laki laki itu masih setia membungkam mulutnya sendiri, melirik pada layar ponselnya, kini tampak notifikasi pesan singkat masuk yang di berikan oleh Jimin.
"Happy birthday Taehyung."
Hanya itu saja? Taehyung melirik pada tanggal yang kini menginjak di tanggal kelahiran nya. Kembali mematikan layar ponsel itu, Taehyung menutup ponsel tersebut tepat di balik tangan nya yang ada di atas ranjang sana.
Jungkook sudah berhenti bertanya? Kenapa sunyi dan hening? Kemana rupanya laki laki itu tidak kembali banyak bertanya di belakang sana.
Merasa sedikit penasaran, Taehyung menoleh kebelakang dan tidak menemukan apapun.Jungkook keluar dari ruangan ini? Kemana? Laki laki itu menghilang begitu saja. Taehyung tidak ingin memikirkan hal itu, tidak perduli kemana perginya laki laki menyebalkan seperti Jungkook. Dia memilih merebahkan tubuhnya, menarik selimut yang ada di atas ranjang itu lalu berusaha untuk memejamkan mata.
Gemuruh terdengar diluar sana, cuaca saat ini sedang tidak menentu sampai Taehyung bingung harus mengenakan pakaian seperti apa. Cuaca yang tadi terlihat baik baik saja, kini mendadak terdengar badai petir ribut di luar bangunan tersebut.
Angin besar bertiupan di luar apartemen ini, begitu juga dengan gemercik hujan yang mulai terdengar perlahan. Berusaha berfikir positif, namun itu sulit karena Taehyung masih belum bisa menghilangkan trauma itu sepenuhnya.
Klik.
Suara penghangat ruangan mati menandakan listrik padam di tempat ini, membuat harapan Taehyung satu satunya runtuh seketika. Dia mungkin masih bisa bertahan dengan bisingnya badai petir, namun bagaimana dengan ruangan yang kini mulai gelap gulita.
Taehyung tidak sanggup, jika harus di hadapkan dengan kegelapan yang saat ini menyelimuti kamar apartemen Jungkook. Biasanya gedung se elit ini memiliki daya listrik buatan, mesin genset akan menyala tidak lama dari proses pemadaman listrik tersebut.
Taehyung kian merapatkan matanya untuk terpejam, meremat selimut yang kini dia pakai. Taehyung benar benar tidak tahu lagi, dia harus bagaimana saat gelap mendesak nya kini. Berharap seseorang datang, namun Taehyung sungguh malu karena di rumah ini hanya ada Jungkook juga bibi Lim saja.
Ceklek!
Suara pintu terbuka kian membuat Taehyung bergetar ketakutan, meremat kuat selimut yang kini menutupi separuh tubuhnya. Mungkin kah yang datang adalah orang lain? Seseorang yang memiliki niat jahat untuk mencelakai nya?
Sungguh, Taehyung tidak bisa berpikir jernih saat ini. Belum lagi suara gemuruh yang membuatnya semakin merasa tidak tenang. Dahi nya berkeringat di dalam suhu ruang yang terbilang sejuk, Taehyung merapatkan bibirnya, sungguh dia ingin sekali berteriak saat ini jika yang dia pikir benar benar terjadi.
"Gemetar, kau masih takut berada di dalam situasi seperti saat ini?"
Taehyung menahan napas, setelah dia mengenali suara siapa yang kini tengah berbicara padanya. Taehyung membuka mata perlahan, melirik ke arah Jungkook yang kini berada tepat di samping tubuh nya.
"Jungkook, kenapa kau mengagetkan ku?"
"Aku tidak berniat begitu."
Taehyung membuang nafas lelah, berat dengan segala ketakutan yang baru saja dia pikirkan. Taehyung kini melihat sekitar ruangan yang benar benar tidak di sinari cahaya apapun, selain cahaya rembulan juga kilat petir di luar gedung apartemen ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Daddy
FanfictionHingga akhirnya, kehidupan Taehyung mulai terganggu setelah sang ibu memilih untuk menikahi seorang laki laki yang dua tahun lebih muda darinya. ya, laki laki itu tidak lain adalah adik tingkat Taehyung semasa dia berkuliah dulu. "Papa tiri ku?"