21. Sudden Bad Weather

7 0 0
                                    

Walaupun ujian telah dilaksanakan, tetapi entah kenapa kami tetap diharuskan untuk masuk sekolah. Aku menatap jalanan yang sudah basah karena hujan tadi pagi.

Achel mengantarkan aku ke sekolah, dia terus mengerutu karena dia pikir untuk apa ke sekolah jika ujian semua sudah selesai dilaksanakan.

Jika tidak hujan seperti ini aku tidak akan memintanya untuk mengantarku. Rasanya ini pagi yang sangat menjengkelkan bagiku. Hujan, begitupun Achel yang terus marah-marah padaku.

Kami hanya saling diam dengan pikiran kami masing-masing. Sepanjang jalan hanya ada suara rintik hujan.

"Kau sudah tahu jika ayah akan menikah besok." Tutur Achel memecah keheningan di antara kami.

Sontak aku langsung memutar kepalaku ke arahnya dengan wajah yang sangat terkejut. Bagaimana mungkin? Menikah secepat itu? Bahkan ibuku belum genap meninggal selama satu bulan.

"Apa?!"

Achel menarik napasnya lalu membuangnya perlahan. Aku yakin dia tengah menahan semuanya, dia tidak mau memperlihatkannya padaku.

"Bersikaplah baik pada mereka."

Aku berdecih, bagimana aku bisa bersikap baik sekarang pada dua orang itu? Rasanya ini sungguh gila. Demi apapun aku tidak pernah membayangkan bahwa keluargaku akan berakhir seperti ini.

"Aku tidak mau datang." Tegasku.

Lebih baik jika aku tidak datang dan melihat ayahku untuk menikah lagi dengan wanita barunya itu.

"Ayah menyuruh kita untuk datang, mau tidak mau kita harus datang untuk mendukung pilihannya."

Air mataku mengalir begitu saja, aku langsung buru-buru menyekanya. Aku tidak mau kakakku melihatku bersikap tidak tegar seperti ini.

"Aku tetap tidak akan datang!" Tolakku yang masih dengan pendirianku lalu pergi keluar begitu sampai di depan pintu gerbang sekolah.

Kakiku berjalan dengan pelan, rasanya berat sekali untuk terus melangkah ke depan melewati banyak hal yang harus aku jalani.
Aku terseyum dengan air yang terus keluar dari mataku, mencoba kuat seperti biasa tidaklah buruk.

"Zell ada apa dengan wajahmu? Kau nampak murung sekali." Bella memperhatikan wajahku dengan terliti.

"Ini pagi yang buruk, Bell." Balasku dengan suara yang pelan.

Ternyata semua siswa-siswi tingkat paling atas sepertiku memang hadir hampir semua. Aku tidak tahu apa yang akan dilakukan lagi setelah kita sudah selesai mengerjakan ujian. Tidak bisakah guru-guru membebaskan kami yang lelah karena ujian ini? Ya walaupun rasanya jiwaku sebernarnya juga tidak mengerjakan ujian kemarin.

"Hei, kalian sudah tahu untuk apa kita semua dikumpulkan seperti ini?"

Fayza datang entah darimana, dia nampak seperti membawa berita yang sangat menyenangkan terlihat dari wajahnya yang sangat gembira.

"Memangnya apa?" Zenna bertanya.

"Kita akan membahas acara kelulusan, ya ampun aku tidak sabar sekali." Jawab Fayza dengan antusias.

Seketika aku tersenyum begitu mendangarnya, itu terdengar menyenangkan. Semangatku langsung membara.

"Benarkah? Kau serius?" Tanyaku dengan semangat.

"Di mohon untuk seluruh siswa kelas akhir untuk berkumpul dan memasuki aula, terima kasih."

Suara penguguman dari pengeras suara mengema di suruh sudut sekolah. Beberapa siswa berjalan dengan penuh semangat menuruti suara penguguman.

AGAINST DEATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang