05. Accident In The Field

58 12 0
                                    

"Zell, kau sudah tahu belum?"

Sontak aku menolehkan kepalaku dengan cepat. Fayza menatapku dengan tatapan yang tidak bisa aku mengerti.

"Tidak," balasku cepat.

Dia terdiam beberapa detik, menatap buku yang sedang aku kerjakan. "Kau sudah mengerjakan tugas bahasa Inggris?"

Kedua mataku menatapnya tajam, "Bagaimana aku bisa menyelesaikannya, kau mengangguku!" kesalku kembali melanjutkan menulis tugas yang belum aku selesaikan.

Kami sama-sama terdiam. Aku sibuk berkutat dengan pena dan buku, sedangkan ia terdiam menatap ke jendela dengan pandangan yang kosong. Ia tengah tengelam dengan lamunannya, aku rasa ada yang tak beres padanya.

Aku menghela napas, "Aku sudah selesai nih." Sesaat dia melirikku, lantas ia mulai membuka bukunya dan menyalin jawabanku. "Fayza, Kau kenapa?" lanjutku.

Pena yang sedang ia gunakan untuk menulis pun terhenti, tatapannya berubah menjadi sedu. "A-ayahku pergi dari rumah setelah bertengkar dengan ibuku," lirihnya tak bisa menahan air matanya lagi.

Mataku sedikit melebar, sudah aku duga jika ini memang tentang keluarganya. Tapi aku tak menyangka ayahnya akan melakukan itu. Keluarganya sangat harmonis saat aku berkunjung ke rumahnya. Tapi memang tidak perlu melihat luarnya saja.

Tidak mengenakan jika ia menangis tentang keluarganya di kelas yang banyak orang, aku membawanya pergi ke kamar mandi. Di kamar mandi Fayza langsung menangis sesukanya. Ia berbicara sesuka hatinya kepadaku, meski aku tahu itu terasa menyakitkan untuknya tapi dia tetap menceritakannya padaku. Aku mencoba menenangkannya, tapi dia memang sedikit keras kepala, dia tak mau berhenti.

"Fayza, sudah. Lihat sebentar lagi jam olahraga, ganti pakaianmu. Ayo luapan emosimu saat kita pulang sekolah nanti, ya?" mohonku entah yang keberapa kalinya. Aku memang tak pandai menenangkan orang lain yang sedang menangis, apalagi orang seperti Fayza ini. Ia mulai berhenti menangis, namun ia masih terisak.

"Hei kalian berdua ayo cepat, kami akan memulai," teriak guru bertubuh tinggi dan berotot itu padaku dan Fayza yang masih berjalan pelan.

"Maafkan kami pak, tadi teman saya ada kendala," jelasku.

"Ya, jangan di ulangi." Aku membukuk berterima kasih.

Banyak siswa lain yang sangat antusias bermain berbagai macam olahraga yang tersedia di sekolah. Fayza dan aku hanya duduk di pinggir lapangan melihat banyak olahraga yang sedang di lakukan oleh dua kelas yang berbeda.

Aku memicingkan mataku saat melihat orang itu tengah berlari membawa bolanya dan mengejar-ngejar lawan mainnya. Jadi kelasku tengah beradu dengan kelasnya sekarang? Aku terkejut bukan main melihat ia begitu lihai menembakkan bola pada lawannya dengan sangat keras. Apa dia tidak punya prasaan? Dia begitu keras menembak lawannya dengan bola bahkan itu temanku sendiri. Zenna sampai tersungkur karna tembakan orang itu yang sangat kencang menembak perutnya dengan bola.

"Hei apa yang pria itu lakukan?! Apa dia tidak punya hati menembak bola sebegitu kencangnya pada gadis?!" jerit Fayza tak terima melihat teman kelasnya tumbang, terlebih temannya sampai terjatuh.

Mataku membola begitu Fayza tiba-tiba saja menarik tanganku masuk ke dalam bertandingan. Aku tersenyum melihat Fayza yang kembali menjadi dirinya, tak ada lagi wajah muram dan sedihnya seperti tadi. Kini yang nampak di wajahnya adalah wajah yang geram dan marah.

"Ayo lawan kami!" Teriak Fayza menantang dengan penuh keberanian. Aku tertawa melihatnya yang begitu sangat percaya diri.

"Za, apa kau yakin kita akan mengalahkan mereka?" Bisikku padanya. Aku bergidik ngeri melihat lawan yang rata-rata siswa laki-laki.

AGAINST DEATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang