Solo

3K 814 117
                                    

Solo

Pulangnya Siwi membawa separuh waras Malik.

Air conditioner di kamarnya memang sudah dingin, saat harusnya ia berterima kasih pada tukang AC atas kerja keras mereka, tapi terbalik, Malik rasanya malah ingin mengumpati mereka. Bukan masalah tidak bersyukur kamar kembali sejuk, tapi kedatangan mereka benar-benar tidak pada waktu yang tepat.

"Anjir! Tukang AC sialan!" Rambutnya sendiri diacak frustasi saat kulit halus lengan Siwi yang sempat dielusnya dengan tempo pelan betah terparkir tak mau pindah dari benaknya.

"Aaaaa padahal udah deket!"

Benar, bahkan mereka bisa saling merasakan hembusan nafas masing-masing di wajah yang hanya tinggal berjarak 5 CM.

Malik kembali mencoba berpikir jernih dengan menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan, pemuda itu juga menepuk-nepuk pipinya sendiri hingga memerah berharap menemukan setitik waras di sana.

"Kenapa gue frustasi sih karena ga jadi ciuman gara-gara tukang AC? Anjirlah Malik, kamu seperti tidak mengenal kata professional." Makinya pada diri sendiri.

Padahal siapa yang selalu mengindari skinship berlebihan di awal?

Iya, Malik!

Tapi kenapa berbalik? Sentuhannya pada perasa Siwi begitu candu, hingga Malik ingin lagi dan lagi, lebih dan lebih.

Lalu potongan percakapannya dengan Siwi terputar lagi,

"Ya gue gak tahu kita kedepannya gimana siapa tahu lo dapet consent gue dan gue dapet consent lo."

"Tapi tadi kak Siwi tutup mata. Itu berarti consentkan? Dia maukan? Maksud gue... mau ciuman?"

Pipi Malik yang merah karena dipukul-pukul sendiri kini merah karena membayangkan yang iya-iya.

Ah, bibir tipis Siwi itu pasti sangat pas di bibirnya.

"Woy Malik! Buset ngapa lo kayak orang sawan gitu? Dari tadi gue manggil ya!" Harun bergegas masuk ke kamar Malik meski tidak dipersilahkan, matanya sibuk mencari sosok cantik yang tadinya ada di ruangan ini.

"Kak Siwi udah pulang?"

"Udah. Kenapa lo tanya-tanya?"

Tidak pernah Malik menatapnya garang begitu, bahkan saat ospek dulu. Harun sweat drop jadinya, padahal hanya menanyakan Siwi sudah pulang atau belum? Posesif sekali Malik ini, pikirnya.

"Jangan jelalatan sama cewek gue."

"Idih! Kagak ye. Gue cuma nganterin ini, ngikut sama baju gue." Harun berjalan mendekati pemilik kamar itu ke arah kasur, dilemparkannya tiga lembar kaos sisa jemuran Malik yang ikut pada jemurannya tadi.

"Oh, makasih."

"Sip!" Baru saja Harun ingin beranjak namun, ia kembali putar balik karena lupa memberi tahu beberapa hal pada Malik yang sudah langsung melipat bajunya setelah dilempat Harun tadi.

"Eh Lik. Btw gue cuma menginformasikan kalau pas tadi kak Siwi di sini, gue nitip seperangkat kolor lo sama dia karena menuhin jemuran,"

Oke kini Harun berhasil menarik atensinya.

"Terus lo tahu gak Lik? Dia kagak kagok anjir nerimanya, kayak biasa aja gitu. Kagak jijik, kagak malu, langsung dilipet aja sama dia kayak jemuran biasa terus ditaro di lemari lo."

Malik mengedip tidak paham sembari memasang ekspresi flat facenya yang mengecewakan Harun. Harusnya respon Malik tuh "Serius Run? Anjir keren banget cewek gue." Atau apa kek? Bukan malah...

"Pentingnya informasi ini apa Run?"

Harunpun memutar bola mata malas, ia sudah diambang pintu Malik namun ingin sekali ia sekali saja mendorong kepala senior yang umurnya setahun lebih tua itu.

"Eh, Lik dengerin. Kalau cewek udah gak canggung pegang underware lo, berarti dia udah siap lahir batin megang yang ada dalem undeware lo."

Harun memaksa bibirnya tersenyum lebar dengan mata yang meledek girang.

Dan lihat betapa merahnya telingan Malik sekarang. Entah ia benar-benar membayangkan tangan Siwi dibalik underwarenya atau bagaimana?

"Bajingan! Balik gak lo ke kamar lo!?!"

"Hahaha jadi kapan nih Lik, kos gue kosongin? Biar lo puas teriak-teriaknya?"

"Diem! Ntar gue kepikiran anjir!"

Brak!

Dengan tawa Harun yang masih terdengar dan pintu yang ditutup Malik keras, isi kepala pemuda teknik elektro itu makin melalang saja. Ia bisa gila dengan bayangan segala tentang Siwi yang bergerak lincah tak tahu diri di pikirannya.

Baru kali ini Malik benci dirinya yang terlalu imajinatif.


Malik Kak, gue telepon ya? (detele)

Malik Kak, gue udah kangen aja nih :( (delete)

Malik Kak, Aduhhh pala gue dua-duanya sakit. (delete)

Malik HARUN BANGSAT! (delete)


Pada akhirnya Malik tidak mengirimkan pesan apapun, ia malah buru-buru mengambil earphone dan sekotak tissue mendekat, lalu melakukan sesuatu seperti lagu Jennie blackpink pada naganya yang sudah hampir mengamuk.

Yap,

SOLO.

-To be continued-

HAHAHA, MALIK POLOS?

MUSTAHIL.

(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)

SUGARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang