The end

4.8K 799 165
                                    

The end

Harusnya Siwi ada event hari ini, namun gadis itu memilih meminta kebijakan karena badannya yang butuh istirahat. Ia sudah mengabari Jani dan pemuda itu tadi mengirimkan bubur ke rumah sebagai sarapan meski belum disentuh Siwi.

Ia mencoba bangkit meski kepalanya berputar hebat, bibirnya pucat dan perutnya ingin memuntahkan segala hal di dalam sana.

Ah, Ini yang paling tidak Siwi suka dari hidup sendiri.

"Wi, jangan bangun dulu. Nanti habis meeting gue ke sana ya?"

"Gak usah, udah mendingan Jan."

Siwi tahu ia sakit, tapi bukan sakit yang perlu obat, sakitnya mungkin hanya butuh peluk karena ia merasa tidak lagi utuh semenjak bukan Malik yang melanturkan kalimat khawatir di seberang telepon.

Setelah bersusah payah ke kamar mandi dan meminum segelas air, Siwi terduduk dan tanpa sadar menangis. Hormonnya berantakan, pasti tamu bulanannya akan sebentar lagi datang, tapi mengapa datang bersama dengan rindu yang tidak bisa ditahan?

***

Ternyata benar kalau move on itu sulit meski telah berkali-kali Malik deklarasikan.

"Gue udah move on."

"Gak gue pikirin, kan udah move on."

"Gak kangen, toh udah move on."

Uh, makan tuh move on!

Nyatanya Malik belum lupa, Malik masih sama entah rasanya, entah rindunya pada Siwi, semuanya masih.

Berkali-kali Malik mengetik namun pada akhirnya menghapus lagi kalimat yang sudah disusunnya, ia berbaring di atas kasur tempat ia dan Siwi pernah membuat cinta yang banyak meski berakhir ia mencuci sprei tengah malam tapi tetap saja ada wangi Siwi tersangkut di sana.

Lalu seperti hari biasanya Malik akan berbaring menatap langit-langit setelah mengirimkan pesan rindu yang lagi-lagi menggantung karena nomornya tidak kunjung dibuka blockirnya.

Malik makin tidak bisa move on kala teman kuliahnya yang dulu pernah berfoto dengan Siwi tadi menghampirinya, membawa buku terbaru gadis itu dengan wajah antusias menceritakan segala isinya pada Malik dan itu... cukup membuat Malik tersentak karena isi buku itu kisahnya, semua memorinya dengan Siwi namun dari sudut pandang sang kakak Gula.

Satu kesimpulan yang Malik tarik... Siwi juga mencintainya sebesar itu. Bahkan keputusan melepaskan itu adalah bentuk sayang Siwi padanya.

Padahal harusnya Siwi membicarakannya dulu dengan Malik, mereka bisa tetap bersama dan Malik akan berusaha sekeras mungkin karena memiliki Siwi di dekatnya.

Berusaha jadi dewasa, berusaha untuk cepat lulus dan membangun karir sendiri, tapi Siwi rupanya sangat suka mengambil keputusan sendiri, mentang-mentang ia lebih tua 4 tahun tapi tidak selamanya keputusan orang yang lebih tua itu benar, Wi.

Dan Malik menyayangkan keputusan sepihak Siwi itu.

"Anjir... read? Read? Ini gue gak diblock lagi?"

Mata Malik sukses membulat sempurna, buru-buru ia menekan tombol dial dan benar saja tersambung, jantungnya yang berdegup cepat menanti jawab nyaris berhenti karena suara Siwi terdengar bak sebuah sapa yang gugup.

"Ha...halo?"

"Kak! Astaga kak, kamu mau bikin aku masuk rumah sakit jiwa ya? Aku sama sekali gak bisa hubungi kakak lewat apapun, bahkan satpam komplek kakak larang aku buat masuk. Padahal yang kita butuhkan cuma bicara. Kak gak gini caranya!"

SUGARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang