— Ijinkan aku menyayangi mu
Lukman waktu SMA sempat iseng ikut komunitas cosplay di Bandung, ia pernah jadi Jiraiyya hingga Piccolo, namun baru kali ini ia cosplay jadi obat nyamuk.
Harun sudah pulang sejak tadi, meninggalkannya jadi saksi hidup betapa menye-menyenya Malik jika dihadapkan Siwi.
"Kak Siwi, haus pengen minum."
"Kak Siwi, laper, suapin."
"Kak Siwi, pegang tangan Malik."
Nyenyenyenye.
Baru sekali seumur hidup Lukman melihat Malik bertingkah bagai kucing mau kawin, begitu manja hingga wish list Lukman bertambah, 'ingin meludahi Malik jika punya kesempatan'
Tapi damai itu tidak berlangsung lama karena beberapa menit kemudian pintu perawatan Malik terbuka menghadirkan sosok yang bisa dibilang jadi penyebab dan akar masalah dari ini semua.
"Permisi." Ucapnya tanpa malu.
Setelah ketukan ketiga, kepala gadis itu menyembul ke dalam kamar perawatan.
"Loh Mirna?" Lukman seketika beranjak dan nama itu mendapat atensi baik dari Malik sendiri pun dari Siwi sendiri.
"Tahu darimana lo Malik masuk rumah sakit?"
***
Siwi memandangi gadis itu, bukan dengan tatapan remeh ataupun galak, tidak juga dengan tatapan kagum hanya lebih kepada... oh dia orangnya.
Mirna, tingginya 162, cukup cantik dengan kulit sawo matang, mata bulat dan rambut sebahu yang dicurly sedemikian indah, wangi parfumnya manis sama dengan senyumnya. Mungkin jika Siwi belum mendengar cerita Harun, ia akan menyimpan kagum tapi tidak karena Siwi sudah tahu Mirna memang indah secara paras tapi tidak secara hati.
Disebut apa petualang cinta yang menunjuk sebuah rumah untuk seenaknya pulang tanpa dijaga? Bangsatlah, apalagi?
"Saya lihat status Harun sama teman-teman yang lain kalau Malik masuk rumah sakit, kebetulan..." Gadis itu merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah kartu dari sana.
"Kartu BPJS Malik ada di dompet saya. Siapa tahu dia perlu, makanya saya bawain ke sini."
Malik menepuk kepalanya sendiri. Bisa-bisanya ia lupa perna menitip kartu jaminan kesehatan itu pada Mirna?
"Emang dasar gue berantakan." Makinya dalam hati.
"Oh iya, kenalin saya Mirna." Mirna mengikis jarak mendekati Siwi dan mengulurkan tangannya untuk dijabat, senyum gadis itu tidak pernah hilang, mungkin agar kesan ramahnya tetap ada.
"Saya Siwi," Siwi menerima jabatan tangan itu.
"Pacarnya Malik, panggil 'kak Siwi' karena saya lebih tua daripada kamu."
Si kakak gula menutup perkenalan itu dengan mengeratkan jabatannya pada tangan Mirna hingga sang gadis sedikit tersentak hingga membulatkan mata menahan sakit.
"Oh iya, salam kenal kak Siwi."
Malik dan Lukman hanya penonton, kini pemeran utamanya Siwi dan Mirna yang saling perang bahkan tidak lewat kontak fisik, tidak ada juga suara makian atau teriak sebal, tapi mereka bertarung lewat mata dan kata-kata yang diucap pelan disertai senyum.
Kedua pria itu dibuat sadar, betapa seramnya makhluk yang diberi nama perempuan.
"Malik gimana kak keadaanya?"
"Kamu bisa lihat sendirikan? Dia duduk aja belum bisa."
Yang menjadi objek memilih memejamkan mata berpura-pura tidur, ia tidak ingin terlibat, sumpah! Malik tahu kejamnya Mirna tapi Malik juga tahu betapa hebatnya seorang Siwi.
"Mirna, kamu bisa pulang sekarang, saya yang jagain Malik. Lagi pula sebenarnya saya gak perlu BPJSnya Malik. Kamu tidak bisa lihat kamar perawatan Malik sekarang?"
Bisa, sangat bisa. Malik menempati ruangan VIP yang mengundang pertanyaan sang mantan, darimana Malik bisa membayar perawatannya?
"Kamar VIP tidak ditanggung BPJS Mirna, saya bayar mandiri semuanya untuk yang terbaik buat Malik jadi ya... sebenarnya kamu tidak perlu repot bawa kartu BPJSnya ke sini, toh saya tidak butuh juga."
Mirna dibuat skak, perempuan itu terdiam lalu mengangguk paham. Ternyata pacar Malik bukan sembarang orang rupanya.
"Ya udah kak, saya juga emang pengen pulang kok. Cuma nganterin aja tadi."
"Hati-hati, pintunya sebelah sana— Luke, anterin Mirnanya kalau bisa sampai dapat tumpangan pulang. Kamu naik apa Mir ke sini?"
"Ta...taksi online kak."
"Sekalian pesanin Luk, nih HP kakak, kamu bayar dan kasih tip drivernya sekalian."
"Gak usah... repot-repot kak. Saya bisa kok—"
Siwi menggeleng keberatan.
"Emmm emmm gak repot, gitu doang." Ucapnya remeh.
Mirna, lalu apa itu harga diri?
Siwi membuatnya lenyap tak bersisa dengan tindakan.
Uh menyeramkan, Mirna tidak akan pernah mau berurusan dengan perempuan seperti Siwi lagi.
***
Malik baru benar-benar membuka mata saat yakin Mirna sudah tidak di sana, di sebelahnya kini hanya ada Siwi yang mengupas apel dan memakannya sendiri, bukannya malah menyuapi Malik yang nota bene seorang pasien.
Perempuan yang tersadar kalau sang Adik gula sudah membuka mata kini berdecih sebal entah apa maksudnya, namun Malik tahu setelah Siwi bertanya...
"Dia Mirna mu?" Dengan nada penuh kecemburuan.
"Ya ampun kak, kontaknya udah aku ganti."
Tetap saja Siwi cemberut, meski Malik sudah bilang, "Kamu aja yang jadi Siwi ku gimana?"
Tapi mungkin semesta belum memberi waktu untuk 'sayang-sayangan' karena dokter tiba-tiba masuk mengintrupsi semuanya.
"Selamat malam mba, mas. Pasien Malik 22 tahun ya?"
"Iya dokter." Siwi yang lekas menjawabnya.
"Mba ini wali pasien—"
"Iya, dia adik saya, saya kakaknya. Jadi keadaan adik saya gimana ya dok?"
Malik dibuat mendengus, dengusan yang bahkan didengar dokter dan perawat yang sedang mengecek kondisinya.
Adik katanya? Kakak? Yang benar saja.
"Sudah tidak muntah, tidak ada penurunan kesadaran, tidak kejang dan seluruh organ sudah berfungsi normal, tekanan darahnya juga sudah bagus. Tinggal observasi secara berkala saja mba."
Jawaban dokter begitu melegakan bagi Siwi yang sejak pagi dilanda khawatir bertubi-tubi, hingga tak sadar saat dokter sudah keluar ruangan ia langsung menoyor kepala Malik sebagai ekspresi puncak khawatirnya yang kini sudah kurang.
"Aduh kak!"
"Jangan sakit lagi!"
Siwi membalas dengan ekspresi begitu serius, bahkan keningnya sampai berkerut namun tak lama bibirnya melengkung sedih, ia mendekat memberikan Malik sebuah peluk.
"Gue takut tau, Lik." Ucap Siwi di tengah peluknya.
Rasanya saat itu juga, Malik ingin sembuh.
Malam itu Siwi terus berada di sisinya hingga pagi, tangan Malik terus digenggam tanpa dilepas bahkan sampai Siwi tertidur lelah meninggalkan sang pemuda yang sangat ingin melabuhkan kecupan selamat malam pada keningnya.
"Kak, aku boleh minta ijin.... buat sayang sama kamu?"
-To be continued-
(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)
![](https://img.wattpad.com/cover/303351420-288-k160732.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SUGAR
Fiksi UmumBanyak yang berkata, sebuah tulisan di buku romance tidak lain tercipta karena penulisnya jatuh cinta atau patah hati. Yang jadi masalah, Siwi sedang tidak mengalami keduanya, sementara dikontrak yang ia tanda tangani dengan penerbit besar memilik s...