05 | Kecewa

13 6 0
                                    

Vote dulu sebelum baca.

Happy Reading


***

"Anak bunda, gimana kabarnya? Baik-baik aja kan? Maafin bunda udah ninggalin kamu sendirian di dunia yang kejam ini." ujar bunda lembut sambil mengelus lembut surai hitam putranya.

"Bunda, Atha boleh nggak ikut bunda?" Atha menatap lekat manik mata sang bunda.

"Jangan dulu ya sayang. Suatu saat jika sudah waktunya, bunda pasti jemput kamu. Kamu nggak boleh pergi dulu, banyak hal yang harus kamu lakukan sebelum pergi. Salah satunya, menjaga Thania. Kau harus menjaganya sayang." Atha mendengarkan dengan seksama apa yang diucapkan bunda.

"Kenapa harus Atha yang jagain Tata?"

"Karena kamu pangerannya, pangeran yang harus menjaga tuan putri nya."

"Kau tau? Thania akan sangat membutuhkan mu sayang. Jangan tinggalkan dia."

"Hem... Atha akan melakukannya bunda."

"Baiklah, bunda pergi dulu ya sayang, sampai jumpa." Bunda berdiri dan melambaikan tangannya. Berjalan mundur, kearah sinar yang begitu menyilaukan mata.

"Bunda! Bunda mau kemana?! Bunda!"

"BUNDAA!!"

"Hah..hah..hah.." Atha terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu, keringat dingin membasahi pelipisnya.

Itu tadi mimpi?

Atha menormalkan nafasnya. Melihat sekeliling, terhenti pada jam kecil di meja belajarnya. Pukul 01.07. Ia melihat tempat tidur sampingnya, kakaknya sudah tidak berada di sana. Mungkin bang Devan sudah kembali ke kamarnya sendiri.

Atha melirik sekilas buku-buku di meja belajarnya. Huh! PR nya belum selesai. Atha bangkit hendak melakukan kembali tugas yang harus ia kerjakan. Namun tiba-tiba kepalanya sakit saat baru saja berdiri, ia memegang kuat kepalanya.

Tes..

Setetes cairan merah keluar dari hidungnya. Atha yang menyadari dengan sigap segera mengusapnya dengan punggung tangannya, namun darah itu tak kunjung berhenti mengalir, justru semakin banyak. Ia segera menuju kamar mandi, berdiri di depan wastafel lalu mengusap darah itu dengan air. Butuh beberapa menit hingga darah itu benar-benar berhenti keluar.

Ia duduk di lantai dingin kamar mandi. Ia merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Ia tau ia punya penyakit itu, tapi gejala akhir-akhir ini berbeda dengan gejala penyakitnya. Ia mencoba berfikir positif, mungkin dia kelelahan.

Setelah dirasa tubuhnya membaik, ia keluar dari kamar mandi dan menuju meja belajarnya, melanjutkan mengerjakan tugasnya. Hanya kurang dua soal, mudah baginya. Kau tau kan, Atha itu pintar.

***

"Athaaaa..." Atha menoleh kala mendengar suara yang familiar di telinganya. Ah! Ternyata si tuan putri.

"Pagi Tata." Atha menyapa Thania yang masih ngos-ngosan karena berlari. Mereka duduk di kursi dekat perpustakaan.

"Pagi.. juga.. Atha."

"Tha! Pr lo udah selesai belum? Kalo udah gue nyontek ya." Tata menunjukkan wajah memelasnya.

"Hem... Boleh aja, tapi ada syaratnya."

"Syarat? Apaan?"

"Tata harus giat belajar mulai sekarang, Tata nggak boleh terus bergantung sama Atha."

"Tapi kan-"

"Tata nggak boleh gitu, kalo Tata terus terusan bergantung sama Atha, nanti kalau Atha udah nggak ada gimana? Tata kan jadi susah."

ATHANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang