•
•Jam dinding telah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Suasana rumah sakit telah hening walaupun ada beberapa perawat dan dokter yang shift malam ataupun menginap. Byun Baekhyun, pria tersebut masih duduk manis di dalam ruangannya. Sebuah kacamata bertengger pada wajahnya lengkap dengan berkas pasien yang berada di tangan kanannya.
Ahn Min-deong...
Ahn Min-deong..
Ahn Min-deong
Semenjak pagi tadi, wanita tersebut menghantui pikirannya. Sorot maniknya yang kebingungan juga penuh harap masih terasa begitu nyata baginya. Entah bagaimana mendeskripsikan perasaannya namun setelah mendengar cerita yang diceritakan oleh dr. Nakamoto, muncul pikiran lain di dalam benak Baekhyun bahwa Ahn Min-deong tidak benar-benar gila. Wanita itu terlihat sehat-sehat saja di matanya.
Baekhyun sudah cukup lelah menangani pasien yang benar-benar butuh pertolongan dan perhatian. Sekarang beban pikirannya ditambahkan oleh seorang wanita yang mungkin saja benar-benar dibuang kesini karena ada alasan tertentu. Dirinya telah menjalin pertemanan dalam waktu yang lama dengan dokter berkebangsaan Jepang tersebut.
Semenjak sang dokter mengetahui bahwa istrinya hamil muda, ia tidak pernah mengambil shift dua puluh empat jam alias menginap. Yuta pun telah pergi meninggalkan rumah sakit satu jam yang lalu karena istrinya yang menelepon dengan urgensi tingkat tinggi.
Baekhyun menghela napas. Membuang berkas tersebut ke atas mejanya sebelum melepaskan juga kacamatanya. Rambutnya sudah tidak serapih tadi pagi. Tiga kancing kemejanya yang terlepas, begitu juga lengannya yang telah tergulung hingga sikunya menandakan bahwa ia sudah lelah.
Satu menit terdiam, Baekhyun akhirnya beranjak dari kursinya. Melangkah keluar menuju resepsionis untuk meminta kunci pintu suatu kamar yang ingin ia datangi. Sang dokter hanya ingin memastikan bahwa ia baik-baik saja setelah pertikaian tadi pagi. Setelah itupun ia tidak kembali ke kamarnya melainkan berbincang-bincang mengenai pasien dan rumah sakit bersama dr. Nakamoto Yuta.
Tak butuh waktu lama, ia sampai di depan pintu dengan jendela disana. Melihat sang pasien berbaring ke arah jendela besar yang membelakangi pintu. Lampu kamarnya belum dimatikan membuat Baekhyun bertanya-tanya apakah ia sudah terlelap atau belum.
Dengan perlahan sang dokter memutar kenop pintu ber cat putih tersebut. Berjalan masuk berusaha tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Sesampainya disisi ranjang, dilihatlah Mindeong yang telah terlelap. Seakan memberitahunya bahwa ia baik-baik saja. Tersenyum tipis, Baekhyun melangkah untuk menyalakan lampu tidur tepat di sisi brankar sebelum kemudian berbalik untuk mematikan lampu utama.
Kini hanya cahaya lampu tidur yang menyala. Ia telah memegang kenop pintu, bersiap untuk memutarnya hingga telinganya mendengar brankar di belakangnya bergerak. Merasa mendapatkan bad luck, sang dokter menutup kedua maniknya sembari meghela napas. Ia menoleh, dan benar saja. Wanita tersebut kini tengah setengah berbaring sembari melihat ke arahnya yang mematung.
"dr. Byun?" Panggilnya.
Tak punya pilihan, Baekhyun kembali menarik kursi kosong di sebelah meja untuk duduk di hadapannya. Ia tersenyum tipis sembati mengusap rambutnya ke belakang.
Mindeong akui bahwa pria yang duduk dihadapannya memang tampan saat ia tersenyum ke arahnya. Mindeong tahu, ia berusaha untuk tetap profesional, namun raut wajah lelahnya tidak dapat disembunyikan. Tidak di mata Mindeong.
"Kenapa kau melakukan itu? Aku tidak suka jarum suntik. Aku tidak suka apapun yang dimasukkan ke dalam tubuhku."
Baekhyun menundukkan kepalanya. Mengusap jemari-jemarinya sebelum kembali menatap Mindeong yang masih menatapnya. Sorot maniknya masih sama. Kebingungan, penuh harap, juga kesedihan tercampur menjadi satu disana. "Maaf"
"How are you feeling right now?"
"I should be the one who asking you that. Kau terlihat lelah, dokter" Mindeong memutar balikkan pertanyaanya. Entah mengapa ia ingin sang dokter berada lebih lama karena Mindeong selalu merasa kesepian. Bahkan jatah jalan-jalannya hari ini tidak ia ambil karena mood nya yang telah terlanjur jelek.
Mindeong hanya memiliki satu teman disini. Jongin namanya. Tapi walaupun begitu ia lebih suka dipanggil Kai. Namun sudah satu bulan terakhir ia tidak bertemu dengannya karena Jongin harus mendapatkan penanganan yang lebih spesial.
"Well, I am" Baekhyun tersenyum lagi. Ia melebarkan kakinya sembari menyandarkan tubuhnya ke belakang.
"Lalu kenapa kau masih disini?"
"Kau ingin aku pulang? Baiklah—"
Manik Mindeong seketika membesar melihat Baekhyun yang bangkit dari kursinya. Reflek ia menarik pergelangan tangannya hingga sang dokter duduk kembali. "Bukan— begitu"
Ia kemudian melepaskan genggamannya. Sementara sebuah seringai kecil tersungging di bibir pria tersebut. "I'll stay as long as you need me, Min."
Sang wanita beranjak duduk menghadapnya. Kedua kakinya menggantung di sisi brankar. Baekhyun yang sedari tadi memperhatikan wanita cantik tersebut mengerutkan dahinya. Pandangannya beranjak turun menuju tulang selangkanya yang tidak tertutupi oleh kain juga rambutnya.
Terdapat luka memar disana. Seakan menjadi noda bagi kulit putihnya. Dengan perlahan, Baekhyun mengulurkan tangannya untuk menyentuh luka tersebut dengan jemarinya. Sementara Mindeong, ia terdiam karena tiba-tiba saja ritme jantungnya berdegup lebih kencang begitu jemari sang dokter menyentuh kulitnya disana.
"What happened?" Tanyanya.
"Perawat tadi— they're too harsh on me" Mindeong membuang wajahnya ke sebelah kiri.
"I'm sorry" Ia mengusap lukanya perlahan sebelum menarik tangannya kembali.
"dr. Byun?" Sang wanita memanggilnya kembali.
"Ya?"
"Can I ask for a hug?" Kaget, manik sang dokter membesar untuk beberapa detik. Ia berdiri tepat di depan Mindeong. Wanita tersebut mendongak, menemukan Baekhyun yang sedang melihat ke bawah. Ke arahnya yang lebih rendah.
Mindeong turun dari brankar. Kaki polosnya menyentuh lantai yang dingin. Ia melirik manik yang menawarkan sorot ketenangan tersebut sekali lagi sebelum melingkarkan tangannya menuju pinggang sang pria. Ia menyandarkan kepalanya pada dadanya.
Baekhyun, ia tidak tinggal diam. Satu tangannya ia gunakan untuk memeluk pinggangnya sementara yang satunya ia gunakan untuk membelai rambut wanitanya hingga punggungnya dengan perlahan.
Mindeong menutup kedua matanya. Ia lelah baik secara fisik dan mental. Yang ia butuhkan saat ini hanyalah sebuah istirahat. Juga sebuah tempat bergantung. Ia juga menyadari sesuatu bahwa dekapan kali ini terasa berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Pelukan dr. Nakamoto terasa palsu. Tidak terasa bahwa jika ia benar-benar peduli dengannya, sangat berkebalikan dengan perkataan manis yang selalu terlontar dari bibirnya.
•
•
KAMU SEDANG MEMBACA
rough talk • bbh
FanfictionIni cerita tentang seorang wanita yang dikekang di dalam sebuah tempat dimana orang-orang 'menitipkan' entah itu kerabatnya, bahkan orang tersayangnya dengan harapan mereka akan lebih baik lagi jika memang mereka ditakdirkan keluar dari sana. Namun...