chapter 21

82 12 8
                                    

••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Beberapa hari setelah dirinya dapat menghirup udara luar bersama dr. Byun akhirnya berlalu. Bukan berarti ada sesuatu yang baru selanjutnya, melainkan hari-harinya tetap berjalan seperti biasa. Jika Mindeong memang seseorang yang terkena diagnosa mental, ia pasti sudah dapat dinyatakan sembuh dan mendapatkan dokumen resmi untuk diizinkan keluar dari rumah sakit.

Namun apa boleh buat, Ahn Mindeong seakan telah menerima sedikit fakta bahwa mungkin saja dirinya akan menua di sini, jika dokter berkebangsaan Korea itu hanya memberikan janji palsu seperti yang sudah-sudah. Omong-omong soal dokter, tepat dua hari lalu, dr. Byun memberitahunya bahwa dr. Nakamoto akan mengambil cuti dikarenakan anak pertamanya telah lahir ke dunia.

Mindeong yang mendengarnya pun turut senang. Maniknya hampir berkaca-kaca memikirkan bagaimana bahagianya sang dokter saat anak pertamanya lahir ke dunia. Seakan terbayang bahwa Mindeong mungkin saja tidak akan mengalami hal serupa karena hidupnya yang telah penuh lika-liku dari awal.

Sebuah usapan lembut di tangannya kemudian berhasil menarik Mindeong untuk kembali dari lamunannya ditengah-tengah taman indoor yang kali ini cukup sepi entah kenapa. Hanya ada dirinya yang sedang duduk di kursi taman serta beberapa pasien lain yang tengah bermain wahana. Mindeong kemudian melihat ke bawah, menemukan seekor anjing berjenis golden retriever kini telah duduk dan melihat ke arahnya sembari menjulurkan lidah.

Mindeong yang kaget kemudian bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Darimana datangnya anjing ini? Sang wanita kemudian menatap anjing tersebut lebih dalam sebelum tersadar bahwa itu adalah.... Anjingnya. Bee.

Dirinya ingat betul bahwa Bee memiliki bekas luka di dekat mata kanannya akibat kecelakaan yang menimpanya pada waktu kecil. Ia mengernyit untuk memperhatikan lekat-lekat bekas luka tersebut sebelum memastikan bahwa itu benar-benar anjingnya.

Luapan emosi seketika muncul dalam dadanya karena ia tidak menyangka bahwa dirinya akan bertemu lagi dengan si anjing. Dengan manik yang mulai berkaca-kaca, Mindeong segera berjongkok sebelum membawa anjing tersebut ke dalam pelukannya. "Bee.. You're alive?!"

Anjing itu menggonggong seakan mengerti, membuat senyum manis dari sang wanita merekah saat ia melepaskan pelukannya. "Good boy.." Jemarinya beranjak menuju kepala si anjing untuk membelainya perlahan.

Demi apapun, selama terjebak di sini, Mindeong belum pernah merasakan kebahagiaan yang luar biasa seperti hari ini. Ia tak henti-hentinya tersenyum dan setengah tertawa sembari membelai anjingnya dengan penuh rasa sayang. "Kau masih meningatku?"

Sayup-sayup, Mindeong mendengar suara langkah kaki mendekat. Seakan tau siapa yang datang, wanita tersebut mendongak dengan senyumnya yang belum pudar. "dr. Byun bagaimana bisa kau membawa—"

Satu detik berlalu, senyumnya kemudian terhempas begitu saja saat ia melihat seorang pria yang tidak ingin ia lihat lagi muncul di hadapannya tiba-tiba. Tanpa pikir panjang, Mindeong segera bangkit. Kemudian maniknya melihat Bee berlari mendekat menuju kaki pria tersebut. "Kau baik, Min?"

"Mau apa kau ke sini?" Jawab Mindeong ketus. Ya, benar. Tidak lain dan tidak bukan, pria tersebut adalah Doyoung. Mantan kekasihnya yang menjadi kaki tangan sang ayah.

"You didn't miss me?" Doyoung tersenyum. Sudah lama sekali sejak ia terakhir melihat sang kekasih secara langsung. Baginya kecantikan Mindeong sama sekali tidak pudar, walaupun auranya sangat berubah.

"Never. Please— Jangan pernah berani untuk muncul di hadapanku lagi" Itu merupakan kalimat terakhir yang ia katakan sebelum berbalik dan berjalan menjauh. Sejujurnya ia masih sangat ingin menghabiskan waktu bersama anjingnya namun apa boleh buat. Melihat Bee masih sehat dan terawat saja ia sudah sangat bersyukur.

Dari belakang, terdengar suara langkah kaki sang pria yang mengikuti. Mindeong otomatis mengencangkan langkah kakinya sebelum berubah menjadi larian kecil. Namun, Doyoung mencekat pengelangan tangannya yang membuat sang wanita tertarik ke belakang.

"What?!" Mindeong berbalik. Jarak antara keduanya kini cukup dekat. Membuat wanita tersebut jatuh ke dalam nostalgia serta tidak menyangka sama sekali bahwa pria di hadapannya tega berbuat hal yang seperti ini.

"I'm sorry—" Doyoung bicara dengan lirih. Nada bicaranya seketika berubah menjadi lembut begitupun sorot matanya.

Sementara Mindeong, pengelihatannya berubah menjadi kabur diikuti dengan setetes air mata yang jatuh dengan sendirinya membasahi pipi walaupun ekspresinya jauh dari kata sedih. Ia sedang marah. Ia sakit hati. "Let go.. Aku tidak butuh permintaan maafmu"

Jika boleh jujur, mantan kekasihnya berhasil terbawa suasana. Hatinya ikut mencelos melihat air mata sang wanita jatuh begitu saja akibat kehadiran dirinya. Tanpa sepatah kata pun setelahnya, Doyoung melepaskan pergelangan tangannya. Melihat Mindeong mengusap air mata yang jatuh dengan kasar sebelum berbalik untuk kemudian menjauhinya.

Mindeong benci dirinya yang tiba-tiba menangis. Ia benci jika dirinya terlihat lemah di hadapan orang yang salah. Padahal ia telah berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan menangis jika suatu saat ia bertemu lagi sang mantan kekasih. Ia berjanji untuk menjadi Mindeong yang kuat dan keras. Namun, nyatanya ia tidak bisa. Ia selalu lemah dan tidak akan pernah berubah.

Sesampainya di kamar, Mindeong tak kuasa untuk menahan isak tangis. Ia kemudian menangis sejadi-jadinya di ujung ruangan sembari duduk di kursi tempatnya biasa memakan makanan yang diantarkan. Kedua telapak tangannya ia gunakan untuk menutup wajahnya yang telah basah dan sembab akibat tangisannya sendiri.

Lima belas menit berlalu, tangisan pilu miliknya akhirnya berhenti juga. Kini wanita tersebut hanya diam di tempat yang sama sembari menatap kosong ke depan. Saat pintu kamarnya terbuka, ia hanya berharap bukan Doyoung yang datang walaupun dirinya tidak bereaksi banyak.

dr. Byun memasuki ruangan dengan sebuah nampan menu makan siang sang wanita. Awalnya raut wajah sang dokter ceria seperti biasanya, namun berubah seketika saat dirinya melihat Mindeong yang cukup berantakan dengan tatapan kosong. Bahkan tak bereaksi saat dirinya masuk.

Tanpa pikir panjang, dr. Byun meletakan nampan di atas meja kecil tepat di depan Mindeong duduk untuk ikut serta menduduki kursi di hadapannya. Belum bereaksi, dokter muda tersebut kemudian meraih wajah sang wanita dengan jemarinya, memperhatikan wajahnya lekat-lekat sebelum manik keduanya bertemu.

"Why did you let him in?" Ucap Mindeong dengan suara parau.


••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

rough talk • bbhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang