•
•Dua pasang kaki terlihat menggantung dari bawah. Bergoyang goyang dengan kecil sebelum sesekali berhenti. Sementara jika dilihat dari atas, sepasang manusia sedang memandangi pemandangan sekitar yang menrenyuhkan hati. Sang wanita yang bersender kepada pundak sang pria di sebelahnya, memandangi beberapa gedung tinggi hingga jalanan yang cukup ramai disore hari.
Angin yang bertiup lembut membuat rambutnya yang digerai menghalangi pengelihatannya. Namun, ia tidak perlu khawatir karena pria di sebelahnya akan dengan sigap menyingkirkan helai rambut yang menghalangi pandangannya tersebut ke belakang telinganya. Membuat sang empunya tersenyum kecil.
"Jongin.." Panggil sang wanita lembut, dengan pandangannya yang masih tertuju ke depan.
"Hmm.." Gumamnya singkat.
"Kau berjanji bahwa kau harus mengunjungiku jika kau sudah keluar dari sini"
Ucapan Mindeong yang tiba-tiba tersebut berhasil membuat Jongin kaget. Sang pria kemudian meremas bahu sang wanita, memaksanya untuk melihat ke arahnya. "Apa yang kau bicarakan?" Raut kebingungan tergambar di wajahnya yang malang.
"Kita akan keluar bersamaan dari sini, Nona" Ucap Jongin meyakinkan.
Mindeong menggeleng. Melepaskan cengkeraman Jongin di bahunya sebelum kembali bersender kepada sang pria. "Aku tidak akan mungkin keluar dari sini sebelum kau. Posisiku—"
"Sudahlah. Kau membuatku pusing" Perkataan Mindeong seketika terpotong oleh ocehan Jongin. Membuat sang wanita berambut panjang tersebut terkekeh sekali lagi.
Keduanya terdiam selama beberapa menit. Menikmati hembusan angin yang lembut, juga jalanan yang terlihat masih cukup ramai. Merasa bosan, Jongin menjadi orang pertama yang bangkit. Meninggalkan sang wanita sebelum menjauh ke belakang.
Sementara Mindeong, ia masih bertahan selama beberapa menit ke depan sebelum menoleh ke arah belakang. Menemukan Jongin yang sedang menari dengan mahirnya. Ini pertama kali ia melihat Jongin menari lagi dalam waktu yang lama. Pria tersebut begitu mahir.
Jongin yang tersadar, tangannya bergerak ke depan, seolah mengajaknya menari dengannya menggunakan cara yang formal. Mindeong tersenyum sembari menggeleng pelan. Kini tubuhnya telah berbalik sepenuhnya menghadap Jongin. Kakinya tidak lagi mengambang di udara.
"Aku tidak bisa menari" Ujarnya.
"I'll teach you" Balas Jongin meyakinkan.
Tak punya pilihan, sang wanita kemudian berdiri. Berjalan menuju ke arah sang pria sebelum menyentuh telapak tangannya seakan menerima tawarannya untuk menari. Senyuman manis terukir pada bibir sang pria. Dengan senang hati, ia menggenggam tangan sang wanita sementara tangan lainnya ia gunakan untuk mendekapnya di pinggang.
Keduanya menari dengan perlahan. Seolah ada musik ber-genre slow khas piringan hitam yang mengiringi. Jongin menarik lengannya untuk ia letakkan pada bahunya sembari tersenyum.
Mindeong bersumpah, Jongin terlihat seperti orang normal lainnya di luar sana. Malah ia terlihat lebih normal dari orang-orang yang pergi dan pulang kantor setiap hari. Terkadang Mindeong tidak mengerti, kenapa rumah sakit jiwa itu memasukkan orang-orang yang menurutnya cukup normal.
Secara tiba-tiba, Jongin mengangkat lengan sang wanita sebelum memutar tubuhnya. Mengulurkan lengannya jauh-jauh tanpa melepas genggamannya. Namun kali ini genggamannya terlepas. Raut wajah sang pria yang tadi sangat manis kini berubah menjadi terkaget seratus persen. Begitupun Mindeong, ia panik.
Tanpa pikir panjang, Jongin segera meraih kaus yang dikenakan sang wanita untuk ia tarik. Sesuai prediksi, apa yang dilakukannya sia-sia karena pakaian khas pasien rumah sakit tersebut berbahan tipis. Jongin malah tak sengaja merobeknya hingga memperlihatkan perut sang wanita.
Mindeong yang kaget segera meraih jemari sang pria, menariknya dengan sekuat tenaga sebelum akhirnya Mindeong jatuh ke tanah. Diikuti dengan tubuh Jongin yang jatuh tepat di atasnya.
"Ugh—" Raut wajah Jongin yang kaget kini berada tepat di depan wajahnya sendiri.
Keduanya butuh waktu untuk memproses apa yang sedang terjadi sehingga keduanya tidak tersadar bila pintu yang menjadi satu satunya akses menuju atap kini telah terbuka. Betul, keduanya sempat bertemu oleh beberapa perawat yang menghadang. Setelah berhasil kabur, Jongin melakukan segala cara untuk mengunci satu satunya pintu yang menjadi akses menuju atap tersebut.
"Ya! Menjauh darinya!"
Kali ini, itu semua terjadi begitu cepat. Wajah Jongin seketika menghilang dari pandangannya karena seseorang mendorongnya dengan paksa dari samping. Mindeong merasa pergelangan tangannya ditarik untuk dipaksa berdiri.
"You alright?" Suara itu... Mindeong mengenal betul milik siapa suara tersebut. Rambut blonde, wajah tampan.. dr. Byun.
Mindeong tidak menjawab. Entah kenapa otaknya seakan membeku. Mungkinkah kepalanya membentur tanah terlalu keras tadi? Pandangan dr. Byun kemudian turun ke bawah. Tersadar bahwa kaus yang dikenakannya robek, ia segera melepas kemeja putihnya untuk ia letakkan pada pundak sang wanita. Dengan sigap, Mindeong segera menarik kemeja tersebut untuk menutupi tubuhnya sebelum mengalihkan pandangannya ke bawah.
"Mundur!!" Suara teriakan yang berasal dari belakangnya berhasil membuat Mindeong dan dr. Byun mendongak. Itu teriakan Jongin. Ia dikelilingi tiga perawat yang akan membawanya untuk turun. Posisi sang pria dekat sekali dengan ujung atap. Hanya tinggal menaiki satu gundakkan, ia sampai di titik ujung sepanjang atap.
"Menjauh dariku atau aku akan loncat!" Ancamnya.
Merasa memiliki peran yang penting bagi Jongin, Mindeong berjalan menuju arah pria tersebut berdiri namun salah satu pergelangan tangannya tertahan.
"He won't jump, Ahn Min-deong. Kita harus turun ke bawah. Aku perlu bicara denganmu."
•
•Catatan:
HALO HALOOO HEHEHEHE digantung lagi digantung lagi~ maaf yaaaa tapi ini beneran akutuh suka tetiba sibuk gitu sama kuli yeah wkwkwk 😂😭😭😭 siapa yang masih nunggu ada ngga 👀👀 anyway berhubung bentar lagi lebaran, aku minta maaf kalau ada perlakuan/kata-kata aku yg kurang berkenan yaaa 🥰🥰🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
rough talk • bbh
FanfictionIni cerita tentang seorang wanita yang dikekang di dalam sebuah tempat dimana orang-orang 'menitipkan' entah itu kerabatnya, bahkan orang tersayangnya dengan harapan mereka akan lebih baik lagi jika memang mereka ditakdirkan keluar dari sana. Namun...