•
•Selama sesi makan, Mindeong masih tidak bicara walaupun keduanya saling duduk berhadapan. Hanya suara sendok yang beradu dengan mangkok yang saling bersahutan sesekali. Semenjak ia menginjakkan kaki ke sini, kalimat yang dilontarkan oleh wanita tua pemilik kedai menganggu pikirannya.
Melihat keakraban antara dr. Byun dan wanita tersebut membuat Mindeong berpikir bahwa dr. Byun pasti sering berkunjung ke sini. Mindeong ingat betul wanita pemilik kedai berkata bahwa wanita yang biasa dipanggil Min itu adalah istri dari dr. Byun. Kalau tidak salah, ia juga ingat wanita tua tersebut bertanya kembali apakah kondisi istrinya telah benar-benar sembuh.
Tentu saja Mindeong tidak menjawab. Begitupun sang dokter yang hanya menanggapinya dengan senyuman kecil. Apakah dr. Byun juga sebenarnya telah beristeri sama seperti dr. Nakamoto? Tapi Mindeong berani jamin ia tidak melihat satupun cincin yang melingkar pada jemarinya. Tidak seperti dr. Nakamoto.
Jika hidup seseorang sudah memiliki takdir, apakah takdirnya sendiri adalah dengan menjadi perusak rumah tangga orang lain? Dahulu dr. Nakamoto. Sekarang dr. Byun. Yang benar saja. Semakin dipikirkan, semakin menganggu pikirannya pula. Maka dari itu Mindeong memutuskan untuk bertanya.
"dr. Byun?" Ia memanggil namanya ragu-ragu.
Yang dipanggil namanya kemudian mendongak, memperlihatkan maniknya yang selalu tenang menatap ke arah sang wanita. "Hm?"
"Bolehkah aku bertanya sesuatu?" Mindeong melanjutkan.
"Sure. Go on"
"Are you married?" Mindeong memegang erat sendoknya. Telah bersiap dengan jawaban apapun yang akan keluar dari mulutnya.
Sementara dr. Byun, ia hanya tersenyum. Melanjutkan makannya satu suap sebelum kembali menjawab. "Was"
Sialan! "I'm sorry— aku seharusnya tidak seperti ini kepadamu. Jika istrimu mengetahuinya—"
"Don't worry. She's dead anyway"
What?
"A—apa?" Jika Mindeong sedang mengunyah makanan, ia dapat memastikan bahwa dirinya pasti sudah tersedak makanannya sendiri begitu ia mendengar pria di hadapannya berkata enteng sekali seperti itu.
"She's dead, Min." dr. Byun meletakkan sendok nya di atas mangkuk untuk melipat kedua tangannya di atas meja sebelum kembali menatap Mindeong yang kaget.
"Kau— tidak sedih?" Tanya Mindeong dengan polosnya. Itu membuat sang dokter terkekeh sembari menyandarkan tubuhnya pada kursi ke belakang sementara maniknya masih terkunci dengan milik Mindeong. Ia menghela nafas.
"Kesedihan bukan sesuatu yang dapat kau tolak. Tapi kau bisa memilih untuk tidak sedih. Right?"
"I mourn enough. But it doesn't mean I forget her. I would never because everything reminds me of her in here" Kedua maniknya mengerling memperhatikan seluruh sudut kedai. "Maka dari itu aku mencari ketenangan ke Kanada"
Cerita sang dokter membuat hati Mindeong menjadi muram. Ia tak sampai hati. Jika dirinya ditinggal suaminya kelak ke alam lain, mungkin ia akan benar-benar gila dan menjadi pasien rumah sakit jiwa yang selayaknya. Mindeong menunduk. Dirinya benar-benar merasa bersalah seketika.
"I'm sorry..." Lirih sang wanita.
"Tak apa Min. Lagi pula itu sudah berlalu. Dia sudah tenang dan juga sudah tidak merasakan sakit sekarang" Jawab dr. Byun masih enteng.
Sebenarnya Mindeong ingin bertanya lebih lanjut. Namun ia mengurungkan niatnya karena merasa kasihan. Ia berpikir bahwa dirinya merupakan orang yang paling menderita, ternyata tidak. Istrinya pasti sangat beruntung. Bagaimana tidak, ia memiliki suami yang begitu baik hati, penyabar, tidak pernah membentak. dr. Byun selalu berada di sisinya hingga akhir hayat. Siapa sangka cerita sedih dari sang dokter membuat Mindeong mengurungkan niatnya juga untuk kabur dari rumah sakit.
"Enough talking about me. Let's talk about you instead" dr. Byun kembali memulai percakapan setelah beberapa detik keduanya terdiam. Kalimatnya membuat Mindeong mendongak.
"Kau punya kekasih?"
"How do you know?" Sebentar. Seingatnya, Mindeong tidak pernah bercerita mengenai pacarnya kepada dr. Nakamoto. Ia hanya bercerita bagaimana dirinya bisa terjebak di sini serta alasannya menusuk pria yang berada di rumah duka saat ayahnya meninggal. Apa jangan-jangan..
"Tidak apa jika kau tidak ingin menjawab—"
Mindeong mengangguk perlahan. Entah bagaimana nasib kekasihnya— mantan kekasihnya. Ia tidak peduli. Mantan kekasihnya yang bernama Kim Doyoung itu hanyalah kaki tangan ayahnya yang gila. Ini merupakan salah satu kelemahan Mindeong. Ia mudah percaya kepada orang lain.
"Dia tidak pernah menjengukmu?" Sang dokter bertanya kembali. Pertanyaannya dijawab oleh gelengan kepala dari wanita yang saat ini masih memiliki status sebagai pasiennya tersebut.
"That bastard.. Aku tidak sadar bahwa selama ini aku telah dimanfaatkan. Doyoung hanyalah boneka milik ayahnya."
Dahi dr. Byun mengernyit. "What did he do?"
"Ia yang menyarankan ku untuk dimasukkan ke rumah sakit. Agar aku tidak bisa balas dendam..." Mindeong mengepalkan kedua tangannya di bawah meja. Mendengar namanya saja sudah membuat darahnya mendidih.
"Tapi dia terlihat menyayangimu dari foto-foto di Instagram—"
"What? Instagram? Aku tidak salah dengar kan?" Sontak ia mencondongkan tubuhnya ke depan. Mindeong dibuat melongo. Walaupun feedsnya banyak berisikan fotonya dengan binatang, tapi ia juga beberapa kali mengunggah foto dirinya mirror selfie dengan mini dress dan dress fit-body.
"dr. Byun you're a creep.." Mindeong menatapnya sinis. Kali ini dia tidak bercanda. Walaupun demikian, sang wanita tidak bisa menahan wajahnya yang mulai memanas karena malu.
"Look I'm sorry— dr. Nakamoto told me— bahwa kau memiliki Instagram" dr. Byun meletakkan kedua tangannya di depan dada, seakan menyerahkan dirinya karena ia telah bersalah.
•
•
KAMU SEDANG MEMBACA
rough talk • bbh
FanficIni cerita tentang seorang wanita yang dikekang di dalam sebuah tempat dimana orang-orang 'menitipkan' entah itu kerabatnya, bahkan orang tersayangnya dengan harapan mereka akan lebih baik lagi jika memang mereka ditakdirkan keluar dari sana. Namun...