•
•Suara gemercik air yang jatuh ke lantai terdengar sayup-sayup menenangkan, membuat wanita cantik yang terbaring di ranjang membuka kedua matanya perlahan. Lampu remang semalam telah digantikan sepenuhnya dengan sinar matahari. Seseorang yang tidur bersamanya pun tidak terlihat batang hidungnya. Mindeong berbaring sendirian, dengan selimut yang masih ia tarik hingga dagunya.
Maniknya melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul setengah sembilan pagi. Ia harus kembali ke kamarnya sebelum pukul sepuluh. Karena sarapannya akan segera diantarkan. Merasa masih memiliki banyak waktu, Mindeong berniat untuk memejamkan matanya kembali hingga pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka. Memperlihatkan seorang pria yang tadinya ia cari hanya mengenakan handuk dari pinggang hingga lututnya.
Mindeong yang kaget cepat-cepat memejamkan kembali maniknya dengan erat. Berharap sang dokter tidak melihat dirinya yang tidak sengaja mengintip sebelum beberapa detik kemudian sebuah langkah kaki terdengar kembali ke kamar mandi. Wanita tersebut kemudian menghela napas lega, melanjutkan tidurnya beberapa menit hingga sebuah tepukan lembut terasa di pundaknya.
"Min— wake up" Bak malaikat tampan di pagi hari dengan rambut putihnya, dr. Byun muncul di hadapan sang wanita dengan senyum kecilnya. Mindeong yang kaget langsung terperanjat duduk dan beringsut mundur dengan kedua mata terpejam.
Tak ada suara kembali yang terdengar selama beberapa detik, wanita tersebut membuka matanya perlahan. Akhirnya dirinya dapat bernafas lega karena dr. Byun sudah berpenampilan layaknya seorang dokter. Rambutnya yang sedikit berantakan dengan sedikit belah tengah yang tidak beraturan membuat hatinya berdegup tiba-tiba.
Oh damn..
"Oh— terimakasih dr. Byun— I think I should get going" Dengan pergerakan yang cepat, Mindeong segera turun dari ranjang dan berlari ke arah pintu untuk keluar sebelum ia merasa tubuhnya kembali tertarik ke belakang.
Sang dokter kemudian menggeleng. Memaksa wanita yang pergelangannya ia genggam untuk duduk di sofa semalam sementara dirinya duduk tepat disebelahnya. Tanpa sepatah kata pun, dr. Byun menyentuh wajah pasiennya untuk melihat ke arahnya.
Mindeong dapat melihat dahi pria di hadapannya mengkerut begitu maniknya memperhatikan perban yang membalut luka ringan di kepalanya. Demi Tuhan, jantungnya kembali berdegup kencang. Apalagi saat manik keduanya bertemu beberapa detik. Ia tak tahan.
"I'm sorry— you're too close for my liking" Itu suara Mindeong. Demi kesehatan jantungnya, ia mendorong sang dokter dan bergeser menjauh dari tempat duduknya semula.
Ini semua gara-gara insiden tadi pagi saat Mindeong melihat dr. Byun yang half naked. Bagi dr. Byun sendiri, ia pasti berpikir bahwa wanita ini punya dua kepribadian berbeda semenjak insiden pertama di kamar Mindeong yang membuatnya sama sekali tidak ingin bertemu sang dokter walaupun sebentar.
Hal itu terjadi lagi sekarang karena semalam ia yang meminta untuk tidur satu ranjang tetapi saat sang dokter hanya ingin memeriksa lukanya dari jarak yang normal, ia menyatakan keberatan?
"Aku akan memeriksa lukamu, ya? Kau tidak keberatan kan?" Tanya sang dokter baik-baik. Apa boleh buat, Mindeong hanya mengangguk meng iya kan.
Jemari dr. Byun kembali meneyentuh dahi dan kepalanya perlahan. Berniat untuk membuka balutan perban dan menggantinya dengan yang baru hingga kedua orang tersebut sama-sama menoleh ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka. Memperlihatkan seorang yang dikenalnya.
"Aku mendapat laporan bahwa Mindeong tidak ada di ka—"
Suara milik dokter berkebangsaan Jepang tersebut seketika tersendat begitu maniknya melihat orang yang ia cari sedang berada di sini. "Oh—" Tidak ingin menganggu keduanya, sang dokter pun hanya meletakkan tas yang ia bawa sebelum kembali keluar dan menutup pintu untuk memulai harinya sebagai dokter.
Mindeong ingat betul bahwa dr. Nakamoto pernah menuduhnya telah melakukan hal tidak senonoh dengan dr. Byun. Belum sempat melanjutkan untuk membuka lilitan perban, dr. Byun malah menghela nafas, menopangkan dahinya di atas pundak sang wanita. Bukan hanya Mindeong yang berpikir demikian, dr. Byun juga.
Mindeong kemudian menjadi canggung. Entah hal apa yang harus dilakukannya jadi dirinya hanya berdiam diri mematung hingga ia dapat bernafas lega saat sang dokter mengangkat wajahnya menjauh. Tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya, dr. Byun mulai membuka lilitan perban di kepalanya dan menggantinya dengan yang baru.
Setelah selesai, keduanya keluar ruangan dan berjalan di lorong menuju kamar Mindeong karena sarapan akan segera diantarkan sebentar lagi. Mindeong yang melihat ada kesempatan kemudian memutuskan untuk berjalan lebih cepat, sehingga keduanya tak lagi berjalan berdampingan. Sialnya, dr. Byun juga mengikuti untuk mempercepat langkahnya walaupun ia telah tertinggal beberapa langkah di belakang.
Mindeong yang semakin tidak nyaman dan ingin cepat-cepat pergi memutuskan untuk berlari. Ia berlari kencang menuju kamarnya. Berharap sang dokter tidak lagi mengikuti dan benar saja. Melihat Mindeong yang berlari menghindarinya, langkahnya seketika terhenti. dr. Byun kemudian mengusap wajahnya perlahan sebelum berbalik dan berniat menuju lobby utama untuk melihat jadwalnya hari ini.
Kadang ia bertanya pada dirinya sendiri, mengapa ia memutuskan untuk mengambil spesialisasi mental dan berakhir menjadi dokter tetap di rumah sakit jiwa.
•
•
Catatan:Gak kerasa udah 16 chap... Saatnya beralih ke main conflict wkwk tapi aku masih seneng bercanda bercandain si dua orang inii 🤣🤣
KAMU SEDANG MEMBACA
rough talk • bbh
FanficIni cerita tentang seorang wanita yang dikekang di dalam sebuah tempat dimana orang-orang 'menitipkan' entah itu kerabatnya, bahkan orang tersayangnya dengan harapan mereka akan lebih baik lagi jika memang mereka ditakdirkan keluar dari sana. Namun...