Perjuangan

169 4 0
                                    

Pagi harinya, kami berencana segera pulang setelah sarapan di hotel. Si mantan walikota sempat menelpon Pak Burhan dan menanyakan keadaan kami.

Mungkin dikira kami mendapatkan perlakuan tak menyenangkan. Ia bahkan menawari kami untuk bertandang ke rumahnya.

Namun Pak Burhan menjawab lain waktu saja. Kami ingin segera pulang.
Waktu sarapan, beberapa orang mendekati kami. aku masih ingat, mereka orang-orang yang ada di pesta semalam.

Dua orang menyapa kami dan memohon izin duduk bersama kami. sementara dua lagi tampak berdiri berjaga-jaga.

Margareth dan Pak Burhan pun mengijinkan mereka duduk.

"Maaf mengganggu," buka salah satu dari mereka, "kami wakil dari perusahaan. Mohon maaf atas perlakuan kami semalam. Mohon jangan masukkan hati!"

"Yah, dan apa mau kalian?" jawab Margareth berterus-terang. Orang Barat mungkin memang tak mengenal basa-basi.

"Kami ingin tetap mengirimkan dana bantuan, kalau tak keberatan, barangkali kalian bisa memberikan nomor rekening yang bisa kami kirim!"

"Tak perlu!" jawab Margareth gusar, "kami sudah bilang, tak butuh uang kalian!"

"Jangan bersikeras, Madame! Kami hanya berniat baik. Jangan salah sangka pada kami!"

"Well, kami tetap tak mau menerima dana dari kalian! Kecuali kalian menghentikan operasi perkebunan sawit!"

"Tapi itu untuk mata pencaharian banyak orang, Madame! Memberi makan banyak pekerja kami!"

"Jangan bodohi kami! itu hanya untuk keserakahan kalian saja! Kalian sudah kaya! Tak perlu membuka lahan lagi!"

"Kenapa tak cari mata pencaharian lain?" tanya Irene.

"Yah, kami berbuat begini demi kesejahteraan rakyat, Madame. Juga untuk devisa negara!"

"Tapi menimbulkan kerusakan yang luar biasa! Kalian tak sadar itu! berapa banyak flora dan fauna mati? Berapa banyak hutan habis?"

"Kami ganti dengan hutan sawit dan karet, Madame!"

"Apa orangutan akan hidup di hutan sawit? Siamang juga? beruang? Coba jawab!"

Mereka tampak kehabisan kata.

"Seharusnya kalian menyadari keserakahan dan kebodohan kalian!"

"Yah, kami hanya menyampaikan pesan dari perusahaan! Kalau kalian tak mau memberikan nomor rekening, juga tak apa!"

"Katakan pada perusahaan kalian, hentikan perbuatan kalian!"

"Permisi, Madame, Pak!" pamit orang-orang itu meninggalkan kami.

Mungkin mereka sengaja menginap di sini untuk mengejar dan membujuk kami. tak tahu bos mereka menginap di sini atau tidak. Tak kulihat orang-orang semalam selain mereka tadi.

Setelah sarapan kami langsung beranjak pulang. Irene bersikeras ingin satu mobil denganku. Pak Burhan pun setuju, dan ia pindah ke mobil Irene yang ditumpangi Margareth.

Jadi ini adalah pasangan dengan pasangan. Mobil kami hanya bertiga dengan Agus sebagai sopir. Sementara mobil Irene ditumpangi margareth, Pak Burhan dan dua pekerja.

Kami membahas berbagai hal bersama Irene. Ia sudah berganti memakai pakaian kemeja dan celana pendek. Bersepatu kasual. Tampak sebagai sosok petualang di hutan tropis.

Pembahasan masih mengenai kekesalan kami terhadap para pengusaha sawit. Agus bercerita banyak tentang apa yang diketahuinya sepajang perjalanan.

Memang begini watak sebagian besar orang negeri ini. banyak bicara dan membanggakan diri serta negaranya kepada orang asing.

Dokter UtanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang