Penyelamatan

198 2 2
                                    

Perjuangan kami dimulai. Aku menuliskan keganasan perkebunan di blog, sosial media, dan youtube. Kugambarkan betapa mengenaskannya nasib hewan akibat pembukaan hutan.

Kuliput pula proses penyelematan hewan-hewan yang kehilangan habitatnya. Juga korban kebakaran.
Musim memasuki kemarau. Dan seperti biasa, kebakaran hutan mulai marak. Ini waktu yang tepat bagi penduduk untuk membuka lahan dengan cara dibakar.

Asap pun mulai menyesakkan pulau. Bahkan sampai ke negara-negara tetangga. Pemerintah pusing memikirkan cara menghentikan kebakaran hutan itu. Tapi mereka tak melakukan upaya dari dasar. Yaitu menghentikan industri perkebunan.

Irene membesarkan kampanyeku ke dunia internasional. Ia menerjemahkan tulisan-tulisanku dan disebarkannya.

Ia juga memperkenalkanku dengan seorang bule lelaki pemerhati lingkungan. Pria itu memiliki stasiun radio dan acara televisi di pulau ini.

Kebanyakan acaranya kampanye tentang penyelamatan satwa. Dikemas dengan cara yang menyenangkan. Aku harus belajar banyak darinya.

"Harus ada pribumi yang bergerak seperti dia!" kata Irene, "kau satu-satunya yang berbakat!"

Kami pun berkolaborasi dengannya untuk menggencarkan kampanye anti sawit. Hasilnya cukup lumayan.

Beberapa LSM turut mendukung. Begitu juga dengan kawan-kawan dokter hewan yang mulai tergerak.

"Bagus, usahamu bagus, Put!" kata Pak Burhan menanggapi perkembangan usahaku, "Tapi kita juga harus hati-hati! Para pengusaha itu tentu tak akan tinggal diam!"

Dan perkiraannya benar. Utusan dari perusahaan sawit datang secara langsung dan membawa uang cash.

Mereka sedikit memaksa agar Pak Burhan menerimanya. Tapi ia tetap menolak. Pak Burhan salah-satu orang yang memiliki prinsip teguh.

Kalau tidak, mana mungkin ia meninggalkan perusahaan besar dan istrinya di Jawa demi mendirikan unit penyelamatan satwa ini.

Margareth dan Irene mengabari bahwa mereka juga didatangi orang yang sama dan membawa misi yang sama pula. Agar mereka menerima sumbangan dana dari sindikat. Mereka pun pastinya juga menolak.

"Tapi tak tahu LSM lain," ujar Margareth pada kami, "Mungkin saja ada yang mau menerima! Cukup sulit mengajak mereka bekerja sama dengan kita! Mungkin mereka juga sedang perlu uang. LSM memang menggantungkan nasib dari bantuan dana. Mungkin mereka mau menerima bantuan itu!"

"Tapi dengan menerima, kita akan didikte oleh mereka!" keluh Irene, "Mirip jaman kolonial saja, memberi penguasa lokal dana untuk mendikte segala kebijakan."

"Kapitalisme, Irene, tetap bertahan," sahut Pak Burhan, "lihat saja bank dunia sekarang ini!"

Akhir-akhir ini aku dan Irene memang sering bertemu. Melakukan berbagai aksi untuk mewujudkan mimpi kami. Sering ia menginap di unit kami untuk memudahkan kerjasama. Dan ia mudah akrab pula dengan Nita maupun para pekerja. Seorang bule yang menyenangkan.

Sesekali aku juga menginap di LSM miliknya. Ia betul-betul berusaha keras. Bahkan ia menggelontorkan dana dari keluarganya sendiri. Dan mengkampanyekan ke Eropa, terus ia lakukan.

"Sudah cukup dulu para penjajah Eropa mengeruk bumi kalian!" serunya dalam berbagai media sosial pada penduduk negeri ini, "sekarang kalian malah mengeruknya tanpa batas! Tolong hentikanlah, kami orang Eropa bahkan menangis melihat perusakan yang kalian lakukan pada tanah air kalian sendiri!"

Si mantan walikota juga mendukung kami. Ia bahkan tampil beberapa kali dalam vlog yang kubuat. Ia tunjukkan data-data dan fakta di lapangan tentang betapa masifnya pembukaan lahan. Betapa mengenaskannya nasib hutan pulau ini.

Dokter UtanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang