7

55 4 1
                                    

Tak terasa waktu mengalir cepat layaknya laju air yang tak terhambat.
Sudah delapan bulan usia kandungan Mila.
Selama itu pula dia sudah mengembangkan bisnis toko kue kecil-kecilan dengan mempunyai dua karyawan.

"Semuanya ga ada yang kurang kan?" tanya Mila mewanti-wanti takut ada kekurangan.

"Tidak ada, Bu." dua karyawan Mila menggeleng setelah mengecek jumlah pesanan.

"Baiklah terimakasih atas kerja keras kalian." Mila tersenyum puas.

Hidupnya kini sudah mulai tertata.
Setelah ia berhasil membangun toko, Mila memutuskan untuk keluar dari Apartemen Rylla karena dokter itu sudah hendak menikah. Lagipula, dia juga tidak mau merepotkan dokter Rylla lagi.

"Kakak!" teriak bocah kecil menghampiri Mila dengan senyuman manis.

"Uluhh uluhhh kesayangan kakak makin ganteng aja," puji Mila pada Leo, anak yang dulu dia temui di taman dekat Apartemen Rylla.

Mila dan Leo mulai sering bertemu di taman tersebut hingga mereka menjadi dekat layaknya adik kakak. Apalagi, si Leo sering nempel pada Mila.

"Iya dong! Leo emang ganteng," ujarnya amat menyetujui.

Mila hanya terkikik melihat tingkah bocah ini.

"Kak, Adik kecil kapan keluarnya?" tanya Leo penasaran.

Mila tersenyum. "Sebentar lagi. Lihat nih Adik kecil udah mulai nendang-nendang pengen segera ketemu kak Leo yang ganteng." Mila mengelus perutnya.

Mata Leo berbinar. "Boleh Leo pegang, kak?"

Mila mengangguk.

Dengan antusias Leo langsung memegang perut Mila.

Dulll

Bayi dalam perut Mila menendang pada saat itu juga membuat Leo melongo.

"Wahhh kakak bayinya nendang tangan Leo!" teriaknya bahagia.

Mila tersenyum seraya mengecup singkat kening Leo.

"Papa mana? Kerja di luar negeri lagi?" tanya Mila.

Memang selama ini jika Devian ingin pergi ke luar negeri baru akan menitipkan Leo pada Mila.
Oleh karenanya, Mila dan Devian jarang bertemu.
Sekali bertemu hanya untuk menitipkan Leo saja.

"Iya kak. Boleh kan Leo nginap di rumah kak Mila, lagi?" pinta Leo dengan mata puppy eyes nya.

"Boleh banget dong sayang!" Mila mencubit pipi Leo gemas.

"Makasiiih kakak!" Leo mencium pipi Mila.

"Sama-sama anak manis."

----–

"Leo aduk bahan-bahannya ya sayang."

Leo mengangguk. "Siap kak!"

Kini dia dan Leo tengah masak bersama. ingin membuat kue ulang tahun.
Hari ini adalah ulang tahun Leo.

"Aduh sampe belepotan gini." Mila menghapus jejak tepung di pipi Leo.

"Gak papa kak yang penting Leo masih tetep ganteng!" Leo tersenyum lebar sembari terus mengaduk adonan.

Mila menggelengkan kepalanya. Salahnya juga terus memuji Leo hingga anak itu jadi narsis seperti ini.

"Udah selesai. hufft!" Leo menyeka keringatnya.

"Anak pintar. Mari kita masukkan adonan nya ke oven!" ajak Mila penuh semangat.

"Mari! Leo aja kak!" Leo menaruh adonan kue itu ke kue, lalu barulah Mila mengatur pengaturan oven.

"Leo mau kuenya dihias apa?" tanya Mila.

"Bulan! Leo suka bulan!"

Mila mengangguk. Kemudian, dia mulai menghias kue yang sudah matang dengan taburan bintang tak lupa juga seperti galaksi Bima sakti yang sedang kita tempati saat ini.

Terakhir Mila menancapkan lilin lalu menyalakannya.

Dia duduk bersama Leo di kursi sofa.

"Selamat ulang tahun Leo sayang. Semoga Leo bisa tumbuh menjadi anak pintar dan juga menjadi calon Abang yang baik buat adik kecil nanti." Mila bertutur dengan lembut seraya mengelus rambut halus Leo.

Raut wajah Leo berubah sendu.

"Kenapa kok Leo cemberut?" tanya Mila khawatir.

"Leo sedih kak. Orang tua Leo ga peduli sama Leo, apalagi Mama yang ga pernah jengukin Leo lagi." Leo menangis di pelukan Mila.

"Bukan ga peduli sayang, tapi papa sibuk kerja demi Leo hidup enak." Mila mencoba menenangkan Leo.

Dia tidak membahas mama Leo karena ia juga tak pernah bertemu dan tau banyak soal wanita itu.

Yang dia tau hanya mama Leo meninggalkan Leo dan Devian demi ambisi mimpinya.

"Tapi gimana sama mama? Leo bahkan belum pernah bertemu lagi sama mama. Leo ga punya mama," rengek Leo merasa terluka dengan kenyataan pahit yang tengah ia alami.

Mila semakin mengeratkan pelukannya, dia membiarkan Leo menumpahkan rasa lukanya.

"Disaat temen-temen Leo pada diantar dan disayang sama mamanya cuma Leo yang sendirian. Leo juga pengen kaya mereka. Hiksss..."

Sungguh tak tega Mila melihat bocah tampan seperti Leo menangis sampai seperti ini.

"Kalau Leo mau, Leo bisa anggap kak Mila sebagai mama Leo," ucap Mila sembari tersenyum.

Leo mengerjapkan matanya tak percaya. "Boleh kak?!"

Mila mengangguk. Seketika Leo langsung melompat kegirangan.

"Yeyy!! Leo punya mama!!! Leo punya mama yang sayang sama Leo!!" dia tersenyum sangat lebar.

"Seneng rasanya punya anak tampan seperti Leo. Sekarang ayo tiup lilinnya."

Leo meniup lilinnya yang berbentuk angka 6.
Hari ini dia genap berusia 6 tahun.

"Suapan pertama untuk mama!" Leo memotong kuenya lalu menyuapi Mila.

"Mama sayang Leo," bisik Mila.

"Leo juga sayang mama!"

Mereka berdua sama-sama tersenyum.

"Andai saja papa disini," harap Leo dalam hati.

Ting...

Bunyi Bel rumah minimalis di tekan oleh seseorang.

"Jam segini siapa ya yang datang," monolog Mila.
Pasalnya ini sudah jam 21.00 WIB.

Dia membuka pintunya dan munculah Devian tengah membawa kue dan buket bunga.

"Pak Devian sudah pulang?" tanya Mila terkejut.

Devian tersenyum tipis.

"Dimana Leo?" tanya Devian.

"Leo ada di dalam. Ayo masuk, pak." Mila mempersilahkan Devian masuk ke dalam rumahnya.

"Papa!" Leo langsung memeluk Devian.

Devian menatap Mila. "Tolong bawakan ini." dia menyerahkan kue serta buket berisi robot tadi kepada Mila.

Mila menaruhnya di meja.

"Selamat ulang tahun anak papa. Maaf papa sering melewatkan ulang tahun Leo," sesal Devian.

Setiap tahun dia memang mengundang banyak orang untuk merayakan ulang tahun Leo, tapi dirinya sendiri tak pernah hadir karena urusan kerjaan yang menumpuk.

Namun kali ini dia ingin menghadirinya karena bujukan serta nasihat dari Mila.

"Gak papa, pa. Leo seneng akhirnya Leo bisa ngerayain ulang tahun sama Mama dan Papa. Akhirnya Leo bisa dicintai seperti temen-temen Leo!" kata Leo dengan antusiasnya sembari memandang Devian serta Mila.

Devian mengerutkan keningnya. "Mama?" ulangnya.

Seketika tubuh Mila menegang.

***






Pecahan kacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang