"mama," ulang Devian.
Leo mengangguk antusias. "Iya, pa. Sekarang Leo punya mama! Mama Mila." Leo memeluk Mila dengan senyuman lebar.
Devian memandang Mila degan mengerutkan dahi. "Bisa kamu jelaskan?"
Mila menalan salivanya, gugup. "Saya gak ada maksud apa-apa kok pak, saya hanya tidak tega ketika Leo menangis merindukan seorang mama. Lagipula, saya menyayangi Leo seperti anak saya sendiri, saya senang jika Leo menggangap saya sebagai mamanya. Dan tentunya hubungan ini hanya antara saya dan Leo," Mila melirik Devian ketika menekankan kalimat terakhirnya.
"Saya mengerti," kata Devian.
"Anda tidak keberatan?" tanya Mila, ingin memastikan.
"Selama Leo dan kamu tidak keberatan, maka saya juga tidak." Setelahnya, Devian ikut duduk disamping Leo.
"Papa, mama, ayo nyanyikan Leo lagu selamat ulang tahun," pinta Leo penuh harap.
Mila tersenyum lebar. "Tentu!"
Devian dan Mila menyanyikan lagu sesuai permintaan Leo.
Mila dan Leo merayakannya lagi karena kali ini ada Devian yang menyertai."Happy birthday, son." Devian mencium kening Leo.
"Selamat ulang tahun, sayang." Mila membelai rambut Leo.
Leo mengangguk gembira lalu dia memotong kue ulang tahunnya.
"Untuk papa, dan ini untuk mama." Kedua tangan Leo memegang kue untuk menyuapi Devian dan Mila.
Devian dan Mila dengan senang hati menerima suapan malaikat kecilnya.
"Leo harap kebahagiaan ini abadi selamanya." Harap Leo menatap kedua 'orangtuanya'
"Tidak ada yang abadi di dunia ini," sahut Devian.
Leo jadi murung.
"Tapi selama kami masih hidup maka kami akan selalu menyayangi Leo," ujar Mila yang membalikkan suasana hati Leo.
"Terimakasih, mama." Leo mencium pipi Mila.
Devian tersenyum tipis.
"Ayo pulang," ajak Devian.
"Leo masih mau sama mama," rengek Leo.
"Leo." Devian menatap datar dan dengan nada dinginnya.
Leo mengerucutkan bibirnya. "Baik, papa. Tapi Leo mau ke toilet dulu."
"Biar mama temani," ucap Mila menawarkan bantuan.
"Tidak usah, mama. Leo ingin belajar mandiri." Leo berbalik menuju kamar mandi.
Suasana mulai hening sebelum Devian membuka suaranya.
"Boleh saya bertanya sesuatu ?" tanya Devian.
Mila mengangguk. "Silahkan, pak."
"Saya belum pernah melihat suamimu, dimana dia?"
Pertanyaan yang sudah tak asing lagi bagi Mila, selama ini banyak yang bertanya seperti itu juga padanya bahkan sampai menuduh Mila melakukan hal yang hina.
Tapi Mila hanya diam, dan dengan terpaksa dia berbohong jika suaminya telah meninggal untuk membungkam mulut keji orang-orang yang menuduhnya.
Namun apakah dia harus berkata jujur pada Devian?
"Saya ... tidak punya suami." Mila menautkan kedua tangannya.
Devian mengangkat sebelah alisnya, bingung namun ragu untuk bertanya lebih lanjut.
"Saya adalah korban pemerkosaan, namun saya tidak tau siapa pelakunya. Dia ... menarik saya ketika saya berjalan di gang hendak pulang ke rumah, lalu ... Lalu dia membawa saya ... Dan kabur setelahnya, dia—" Air mata Mila mengalir dengan sendirinya, padahal dia sudah menguatkan dirinya untuk melupakan dan mengikhlaskan kejadian itu namun sulit.
Devian menarik Mila ke dalam dekapannya, wanita itu masih menangis dan tubuhnya gemetar hebat.
"Maaf, maaf saya membangkitkan rasa trauma mu." Devian menepuk pelan punggung Mila untuk menenangkannya.
Sungguh malang wanita seusia Mila yang masih sangat muda dan seharusnya mengenyam bangku pendidikan malah mengalami hal seberat ini, sungguh bejat pelaku kejahatan itu.
Devian masih memeluk Mila, dia menyesal sudah bertanya hal sensitif ini.
Devian menganggap Mila sebagai adiknya sendiri, sepertinya. Begitupula dengan Mila yang menganggap Devian sebagai kakaknya.
"Mama kenapa nangis?" Leo yang baru datang langsung ikut memeluk Mila dan menangis juga.
"Mama jangan sedih, Leo gak suka mama sedih, hiks." Leo semakin erat memeluk Mila.
Mila mengurai pelukannya pada Devian dan Leo.
Mila menghela nafas sebentar sebelum menatap Leo dengan senyuman.
"Mama tidak sedih, mama hanya terharu karena Leo sudah bertambah besar, sehat-sehat ya sayang." Mila mengecup pipi Leo.
Devian menatap Mila lekat.
Leo memeluk Mila lagi. "Mama kalau terharu, senyum atau ketawa aja ya jangan nangis, Leo gak suka mama nangis," ucap Leo.
Mila tersenyum dan mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pecahan kaca
General Fictionkarena kejadian malam itu hidupku hancur berantakan. banyak cacian ku dapatkan, serta pelecehan meskipun hanya dalam bentuk ucapan. karena kejadian malam itu pula aku kehilangan sosok ibu yang sangat ku sayangi. namun, Tuhan itu maha pengasih lagi m...