๑ :: Kageyama Tobio x Reader

51 7 0
                                    

▬▬ EunoiaPro - Event╰─⌲ Username + nama: aomashi (Mashiro)╰─⌲ Pairing: Kageyama Tobio × Reader╰─⌲ Judul: Chocotease

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

▬▬ EunoiaPro - Event
╰─⌲ Username + nama: aomashi (Mashiro)
╰─⌲ Pairing: Kageyama Tobio × Reader
╰─⌲ Judul: Chocotease

Kepingan salju berjatuhan dari angkasa pucat, kembali mewarnai bentala yang telah putih menjadi kian putih. Daun-daun jingga sudah tak tampak, telah gugur di musim lalu― menyisakan pepohonan bercabang tanpa patera.

Angin beku berhembus, menyebarkan rasa dingin ke seluruh penjuru negeri. Namun tampaknya, hawa dingin itu tak mengganggu dua insan dengan syal meililit leher yang tengah duduk di atap sekolah.

Mereka adalah Kageyama Tobio dan [Your name]. Keduanya duduk di atas lantai berlapis salju dengan santai, seakan hawa dingin sama sekali tak mengganggu mereka.

Tobio mengambil sebuah cokelat berbentuk mawar dari kotak, kedua mata blueberry miliknya mengamati hidangan manis itu dengan seksama. "[Your name]-senpai, apakah senpai yang membuat semua ini?"

[Your name] berdeham mengiyakan, tangan kanannya memangku kepala. "Bagaimana menurutmu, Tobio-kun?"

"Ini sangat indah!" puji pemuda bersurai hitam itu dengan senyum lebar. "Aku sampai tidak tega untuk memakannya."

Pernyataan pemuda tersebut membuat sang gadis terkekeh, senyuman kembali terulas di bibirnya. "Tapi, aku membuatkan ini agar dimakan olehmu, bukan hanya dipandang."

[Your name] merupakan putri dari pemilik toko manisan yang cukup terkenal di prefektur Miyagi. Tokonya sangat laris, seluruh menu bahkan bisa habis hanya dalam kurun waktu dua belas jam setelah buka. Karena dagangan yang terlampau laku itulah orang tua gadis itu mengajari tata cara membuat manisan dengan resep turun-temurun keluarga mereka. Jadi, kemampuan [Your name] dalam membuat manisan semacam cokelat tidak perlu diragukan lagi.

Kembali ke plot. Saat ini [Your name] tengah memegang dagunya, memasang pose berpikir. Gadis ini tidak benar-benar berpikir, ia hanya berlagak. Padahal, kalimat yang akan diutarakan selanjutnya telah tertulis dalam benaknya.

"Hm, mungkinkah--" [Your name] menyeringai. "--Kau ingin aku menyuapimu?"

Begitu mendengar kalimat bernada jahil tersebut, Tobio spon menjengit kaget. Pemuda itu menoleh dan menatap sang seniornya dengan mata membelalak, ekspresi terkejut tergurat jelas di wajah pucatnya. Selang beberapa detik, rona merah turut mewarnai pipinya― mengubah wajah porselennya menjadi mirip seperti apel ranum di musim panen yang siap untuk dipetik.

"Oh, wajahmu memerah," tunjuk sang gadis [h/c] sambil mengikis jarak dengan Tobio, kedua mata [e/c]nya mengamati ekspresi yang terlukis di wajah sang adik kelas dengan guratan senyum manis. "Jadi, perkiraanku tadi benar, ya?"

Pemuda malang itu hanya bisa mematung dengan wajah merah padam, pikirannya kosong. Jarak antara dirinya dengan [Your name] pun sangat dekat, ia bahkan bisa mencium wangi sampo buah beri dari rambut sang perempuan. Tobio pun akhirnya menutup kedua netranya, tak ingin menjalin kontak mata dengan sepasang manik [e/c] jernih milik gadis yang setahun lebih tua darinya itu.

Pada akhirnya, Tobio bergeser menjauhi [Your name]― membentuk jarak yang cukup jauh dengan perempuan bersurai [h/c] itu. Wajahnya menunduk, fokus memandang kotak penuh coklat di genggaman. Daripada merasa kecewa, hal tersebut justru membuat [Your name] tertawa.

"Apa yang lucu?"

Sang gadis berhenti tertawa tatkala mendengar pertanyaan bernada kesal dari juniornya itu. [Your name] mengelap air mata yang terkumpul di ujung pelupuk karena tawa berlebih, sebelum bergeser mendekat ke arah Tobio. Ia duduk di sebelah pemuda itu dalam jarak yang wajar, tidak serapat sebelumnya.

"Apa yang lucu? Tentu saja reaksimu, adik kelasku yang imut," balas [Your name] enteng dengan diakhiri kekehan. Mendapati Tobio yang hendak menyanggah lagi, gadis itu segera meletakan jari telunjuk di depan bibir plumnya. "Berhentilah mengoceh dan segera makan cokelatmu. Seniormu yang baik hati ini akan merasa sedih jika kau tak memakannya," katanya dengan nada dan ekspresi sedih yang dibuat-buat.

Melihat hal demikian, Tobio menghela napas. Yah, seniornya itu memang jahil dan suka menggodanya. Namun, daripada merasa risih, godaan-godaan dari sang kakak kelas justru membuatnya tidak canggung dan nyaman.

Pemuda bersurai hitam itu menjadi teringat dengan ejekan kawan jangkung bermulut pedasnya― Tsukishima yang menyebutnya seorang masokis. Sebagian diri Tobio menyadari hal tersebut, namun sebagiannya lagi lebih memilih untuk tidak mempedulikannya.

Daripada memikirkan kata-kata penuh garam dalam benaknya, Tobio saat ini lebih memikirkan bagaimana rasa cokelat-cokelat beraneka bentuk dalam kotak di genggamannya. Kudapan manis itu terlihat begitu cantik, namun juga tampak lezat dan menggugah selera.

Tanpa berpikir lama lagi, Tobio akhirnya memutuskan untuk mengambil sebuah cokelat berbentuk bunga lily dari kotak itu.

"Selamat makan," ujarnya, kemudian memasukan camilan manis tersebut ke dalam mulutnya.

Begitu cokelat itu melakukan kontak dengan lidahnya, Tobio berdeham senang. Kudapan manis tersebut terasa manis dengan rasa buah buah raspberry yang samar, teksturnya pun lembut dan meleleh di mulut.

Enak sekali! batin Tobio senang sambil terus meraih cokelat dan memasukannya ke dalam mulut. Rasanya membuatku ketagihan!

Kekehan pelan yang lolos dari bibir gadis di sebelahnya membuyarkan pikiran sang pemuda. "Tampaknya kau sangat menikmati cokelat buatanku, Tobio-kun."

Tobio mengangguk cepat lalu menelan cokelat dalam mulutnya. Ia berkata, "Habisnya cokelat ini terasa sangat lezat dan manis, [Your name]-senpai!"

Mendengar pujian dari sang adik kelas membuat senyuman [Your name] semakin lebar. Hatinya menghangat akan eulogi yang diutarakan pemuda itu.

"Begitu, ya. Terima kasih," balasnya. Ia kini memangku kepalanya dengan kedua tangan, sepasang mata [e/c] memandang Tobio dengan tatapan teduh. "Tapi, dirimu lebih manis sih."

Tobio seketika tersedak mendengar kalimat yang dilontarkan oleh [Your name]. Sedangkan si pengucap hanya tertawa puas akan efek dari ucapannya.

"[Your name]-senpai!" geram si pemuda dengan nada marah bercampur kesal. Perangainya merah sempurna― ia tersipu.

[Your name] membalasnya dengan juluran lidah dan kedipan mata. "Ehe. Maaf, memang sengaja."

Tapi, yang dikatakan oleh [Your name] tadi bukanlah godaan semata. Itu merupakan pandangannya terhadap Kageyama Tobio― dia yang menurutnya lebih manis dari cokelat di Hari Valentine.

ꗃ VALENTINE  ❟ 1st Event ױTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang