***
Ditengah gemericik air hujan di taman yang sama ketika pertama kali mengajarkan putra pertamanya –Park Doyoung– ia berjalan dengan menyentuh rerumputan tipis diawasi Asahi satu-satunya orang yang sangat setia padanya. Namun, kali ini berbeda saat semua orang melihat aksinya yang sudah bertahun-tahun lamanya ia susun sendiri.Wajah yang dulu sering menampilkan senyum hangat setiap orang yang kerap menyapanya, kini hanya menatap orang itu tanpa ekspresi. Mata yang dulu memancarkan binar, kini menajam seiring emosi menguasainya. Tangan yang dulu sering menyantuni hamba sahaya dan orang miskin, kini terdapat sebuah pedang tajam dan mengkilat yang siap ditancapkan kapan saja pada orang dihadapannya itu. Kaki mungil yang dulu berjalan dengan penuh keanggunan di dalam istana itu ia injakan pada dada seseorang yang sedang berbaring di atas rumput setelah dilumpuhkan oleh seluruh kawanannya.
Posisi Hyunsuk yang tengah menginjak dada Jihoon dengan kaki yang terbalut sepatu boot itu terus menekannya sehingga membuat sang kaisar itu terbatuk-batuk. Juga pedang yang hyunsuk arahkan pada leher pria itu membuatnya tak bisa berkutik sedikitpun setelah komplotan lelaki manis itu melumpuhkannya.
Pria yang menjabat sebagai pemimpin seluruh daratan Southland itu terbaring tanpa adanya perlawanan. Disaksikan oleh seluruh penghuni istana, dimana bawahan yang berpihak padanya juga bernasib sama dengannya. Juga orang yang dulu bersekutu dengannya kini berada di pihak lelaki manisnya. Termasuk tiga pangerannya yang melihat kearahnya dengan tatapan yang berbeda-beda.
Dan Mashiho yang berdiri tak jauh darinya itu menatapnya nanar dengan air mata yang terus mengalir di pipinya. Dia tak bisa berbuat apa-apa karena tangannya terborgol. Wajahnya terdapat luka yang menandakan jika ia sempat melakukan perlawanan.
Injakan yang Hyunsuk berikan tak main-main. Juga tatapan ketiga putranya layangkan membuatnya dua kali lipat lebih sesak. Jihoon harus menanggung akibatnya dari kejadian yang dulu pernah ia lakukan kepada Hyunsuk dan orangtuanya.
"Kau membunuh kedua orangtuaku, brengsek." Hyunsuk berteriak lantang dengan emosi yang menggebu, kakinya terus memberikan tekanan pada orang dibawahnya itu.
uhukk uhukk
"Kau juga menghancurkan desaku—" kembali Hyunsuk menekan kakinya pada dada jihoon sebelum kembali berkata. "Tempatku menghabiskan masa kecilku bersama mereka."
Dadanya naik-turun, emosi dan rasa dendam yang ia pendam selama bertahun-tahun kini terbalaskan disaksikan oleh seluruh penjuru istana.
Hyunsuk tersenyum miring, lalu mengayunkan pedangnya pada leher itu tanpa mendengar sang empu membuka suaranya sedikitpun.
Belum sampai pedang itu menembus leher itu, lebih dulu hyunsuk terbangun dari tidurnya dengan nafas yang tidak beraturan. Menyentuh dadanya yang bergemuruh hebat, ternyata hanya mimpi, pikirnya. Matanya menatap sekeliling dan menemukan Jihoon yang tertidur pulas di sampingnya. Setelah meminum airnya ia kembali merebahkan tubuhnya di samping pria itu.
Mencoba tidur kembali, namun matanya terus terbuka menatap sekeliling kamarnya. Lalu kembali menatap Jihoon yang tertidur pulas di sampingnya. Ia mengingat persis wajah itu di dalam mimpinya. Hyunsuk menghela nafas, kemudian ia membuang mukanya kembali menatap lurus ke atas plafon kamar tidurnya yang bercorak motif khas Southland. Ia tidak bisa tidur kembali karena mengingat kejadian dalam mimpinya itu.
Hyunsuk gusar, tubuhnya beberapa kali berubah posisi dari kanan ke kiri atau sebaliknya mencari posisi yang nyaman. Gerakan tersebut membuat Jihoon terbangun.
"Ada apa, sayang?"
Tanya Jihoon kemudian menarik Hyunsuk ke dalam pelukannya.
"Tidak, hanya saja.. mungkin bayinya tidak menginginkan ibunya tertidur." Jawab hyunsuk sembari mengeratkan pelukannya untuk mencari kenyamanan dalam dekapan Kaisar muda itu.
Jihoon tersenyum mendengar kalimat tersebut. Tangannya kemudian terulur untuk mengelus perut besar Hyunsuk. Pria itu mencoba berkomunikasi dengan bayi mereka di dalam perut Hyunsuk. Memberi tahu bahwa Sang Ibu harus cepat pergi tidur agar beristirahat cukup. Yang mana itu direspon baik dengan beberapa tendangan keras yang membuat Hyunsuk sedikit terkejut dan meringis.
"Ouch.." Hyunsuk meringis.
Jihoon ikut merasakan sebuah tendangan pada telapak tangannya. Merasakan sebuah sensasi bahagia di dalam hatinya. Kembali ia mengelus perut itu dan bibirnya kembali berucap pada bayinya.
"Yang Mulia—"
Belum sempat Hyunsuk berucap, suara Jihoon mengintruksikan bahwa ia tidak tidak perlu memanggilnya dengan formal ketika sedang berdua. "Panggil namaku, Hyunsuk!"
"T-tapi.."
"Tidak ada tapi. Aku suamimu, aku tidak ingin ada sekat diantara kita berdua ketika sedang bersama." Ucapnya tegas.
Hyunsuk mengangguk. Lalu kemudian ia tersenyum menatap Jihoon yang juga sedang menatapnya.
"Suamiku.. aku ingin melihat bulan purnama, bolehkah?" Ucap Hyunsuk malu-malu. Wajahnya bersemu merah. Ia ketakutan akan respon yang Jihoon berikan, berhubung pria itu hanya diam saja tanpa ekspresi apapun. Namun detik berikutnya langsung merespon ucapan Hyunsuk dengan nada sedikit terkejut.
"Sekarang?" Tanya Jihoon yang dijawab anggukan kecil oleh si manis.
"Aah, tidak boleh ya?" Ucap Hyunsuk merengut dengan nada merengek diakhir kalimat.
"Baiklah, ayo!"
Jihoon bangkit dari tidurnya dan kemudian membantu Hyunsuk untuk duduk. Tangan itu langsung menggenggam jemari mungkin milik Hyunsuk. Menuntunnya menuju arah balkon kamarnya. Dan menyuruh lelaki manis itu untuk duduk di kursi goyang yang biasa digunakan olehnya saat sedang bersantai. Namun itu ditolak mentah-mentah oleh Hyunsuk, ia ingin melihat bulan di dekat pagar pembatas sembari menikmati sejuknya udara. Mau tak mau Jihoon mengiyakan, dirinya ikut berdiri di belakang si manis.
Pria itu memeluk tubuh mungil Hyunsuk dari belakang dengan kepala yang disandarkan pada pundak kesayangannya itu. Tangannya menelusup ke balik baju yang Hyunsuk pakai dan mengelus perutnya pelan.
"Cantik." Hyunsuk bergumam lirih. Matanya menatap bulan penuh itu yang memancarkan cahaya sangat terang.
"Aku rasa bulan tidak lebih cantik darimu. Duniaku ini lebih cantik dari apapun, bahkan bulan pun akan malu menunjukkan dirinya setelah ini."
Ucapan Jihoon sukses membuat pipi Hyunsuk memerah seperti kepiting rebus.
"Kau ini berlebihan.." tangan mungil itu menepuk lengan berotot Jihoon.
"Itu sebuah fakta." Jihoon mengelak, ia terkekeh melihat wajah Hyunsuk yang memerah.
Kemudian kata-kata manis kembali terucap dari bibir Sang Kaisar muda itu yang membuat Hyunsuk memalingkan wajahnya malu-malu. Jihoon telah jatuh pada Hyunsuk terlalu dalam. Malam itu mereka habiskan dengan obrolan seseorang yang sedang dimabuk cinta dan dibumbui dengan merajuk nya Hyunsuk setelahnya. Melupakan semua mimpi yang baru saja lelaki manis itu alami.
***
a/n:
jihoon bucin detected.
btw, i know it's late but— happy birthday pajiii🎉15032022
KAMU SEDANG MEMBACA
selir ; hoonsuk
Fanfiction[slow update] Perebutan tahta menjadi akhir dari masa kejayaan Southland yang telah berdiri sejak 2600 tahun yang lalu. Kekuasaan dan keserakahan manusia-manusia egois. Pengorbanan dan juga pengabdian yang sia-sia. Kita lihat seberapa jauh waktu aka...