12.

907 90 1
                                    

Beberapa hari setelahnya, seluruh penjuru istana dihebohkan dengan berita kedatangan rombongan dari kerajaan Westland. Kedatangan mereka tentu saja disambut baik oleh Jihoon selaku Kaisar pimpinan kerajaan.

Jeongwoo mengintip dari balik jendela dengan perasaan gelisah, matanya tak henti-hentinya melengok kesana-kemari mencari celah agar ia bisa keluar dari ruangan tersebut. Sungguh, ia tidak peduli dengan keberadaan rombongan itu. Yang ia inginkan saat ini adalah pergi dari tempat ini.

Disisi lain pikirannya tak lepas dari sosok Haruto yang beberapa hari ini tidak ia temukan eksistensinya. Juga beberapa prajurit yang berjaga ketat di depan pintu kamar Jeongwoo membuatnya tidak bisa berkutik.




***




Ornamen-ornamen yang tidak terpakai, juga debu yang menempel pada dinding dan sudut ruangan tersebut cukup menggambarkan suasana yang mencekam. Ditambah aura seseorang yang tengah berdiri membelakangi pintu kayu itu.

Junkyu, pria itu nampak masih terdiam pada posisi menghadap Hyunsuk yang membelakangi nya.

Pintu kayu jati tua itu kemudian diketuk seseorang membuat Hyunsuk berbalik dan berjalan tanpa menghiraukan keberadaan pria berbahu lebar yang tengah berdiri di sampingnya. Netranya melihat Asahi datang bersama Doyoung disampingnya. Raut keduanya nampak menjelaskan keadaan yang berbeda. Terlebih Asahi dengan raut tegangnya tidak bisa disembunyikan.

"Yang Mulia, mereka sudah datang." Ucapnya sesaat setelah ia menutup pintu. Tangan yang semula Asahi sembunyikan di balik jubahnya ia sodorkan pada Hyunsuk dengan memberikan gulungan kertas juga kotak kayu jati seukuran telapak tangan berlogokan khas kerajaan Southland.

Hyunsuk mengangguk dan menerima benda tersebut sambil berkata pada anak sulungnya. "Doyoung-ah, bagaimana keadaan Jeongwoo? Dia tidak memberontak lagi, 'kan?" Tanyanya.

Pemuda itu menggelengkan kepalanya. "Tidak, eomma. Aku sudah mengancamnya agar ia tidak keluar kamar, juga beberapa prajurit yang berjaga di sana." Jawab Doyoung.

Hyunsuk terkekeh. "Kerja bagus."

Si manis itu kemudian duduk di atas kursi berukuran sedang. Sedikit meniup debu yang tertinggal di sana, karena memang ini adalah pertemuan darurat mereka.

Dibantu Asahi yang menyodorkan beberapa benda yang dibutuhkannya, Hyunsuk dengan cekatan menulis beberapa surat perintah yang mengatasnamakan Jihoon. Juga surat lain yang ia kirimkan untuk sahabatnya di kerjaan sebrang.

"Lalu apa gunanya aku disini?" Junkyu mendengus.

"Diamlah bodoh. Awas saja kalau kau keluar dari ruangan ini." Ucap Hyunsuk yang masih terfokus pada kegiatannya.

Pria itu hanya memutarkan bola matanya malas saat mendengar penuturan Hyunsuk. Ia sudah tidak kaget lagi dengan mulut Hyunsuk yang kelewat tajam itu. Junkyu kemudian melangkah menuju ke arah meja Hyunsuk. Melihat apa saja yang sedang Hyunsuk lakukan.

"Paman, bagaimana keadaan Haruto?" Tanya Doyoung pelan.

Junkyu menoleh. "Ya begitulah, dia sedikit tempramental akhir-akhir ini. Tahu sendiri, Haruto menyukai Jeongwoo." Ucapnya terkekeh geli diakhir kalimat.

Pemuda itu ikut terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. "Betul paman. Bahkan aku melihatnya sendiri."

"Melihat apa?" Hyunsuk bertanya sambil mengernyitkan keningnya. Ngomong-ngomong tentang kejadian waktu itu, mereka tidak ada yang tahu kecuali mereka yang datang bersama Jihoon, termasuk Doyoung.

Mendapat pertanyaan itu Doyoung sedikit tegang, lalu ia menggeleng cepat. "Tidak, eomma. Bukan apa-apa."

Hyunsuk hanya mengangguk, lalu kemudian ia kembali melanjutkan kegiatannya. "Jun, aku ingin kau sendiri yang mengirimkan surat ini pada Yoshinori." Tangannya menunjuk sebuah surat yang baru saja ia tulis.

selir ; hoonsukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang