LOVERSLAND INTERNATIONAL SCHOOL.

42 7 1
                                    

Balutan almamater bewarna biru keabuan adalah corak kebanggaan dari salah satu sekolah terbaik di kota metropolitan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Balutan almamater bewarna biru keabuan adalah corak kebanggaan dari salah satu sekolah terbaik di kota metropolitan.

Logo sekolah berinisial "L" 

Lengkap beserta pin button bercorak emas, cukup  menggambarkan bagaimana kemewahan sekolah ini.

Selain dari kemewahan balutan seragam, gedung sekolah ini layaknya pencakar langit yang tidak bisa ia bayangkan sebelumnya. Ia turut berpikir, bagaimana pusingnya untuk mencari letak kelas di hari pertama sekolah, apakah harus menggunakan denah seperti memasuki area kebun binatang?

Seorang gadis melemparkan formulir pendaftaran di atas meja. "Loversland International School" tidak membuatnya berminat untuk menimba ilmu di sana.

Alis wanita itu menukik, pertanda ia bertanya "kenapa?"

"Lily merasa nggak cocok untuk bersekolah di sana," ia mulai menjelaskan apa yang membuatnya tidak senang.

"Alasan apa yang membuatmu tidak cocok? Kamu pintar, cantik, mempunyai banyak prestasi. Lingkunganmu sangat cocok di sekolah itu," jawab Mama seakan tidak setuju atas ucapan putrinya.

"Lily hanya ingin sekolah dengan tenang, bukan datang untuk ajang pamer kekayaan,"

"Wajar mereka pamer, mereka kan mampu. Kamu bisa sesuka hati disana, Mama adalah salah satu donatur di sekolah itu," Wanita itu mulai mengerti kearah mana yang dimaksud Lily.

Lily mendesah panjang, ia melirik  formulir pendaftaran yang begitu tebal dan mewah. Hanya formulir pendaftaran, tapi berbentuk seperti raport kenaikan kelas. 

Formulir bukan sembarang formulir.

"Ma, Lily pengen sekolah di Negeri aja, nilai Lily bagus kok buat masuk ke sana,"

Wanita yang menyandang Mamanya memajukan wajah untuk mendekatkan diri. Posisi mereka duduk berseberangan. Ia tersenyum tapi dengan mata yang menajam. Gadis itu tahu kalau ini adalah sebuah peringatan.

"Mama tahu nilaimu baik, bahkan sangat sempurna. Maka dari itu Mama mau kamu bersekolah di sana,"

"Mama mau kamu bersekolah berdasarkan tempatnya, dan Loversland International School, yang pas buat kamu," jelasnya, "jadi kamu harus menurut ucapan Mama, Lilyana Patricia."

Tangan Lily terkepal di bawah meja, ia merasakan tarikan kuat namun tidak begitu kencang pada helai rambut. Tapi tetap saja ulu hatinya seolah teremat benda tak kasat mata.

Ia menatap wanita yang tersenyum penuh arti kepadanya. Ia sangat tidak suka di atur, dia bukan boneka yang harus menuruti tuannya.

•••

"Nggak, Pi!" wajahnya memerah menahan amarah. Bola mata jenis spektrum warna  – biru, keabuan, menatapnya setajam elang.

Lelaki dengan balutan jas hitam duduk santai meneliti raut putranya. Ia terkekeh sebelum menaruh cangkir berisi kopi.

"Apa salahnya kamu bersekolah di sana?" sembari membaca buku bernama "Loversland form" yang sempat di banting – berisi formulir pendaftaran.

Cowok dengan pakaian casual menjatuhkan diri di atas sofa. Ia memandang Papinya sedikit memelas.

"Tatapanmu itu tidak berarti apa - apa buat Papi. Keputusan Papi sudah final, peraturan sekolah ini membuat Papi sedikit tenang untuk menyekolahkan kamu di sana,"

Samudera memutar matanya, "Papi yang tenang, aku yang kesiksa Pi," netranya melirik tulisan berisi  peraturan dengan geram.

"Cih, sekolah bagaikan burung dalam sangkar,"

Papinya hanya menggeleng maklum, tabiat Samudera Almero memang copy paste dirinya. Sama - sama keras kepala dan seenaknya.

Maka dari itu ia harus mendidiknya sedikit keras, ia tidak mau perilaku anaknya seperti dirinya waktu muda dahulu.

•••

Dentingan sendok  mengisi ketenangan di salah satu keluarga, yang sedang menjalani rutinitas makan malam.

"Zed," panggil seseorang menyandang status kepala rumah tangga.

Iris cokelat terang yang semula fokus dengan spaghetti carbonara – mendongak merasa terpanggil.

"Kamu sudah menemukan buku berwarna navy blue di meja belajar kamu?" ujarnya – membersihkan area bibir menggunakan tissue.

Zed atau dengan nama Zedekia mengangguk saja. Ia tahu kalau Papa sedang berbasa - basi.

"Papa harap kamu bisa menjadi bagian siswa terbaik disana," ungkapnya.

"Jangan sampai mempermalukan keluarga Xander," lanjutnya mengakhiri pembicaraan mereka berdua.

•••

Gadis remaja menyaksikan perdebatan kedua orangtua dengan diam tanpa suara. Bahkan terlampau santai gadis tersebut melakukan selfie di hadapan mereka.

"Aku mau Joy bersekolah di sekolahan biasa," ucap Ayahnya.

"Tidak! dia tidak begitu menyukai tempat seperti itu. Anak kita berkelas, kenapa harus bersekolah di tempat biasa?"

"Tentu anakmu yang kurang terdidik sehingga otaknya tidak di pergunakan dengan baik. Cukup mempermalukan aku atas tindakan anakmu itu!"

"Aku tahu Joy bodoh, tapi kita masih mempunyai kekuasaan. Keluarga Benjamin tidak kekurangan uang untuk memasukkan dia di sana,"

Joy tertawa sumbang, ia melirik buku
berfont gold tebal dengan tatapan rumit. Kalau dirinya bisa masuk ke sekolah tersebut, mungkin kedua orang tuanya bisa menghargai dia menjadi anaknya.

"Joy nurut sama ucapan Bunda," Joy membuka suara – mengalihkan perdebatan mereka.

Bunda Joy tersenyum, "anak kita setuju, dan aku mau kamu bisa menyetujuinya juga."

Ayah Joy menghela napas, ia melepaskan kacamata lalu mengangguk untuk mengalah. Sampai kapanpun dia akan kalah  berdebat dengan istri tercintanya.

Gadis itu membalas senyuman Bundanya getir, ia bertekad untuk menjadi siswi terbaik.

Ya, Joya harus menjadi orang berpengaruh disana. Dengan begitu,  keluargannya tidak akan malu lagi memiliki anak seperti Joy.

 Dengan begitu,  keluargannya tidak akan malu lagi memiliki anak seperti Joy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa follow dan votenya.

Unknown ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang