01. kamar 206

16.9K 679 4
                                    

"Haechan. Sudah kamu siapkan koper mu?"

"Sudah ma"

Haechan turun dari tangga membawa ransel di pundaknya serta koper berukuran sedang. Ia tersenyum menatap sang ibu yang sudah menunggunya di depan pintu.

"Anak mama sudah besar, sudah mau kuliah dan tinggal sendiri di asrama"

Haechan memeluk sang mama dengan penuh kasih sayang
"Aku bisa seperti ini juga karena mama. Aku tumbuh dengan baik juga karena mama. Makasih ya mama. Haechan sayang mama"

Ten menangis di dalam dekapan hangat anaknya. Haechan anak yang tidak pernah malu untuk memberitahu bahwa ia sayang kepada orang lain. Ia akan menunjukan semua perasaan nya lewat ucapan dan gerak geriknya.

"Kamu disana bisa masak sendiri kan?"

"Haha, haechan bisa kok masak sendiri. Cuma haechan belum terlalu bisa makan sendirian"

"Di asrama kan ada teman sekamar. Ajak saja dia makan bersama"

"Ah benar juga"

Sopir yang telah menyiapkan mobil sayang menghampiri ibu dan anak itu
"Maaf mengganggu, mobil nya sudah siap tuan"

Haechan menghela nafas sebentar lalu menatap sekelilingnya dengan sendu. Akan berapa lama ia disana?

"Haechan berangkat ya ma"

"Iya, hati hati ya sayang"

Haechan mencium kening ibunya lalu berjalan masuk ke dalam mobil. Dengan gerakan malas ia mengambil ponsel dan membuka akun sosial media nya.

Di perjalanan tidak ada yang spesial, hanya suara mobil yang berlalu lalang. Haechan masih diam sambil memainkan ponselnya daripada repot repot mengajak supir berbicara.

"Kita sudah sampai tuan"

Haechan hanya bisa menghela nafas. Ia belum siap sebenarnya tapi tempat ia menimba ilmu terlalu jauh dari rumah membuatnya mau tidak mau harus tinggal di asrama. Dan meninggalkan ibu dan ayahnya

"Saya bantu bawa kopernya ke atas tuan"

Haechan hanya mengangguk lalu mulai melangkah memasuki gedung A. Saat hendak masuk ke dalam lift haechan di tabrak oleh seorang pemuda bersurai orange.

"Aduh maaf ya kak, lele buru buru"

Haechan yang tadinya ingin marah marah dan mengumpat kini hanya bisa menelannya sendiri. Pemuda di depannya ini sudah membungkuk berkali kali membuat nya tidak tega.

"Hei tidak usah membungkuk begitu. Santai saja. Lagipula aku tidak terluka"

"Sekali lagi maaf kan lele. Lain kali lele akan lebih berhati hati lagi"

"Iya iya tidak apa apa"

"Lele buru buru, lele pergi ya kakak" ujar pemuda bersurai orange itu. Kulitnya benar benar putih haechan sampai terdiam di sana.

"Tuan?"

Ck!

"Iya iya. Ayo lanjut jalan!"

***

206

Haechan berdiri di depan sebuah kamar bertuliskan angka 206 disana. Ia menatap pintu itu lalu membukanya.

Hal yang pertama ia lihat adalah 2 buah ranjang berwarna putih. Ia meletakan tas beserta koper nya di dekat ranjang di sebelah kanan. Ia memilihnya karena jauh dari jendela.

" apa saya perlu bantu membereskan baju baju an-"

"Sudah sudah, saya bisa" potong haechan sambil mendorong tubuh bongsor si supir dan memaksanya duduk di atas ranjang miliknya
"Lagipula jangan terlalu formal begitu padaku, sudah berapa kali kita bicarakan hal ini hah?"

"Tapi kan aku sedang bertugas jadi sup-"

"Kau sudah ku anggap kau sebagai adikku sendiri. Jadi jangan pernah memanggilkudengan sebutan tuan lagi. Kau dengar?"

"Iya"

Haechan menaikkan alisnya sambil menatap tajam yang lebih muda
"Okey baiklah, kak hyuk yang cerewet"

"Nah itu lebih baik" ujar nya sambil membongkar isi kopernya.

Jisung, hanya memperhatikan haechan dalam hening. Ia tidak membantu pemuda itu karena ia tahu kalau hal itu akan membuat haechan marah.

"Jadi bagaimana keadaan ibu mu?"

Jisung menatap haechan dengan lesu
"Tidak ada perubahan kak, tetap tidur seperti sebelumnya" bahu lebar itu merosot jatuh. Oh si tengil jisung sedang bersedih rupanya

"Hei, jangan cemberut begitu" ujar haechan sambil merengkuh tubuh yang lebih besar darinya itu "Kau ingin menyerah dengan keadaan ibu mu?"

"Tidak kok! Aku masih berharap ibu cepat membuka matanya. Makanya aku berusaha keras seperti ini"

Haechan melihat kobaran semangat itu dari bola mata jisung. Ia kagum dengan anak 2 tahun lebih muda darinya itu. Jisung adalah anak yang sangat berbakti dengan ibunya. Ia rela melakukan apapun untuk sang ibu termasuk bekerja seperti ini. Ia masih duduk di bangku SMA namun ia sudah menanggung tanggung jawab sebesar ini.

"Kau masih mencari ayah mu?"

"Tentu saja! Aku harus mempertemukan mereka kembali dan membuat mereka bersama lagi"

"Kenapa kau begitu yakin akan bisa menemukan ayah mu?"

"Entahlah, aku hanya menuruti keinginan hati ku"

"Aeeey, adik kecil ini sudah bisa mendengarkan kata hatinya ya~"

"Berisik! Beres kan koper mu cepat. Aku mau kembali"

"Lihat itu! Kau kasar sekali"

Jisung menutup telinganya lalu berjalan keluar namun saat ia membuka pintu kamar itu jisung di kejutkan dengan seseorang yang memakai pakaian serba hitam. Ia kembali melangkah masuk dan menyembunyikan haechan di balik punggung lebar nya

"Loh? Katanya tadi mau pulang jie?" Tanya haechan lalu melihat ke orang lain yang baru saja masuk dengan ransel di tangannya

"Siapa?" Tanya jisung

Orang itu tidak menjawab. Ia hanya meletakkan tas lalu kembali keluar kamar.

"Dasar orang aneh" haechan menutup kopernya dengan keras

"Kalau dia macam macam segera telfon aku ya kak" ujar jisung sambil memegang bahu haechan. Tatapan mata sipit itu terlihat tajam membuat haechan meneguk ludah nya kasar.

"I-iya iya. Kenapa dengan ekspresi mu itu. Jelek sekali"

"Aku serius"

"Iya. Jika terjadi apa apa aku akan segera menelfon mu. Kau puas?"

Jisung mengangguk mantap lalu berjalan keluar. Haechan hanya menghela nafas dan segera berbaring di ranjang nya. Ia lelah.

Namun netra coklat itu kini menatap ke sebelah tempat tidurnya.
"Semoga saja dia bukan psikopat" lirih haechan sebelum ia menutup kedua mata indah nya

____________________________________________

Om Melt [MARKHYUK] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang